Loading...
INDONESIA
Penulis: Prasasta 08:54 WIB | Rabu, 24 April 2013

Perilaku Korup Pejabat Jelang Pilkada

Perilaku Korup Pejabat Jelang Pilkada
Busyro Muqqodas (Wakil Ketua KPK) (foto-foto: Prasasta)
Perilaku Korup Pejabat Jelang Pilkada
peta hutan aceh yang dikeluarkan Greenomics yang beralih fungsi menjadi pertambangan dan perkebunan ilegal.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),  Busyro Muqqodas, mengungkapkan adanya jumlah yang tinggi menyangkut penjualan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Hal ini tentu menyiratkan perilaku kotor dan koruptif, sehingga perilaku ini tidak pantas dicontoh.

Ia menambahkan, perilaku paa politisi menjelang pemilihan kepala daerah yang baru sama sekali tidak patut dicontoh, karena mereka menggadaikan aset-aset daerah demi kepentingan pribadi. Demikian diungkapkan Busyro seusai menghadiri dialog publk Selamatkan Hutan Aceh, di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jl. Menteng Raya, Jakarta, Senin (22/4) lalu.

Nah, menjelang 2014 ada indikasi frekuensi tinggi penjualan Izin Usaha Pertambangan (IUP)", katanya. Salah satunya adalah kasus Bupati Buol, dimana Hartati Murdaya terbukti telah menyuap sejumlah uang untuk penguasaan lahan kelapa sawit.

"Kita semua tahu di kasus itu IUP dihargai 6 miliar. Jika tidak diatasi maka kerugian tidak hanya di hutan dan lingkungan yang terkikis, tetapi hutan akan menjadi tempat berbagai bisnis yang tidak transparan. Inilah yang dinamakan korupsi,” ujar Busyro.

Sikap kepala daerah yang tidak mementingkan daerah ini tidak dapat dijadikan panutan di tengah masyarakat, karena saat kampanye mereka menyuarakan antikorupsi tetapi mereka sendiri melakukannya. Lanjut Busyro, masalah yang nyata di tengah masyarakat bukan hanya perilaku korup pemimpinnya tetapi pemimpin itu tidak mampu menyelesaikan masalah yang lebih nyata pada saat ini yakni masalah perbatasan, mana wilayah hutan yang dikelola dan mana yang masih milik adat.

“Kalau sampai masalah ini tidak teratasi, maka daerah itu mundur. Karena sebenarnya ada yang lebih penting diurusi yakni ikhwal perbatasan mana hutan yang akan dikelola dan mana yang masih milik adat. Kemudian, kita bisa tahu hasilnya bahwa bakalan ada konflik di tengah masyarakat sekitar sekaligus abuse of power dari kepala daerah dan pemilik tambang,” ujar Busyro.

Busyro kemudian memberi contoh pernyataannya dalam kata sambutan beberapa saat sebelum meninggalkan gedung Muhammadiyah. Ia menambahkan, ada contoh bahwa secara keseluruhan 89 persen wilayah hutan di Indonesia belum ada regulasinya sehingga ini merupakan angka yang cukup mengkhawatirkan karena 89 persen dari 128.000.000 hektar. Angka ini tentunya tidak kecil, dan pejabat-pejabat di daerah adalah pihak yang diberikan otonomi untuk mengurusi IUP atau pengelolaan hutan, bukan menteri.

“Penambangan-penambangan ilegal ini menunjukkan bukan saja proses kriminal, tetapi ada afliasi afiliasi politik, dan juga oknum partai politik.” tambah Busyro.

KPK menengarai bahwa angka 89 persen tersebut belum terlacak selama 30 tahun. Artinya, selama 30 tahun pemerintah terindikasi melakukan pembiaran melahirkan status quo (keadaan stagnan tanpa perubahan) terhadap regulasi, situasi status quo lah yang terindikasi menjadi penyebab terjadinya korupsi.

“Situasi status quo ini merupakan 'impian menjadi kenyataan' para koruptor, karena dengan adanya status quo mereka dapat melakukan tindakan-tindakan kejahatan ekonomi yang merugikan sumber daya alam dan unsur-unsur masyarakat setempat. Tentu dengan bantuan dari pejabat setempat,” tegasnya.

Editor : Wiwin Wirwidya Hendra


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home