Loading...
DUNIA
Penulis: Prasasta Widiadi 10:15 WIB | Selasa, 21 Juli 2015

Pasca Badai Pam, Vanuatu Hadapi Ancaman Kelaparan

Ilustrasi: Penduduk Vanuatu melakukan pekerjaan sehari-hari pasca badai. (Foto: lemonde.fr/Angela Bolis)

PORT VILLA, SATUHARAPAN.COM – Empat bulan setelah  badai Pam di Vanuatu - salah satu yang paling kuat yang tercatat di Kawasan Pasifik Selatan dan bantuan kemanusiaan yang  berakhir -  meninggalkan para penghuni negara kepulauan tersebut menghadapi masa depan yang genting yakni ancaman kelaparan.

Seperti diberitakan lemonde.fr, Senin (20/7). Di Pulau Tanna – terdampak  langsung badai Pam  pada 13 Maret 2015, pulau ini berjarak 200 kilometer dari ibukota Port Vila – masih terlihat bekas puing-puing dan sampah berceceran, ada beberapa pohon beringin bertumbangan ada yang sengaja sudah ditebang penduduk, nampak juga dari kejauhan atap gerja menjulang namun terdampar di tanah karena  benar-benar dilucuti oleh hembusan badai yang berkecepatan lebih dari 320 km per jam itu, dan kini banyak orang sibuk membangun kembali rumah mereka dan ladang mereka.

“Saya takut saat ini banyak  orang akan jatuh pada kelaparan. Tapi kelaparan mudah-mudahan tidak terjadi. Warga Vanuatu saya yakin sangat tangguh dan mampu memunculkan harapan kembali  dalam kondisi normal, misalnya untuk mengumpulkan buah dan akar tumbuhan liar,” kata Christopher Bartlett, salah satu Direktur Badan Nasional Keamanan Pangan dan Pertanian Vanuatu.

Dia menyebut Vanuatu telah diklasifikasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai negara yang paling terkena negara perubahan pada 2015, termasuk menyebabkan intensifikasi siklon tingkat tinggi dan adanya variabilitas yang tinggi antara kekeringan dan banjir.

Salah satu warga  David, yang tinggal di wilayah Port Resolution menceritakan mereka mengkonsumsi makanan seadanya. “Kami memotong kayu beringin dan alpukat untuk balok, bambu untuk dinding dan daun kelapa kering untuk atap,” kata dia.

David menambahkan setelah  mengumpulkan bahan makanan di hutan, dia dan keluarganya memiliki dua minggu untuk membangun rumah.

“Semua orang tahu bagaimana melakukannya,” kata David.

Di daerah pedesaan di Vanuatu yang terdampak badai tersebut banyak perumahan tradisional yang dapat memudahkan rekonstruksi dengan cepat dan murah.

Menurut lemonde.fr, di Pulau Tanna  hampir setiap penduduk bergantung pada tanaman pangan yang mereka miliki dari kebun mereka. Celakanya, hampir semua tanaman rusak karena badai pam.

“Butuh waktu tiga bulan untuk bisa menikmati ubi jalar, sembilan bulan untuk tarot air, satu tahun untuk pisang, yah sementara menunggu, kami akan mengelola tanaman lain,” kata David.

Badai Pam

Badai Pam menerjang bagian selatan wilayah Samudera Pasifik sehingga menyebabkan kerusakan parah seperti di negara kepulauan Vanuatu pada Maret 2015. Sejumlah petugas PBB  dan lembaga bantuan asing lainnya – kala itu – menjelaskan   badai  tersebut  menewaskan ratusan orang.

Seorang petugas komunikasi lembaga World Vision di Port Vila Chloe Morrison mengatakan  angin kencang telah mengangkat atap-atap rumah, pepohonan dan tiang listrik.

Direktur eksekutif UNICEF di Selandia Baru Vivien Maidaborn telah memperingatkan Badai Pam kali ini mungkin akan menjadi badai yang terburuk di kawasan tersebut. (lemonde.fr)

 

Baca Juga

 

 

Ikuti berita kami di Facebook

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home