Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 11:18 WIB | Sabtu, 21 Maret 2015

Peneliti: Indonesia Butuh Tata Kelola Maksimalkan Air

Seorang warga melintasi jembatan kayu di atas sungai yang tercemar limbah industri dan rumah tangga di kawasan Sunter, Jakarta Utara. (Foto: antara//Dian Dwi Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Kepala Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Tri Widiyanto mengatakan, Indonesia membutuhkan tata kelola untuk pemanfaatan air secara maksimal.

 "Semua air sebenarnya termanfaatkan, tapi kan terkadang penggunaannya tidak dilakukan dengan benar sehingga mubazir. Itu yang masih banyak terjadi di sini, karenanya perlu ada tata kelola air," kata Tri Widiyanti saat dihubungi Antara di Jakarta, Sabtu(21/3).

 Jika berbicara soal target Millinium Development Goals (MDGs) terkait akses air bersih masyarakat, menurut dia, capaian Indonesia belum memenuhi target 60 persen. "2015 ini pun capaiannya masih di bawah 40 persen," katanya.

 Tata kelola air, Tri mengatakan, harus benar-benar diperhatikan. "Kita memang punya undang-undang bagus, tapi pemerintah tidak punya instrumen untuk memantau penggunaan air, sehingga ada kecendrungan air dikuasai oleh industri atau perusahaan besar," katanya.

Karena itu pula ia menyebut pemerintah masih lemah, utamanya soal kontrol terhadap pemanfaatan air.

 “Tapi untuk urusan air juga jangan semua dibebankan ke pemerintah. Butuh kesadaran masyarakat dalam pemanfaatan air," kata dia.

Karena pada kenyataannya, masyarakat ikut andil terhadap penurunan kualitas air di beberapa danau dan waduk-waduk di Indonesia. Contohnya, berlebihnya jumlah keramba apung di Danau Maninjau dan Danau Toba, yang pada akhirnya sering memicu terjadinya "up willing" dan menyebabkan ribuan ikan mati.

LIPI, sebagai otoritas penelitian tentu menyampaikan rekomendasi dan solusi kepada masyarakat, melalui pemerintah seperti yang dilakukan di sekitar Danau Maninjau, Sumatera Barat. Pengurangan jumlah keramba sudah disampaikan bahkan kepada masyarakat secara langsung, namun memang butuh waktu untuk mengubah sesuatu di masyarakat.

“ Kita sudah coba bicara dengan masyarakat di sana malah, ya omongan warung kopi, agar pada bulan-bulan tertentu antara Desember hingga Januari disarankan jumlah keramba yang ditanam dikurangi setengahnya," kata dia.

Perlu ada peraturan tegas, baik di tingkat daerah melalui peraturan daerah (perda) atau peraturan bupati (perbup). "Tapi biasanya aturannya sudah ada, tapi penegakan aturannya yang `kedodoran`,” katanya.

Itu juga yang, menurut dia, terjadi terhadap industri yang membuang limbah berbahaya di Sungai Citarum. Meski sudah ada aturannya,  kenyataannya pembuangan limbah pabrik masih terjadi ke sungai.

 Atas alasan itu pula menyambut Hari Air Sedunia yang jatuh pada 22 Maret ia berpesan pemanfaatan air dengan baik tidak hanya menjadi tanggung jawab pembuat kebijakan tetapi juga masyarakat.(Ant)

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home