Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 16:08 WIB | Senin, 29 Agustus 2016

Pengamat: Remisi Koruptor Sama dengan Mendukung Korupsi

Terpidana kasus dugaan tindak pidana korupsi suap Majelis Hakim dan Panitera PTUN Medan, Otto Cornelis Kaligis memberikan keterangan kepada wartawan sebelum menuju Lapas Sukamiskin di halaman Kantor KPK, Jakarta, hari Kamis (25/8). OC Kaligis dipindahkan dari Rutan Guntur, Jakarta ke Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat setelah putusan kasusnya berkekuatan hukum tetap. Sementara itu OC menyatakan akan mengajukan PK atas putusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan kasasinya dan memperberat hukumannya dari 7 menjadi 10 tahun penjara. (Foto: Antara)

KUPANG, SATUHARAPAN.COM - Pengamat hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana Dr. Johanes Tuba Helan, MHum mengatakan pemberian remisi kepada para koruptor sama halnya dengan mendukung tindakan korupsi.

"Menurut saya, kalau memberikan remisi kepada koruptor sama halnya dengan mendukung korupsi," kata Johanes Tuba Helan di Kupang, hari Senin (29/8) terkait rencana pemberian remisi bagi para koruptor.

Hanya saja, jika pemberian remisi itu ditinjau dari segi hak-hak asasi manusia (HAM), maka boleh-boleh saja.

Namun, pemberian remisi harus didasari pada aspek seperti berat ringannya hukuman, serta perbuatan terpidana.

"Jangan sampai, terpidana yang melakukan korupsi dana triliunan rupiah, mendapat remisi bebas, sementara koruptor kelas teri tidak diberikan remisi. Ini yang harus mendapat perhatian pemerintah," katanya.

Selain itu, pemberian remisi harus dilakukan secara transparan, agar publik dapat memberikan penilaian secara objektif dan tidak dilakukan secara rahasia, kata Johanes Tuba Helan.

Rencana revisi terkait dengan aturan pemberian remisi disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly sejak Juni lalu. 

Yasonna mengusulkan keringanan dalam pemberian remisi terhadap terpidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 34A UU Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Masyarakat. 

Lebih jelasnya, Yasonna ingin klausul remisi dengan syarat menjadi "justice collaborator" dihapus.

Pihak Kementerian Hukum menjelaskan, aturan tersebut menganut filosofi pemberian remisi yang salah. Sebab, tidak memberlakukan prinsip kesetaraan terhadap terpidana korupsi. 

Apabila terpidana lain mendapat keringanan jika berperilaku baik, koruptor tidak kecuali telah menjadi "justice collaborator".

Yasonna Laoly juga membantah bahwa revisi itu untuk "mengobral" remisi terhadap terpidana korupsi. 

Menurut dia, usulan remisi ini untuk perbaikan sistem peradilan saja. 

"Pemberian remisi tetap akan melibatkan KPK. Kami bahas yang bersangkutan layak tidak dapat remisi. Jadi tidak sembunyi-sembunyi," kata Yasonna Laoly. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home