Loading...
INDONESIA
Penulis: Kartika Virgianti 06:20 WIB | Kamis, 24 Juli 2014

PDIP Kecolongan Pengesahan UU MD3

Ahli Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Prof. Saldi Isra. (Foto: dok. Satuharapan)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Disahkannya perubahan Undang-Undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), pada 8 Juli kemarin, menurut Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Prof. Saldi Isra adalah kegagalan PDIP menunda pengesahan RUU MD3 itu.

“Kelemahan PDIP, Hanura dan PKB kemarin gagal menunda pengesahan RUU MD3. Aksi walk out yang mereka lakukan juga terlalu cepat. Harusnya pengesahan tersebut tidak perlu terjadi menjelang penetapan hasil pilpres,” kata Saldi saat menjadi narasumber kegiatan focus group discussion UU MD3, di Paramadina Graduate School, SCBD, Jakarta Selatan, Rabu (23/7).

Seperti diketahui, PDIP dengan jumlah kader-kadernya yang sangat terbatas, sebelum penetapan pilpres kemarin fokusnya hanya pemilu, dan kondisi itulah yang dimanfaatkan. Lebih lanjut menurut Saldi, pengesahan RUU tersebut sebenarnya soal bermain dalam waktu yang sangat sempit.

Poin yang begitu menjadi concern PDIP beserta partai koalisinya, adalah perubahan model pemilihan pimpinan DPR. Bahwa nantinya ketua DPR bukan lagi dari partai pemenang pemilu, melainkan dipilih kembali oleh anggota DPR. Hal tersebut dianggap menghentikan langkah PDIP selaku partai pemenang pemilu untuk maju mengusung kadernya sebagai ketua DPR, mengingat koalisi PDIP lebih kecil di parlemen.

Namun Saldi menegaskan, bukan berarti apa yang ia bahas atas kepentingan partai politik yang dalam hal ini merasa dirugikan, melainkan bahwa UU MD3 disahkan menjelang penetapan hasil pilpres yang sebelumnya hasilnya sudah diketahui arahnya. Maka tidak lain ini adalah soal kepentingan politik tertentu.

“Mengubah model pemilihan pimpinan DPR di saat-saat menjelang hasil pemilu ditetapkan. Jelas sekali ada kepentingan politik yang lebih besar di dalamnya,” kata Saldi.

Soal perubahan cara pemilihan pimpinan DPR dalam UU itu, sebenarnya dasarnya dari pengalaman Presiden SBY kemarin, orang-orang yang menjadi kandidat adalah pilihannya sendiri, dan hanya pilihannya itu yang dilempar ke parlemen. Hal itu dianggap tidak mencerminkan sikap demokratis.

Maka sekarang upaya yang perlu dilakukan selanjutnya bagaimana memberikan keyakinan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa ada isu-isu tertentu yang paling mendesak untuk diputuskan terlebih dahulu.

Tetapi sayangnya PDIP beserta partai koalisinya tidak punya alasan untuk menjadi pemohon di MK, karena mereka menjadi pihak yang terlibat dalam pembahasan UU MD3, meskipun mereka walk out.

 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home