Loading...
HAM
Penulis: Bayu Probo 11:03 WIB | Minggu, 11 Oktober 2015

Pemerintahan Bersatu Libya Didukung Komunitas Internasional

BENGHAZI, SATUHARAPAN.COM - Seorang tentara Libya, pendukung setia pemerintah Abdullah al-Thani yang diakui internasional sekaligus pendukung Jenderal Khalifa Haftar, berpatroli di sebuah jalan di kota Benghazi pada 28 Februari 2015. Benghazi adalah salah satu daerah yang kurang stabil di negara Afrika Utara itu, yang mengalami kerusuhan sejak revolusi 2011 yang menggulingkan diktator Moamer Kadhafi. (Foto: AFP)

SKHIRAT, MAROKO, SATUHARAPAN.COM – Libya sepakat untuk membentuk sebuah pemerintahan nasional baru yang dipimpin Perdana Menteri Fayez el-Sarraj setelah negosiasi alot berbulan-bulan, ujar duta PBB Bernardino Leon pada Jumat (9/10).

“Setelah setahun mengupayakan proses ini, bekerja dengan lebih dari 150 tokoh dari seluruh wilayah Libya, pada akhirnya momen itu muncul sehingga kami bisa mengusulkan pemerintahan bersatu nasional,” kata Leon dalam konferensi pers di Maroko.

Libya, yang terjerumus ke dalam kekacauan pascajatuhnya Moammar Kadhafi pada 2011, memiliki dua parlemen dan pemerintahan tandingan yang berebut kekuasaan serta sejumlah kelompok yang saling berperang untuk menguasai sumber daya alam melimpah di negara tersebut.

Pemerintahan Abdullah al-Thani yang diakui dunia internasional bertugas di Kota Tobruk dekat wilayah perbatasan Mesir sejak aliansi milisi, termasuk kelompok Islamis, menguasai Tripoli tahun lalu.

Perjanjian sebelumnya untuk menjamin gencatan senjata dan memulihkan stabilitas di Libya gagal total.

Namun, Leon mengatakan dia yakin pembentukan pemerintahan baru itu - yang akan melibatkan Deputi Perdana Menteri Ahmad Meitig, Fathi el-Mejbri dan Mussa el-Kouni - akan berhasil.

“Terlalu banyak warga Libya yang tewas dan begitu banyak ibu menderita. Pada hari ini, hampir 2,4 juta warga Libya membutuhkan bantuan kemanusiaan,” ujarnya.

“Kami yakin (pemerintahan baru ini) akan berhasil. Rakyat Libya harus mengambil peluang bersejarah ini untuk menyelamatkan Libya.”

AS dan Eropa Desak Libya Tanda Tangani Perjanjian Damai

Amerika Serikat dan negara-negara besar Eropa, Jumat (9/10), mendesak pihak yang bertikai di Libya segera menandatangani usulan perjanjian damai untuk membentuk pemerintah persatuan nasional.

“Jangan membuang-buang waktu lagi,” menurut pernyataan gabungan yang dirilis oleh pemerintah Inggris, Prancis, Jerman, Italia, Spanyol dan Amerika Serikat (AS).

“Menunda pembentukan pemerintah persatuan hanya akan memperpanjang penderitaan rakyat Libya dan menguntungkan teroris yang ingin mengambil kesempatan dari kekacauan itu.”

Pemerintah memberikan “dukungan sepenuhnya” bagi perjanjian itu dan para pemimpin yang akan mendirikan pemerintah persatuan baru berdasarkan kesepakatan tersebut.

Pemerintah baru itu akan dipimpin oleh Fayez el-Sarraj -- wakil di parlemen Tripoli -- dan tiga wakil perdana menteri, masing-masing dari barat, timur dan selatan negara itu.

Pemerintahan tersebut akan berusaha mengakhiri gejolak politik yang melanda Libya sejak Agustus 2014 ketika sebuah aliansi milisi termasuk Islamis menyerbu Tripoli, memaksa pemerintah yang diakui secara internasional berlindung di wilayah timur negara itu dan mendirikan pemerintahan nasional kedua.

PBB Desak Rakyat Libya Dukung Perjanjian Damai

Dewan Keamanan PBB, Jumat, menyambut kesepakatan untuk mendirikan pemerintahan persatuan di Libya, menyerukan agar pemangku kepentingan di negara itu mendukung kesepakatan damai tersebut.

Sebuah pernyataan bulat yang disetujui 15 anggota Dewan Keamanan mengimbau agar warga Libya “bersatu dengan sepenuh hati dan menunjukkan semangat rekonsiliasi terhadap penyelesaian yang mewakili aspirasi dan harapan rakyat Libya.”

Dewan Keamanan juga menegaskan bahwa pihaknya “siap menjatuhkan sanksi bagi mereka yang mengancam perdamaian, stabilitas dan keamanan Libya atau yang mengacaukan penyelesaian transisi politik.”

Hal tersebut mendorong misi PBB di Libya (United Nations Support Mission in Libya/UNSMIL) untuk membantu mengoordinasikan bantuan PBB bagi pemerintah yang akan dibentuk di bawah perjanjian damai.

Di bawah kesepakatan itu -- diperantarai oleh utusan PBB Bernardino Leon -- Libya akan membentuk pemerintahan persatuan baru yang dipimpin oleh Fayez el-Sarraj wakil di parlemen Tripoli, dan menunjuk tiga wakil perdana menteri, masing-masing dari barat, timur dan selatan negara tersebut.

Pemerintahan tersebut akan berusaha mengakhiri gejolak politik yang melanda Libya sejak Agustus 2014 ketika sebuah aliansi milisi termasuk Islamis menyerbu Tripoli, memaksa pemerintah yang diakui secara internasional berlindung di wilayah timur negara tersebut dan mendirikan pemerintahan nasional kedua. (AFP)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home