Pengadilan Rusia Tolak Banding Tokoh Oposisi, Alexei Navalny
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Pengadilan Moskow pada hari Sabtu (20/2) menolak banding pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny, terhadap hukuman penjara, bahkan ketika negara itu menghadapi perintah pengadilan hak asasi Eropa untuk membebaskan dia yang dianggap musuh Kremlin yang paling menonjol.
Navalny dijatuhi hukuman awal bulan ini oleh pengadilan yang lebih rendah dengan hukuman dua tahun delapan bulan penjara, karena melanggar ketentuan masa percobaannya saat pemulihan diri di Jerman dari keracunan zat saraf yang dia tuduh dilakukan atas perintah Kremlin. Otoritas Rusia menolak tuduhan tersebut.
Navalny, 44 tahun, seorang pejuang anti korupsi dan kritikus paling vokal terhadap Presiden Vladimir Putin. Dia mengajukan banding atas hukuman penjara tersebut dan meminta untuk dibebaskan. Hakim Pengadilan Kota Moskow pada hari Sabtu hanya sedikit mengurangi hukumannya dengan satu setengah bulan yang dihabiskan dalam tahanan rumah pada awal 2015.
Penangkapan dan pemenjaraan Navalny telah memicu gelombang besar protes di seluruh Rusia. Pihak berwenang menanggapi dengan tindakan keras besar-besaran, menahan sekitar 11.000 orang, banyak di antara mereka didenda atau dijatuhi hukuman penjara mulai dari tujuh hingga 15 hari.
Rusia juga menolak kritik Barat atas penangkapan Navalny dan tindakan keras terhadap demonstrasi, dan sebaliknya menuduh itu sebagai campur tangan dalam urusan internalnya.
Keputuhan Pengadilan HAM Eropa
Dalam putusan hari Selasa, Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR / European Court of Human Rights) memerintahkan pemerintah Rusia untuk membebaskan Navalny, dengan alasan "sifat dan tingkat risiko terhadap nyawa pemohon."
Pengadilan yang berbasis di Strasbourg, Prancis itu mencatat bahwa Navalny telah membantah argumen pihak berwenang Rusia bahwa mereka telah mengambil tindakan yang cukup untuk melindungi nyawa dan kesejahteraannya di dalam tahanan setelah serangan dengan agen saraf tersebut.
Pemerintah Rusia menolak permintaan pengadilan yang berbasis di Strasbourg, menggambarkan putusan itu sebagai melanggar hukum dan "tidak dapat diterima" yang mencampuri urusan Rusia.
Di masa lalu, Moskow telah mematuhi putusan ECHR yang memberikan kompensasi kepada warga Rusia yang telah menggugat putusan di pengadilan Rusia, tetapi tidak pernah menghadapi tuntutan oleh pengadilan Eropa untuk membebaskan seorang terpidana.
Sebagai tanda kekecewaan terhadap putusan pengadilan Strasbourg, Rusia tahun lalu mengadopsi amandemen konstitusi yang menyatakan prioritas undang-undang nasional di atas hukum internasional. Otoritas Rusia sekarang mungkin menggunakan ketentuan itu untuk menolak keputusan ECHR.
Pada hari Sabtu malam, Navalny juga akan menghadapi proses hukum dalam kasus terpisah dengan tuduhan mencemarkan nama baik terhadap seorang veteran Perang Dunia II.
Navalny menyebut veteran berusia 94 tahun dan orang lain yang ditampilkan dalam video pro Kremlin sebagai "antek korup", "orang tanpa hati nurani" dan "pengkhianat", telah menolak tuduhan fitnah dan menggambarkan mereka sebagai bagian dari upaya resmi untuk meremehkan dia. (AP)
Editor : Sabar Subekti
KPK OTT Penyelenggara Negara di Kalsel
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Minggu (6/10) malam ...