Loading...
RELIGI
Penulis: Sotyati 14:06 WIB | Kamis, 04 April 2019

Pertemuan Pemuda Ekumenis, Tumbuh dalam Iman seperti Pohon Aras di Lebanon

Para pemuda berkumpul dengan komunitas Taizé untuk doa malam dalam pertemuan di Beirut yang diprakarsai dan diorganisasi pemuda Kristen di Lebanon, 23 – 25 Maret 2019. (Foto: Katja Dorothea Buck/WCC)

SATUHARAPAN.COM – Sejumlah 1.600 orang muda dari 43 negara berkumpul di Beirut, Lebanon, 23 – 25 Maret, bersama komunitas biara ekumenis Taizé (Saône-et-Loire, Bourgogne, Prancis). Umat ​​Kristen Timur Tengah dan Barat menemukan betapa pertukaran ekumenis berbuah dan menstimulasi.

Dalam banyak hal, seperti dilaporkan Katja Dorothea Buck yang dilansir oikoumene.org, pertemuan di Beirut berbeda dari pertemuan pemuda internasional lainnya. Pertemuan itu diprakarsai dan diorganisasi oleh pemuda Kristen di Lebanon, bukan oleh gereja mereka.

Para pemuda meyakinkan para kepala gereja mereka masing-masing untuk mengundang saudara-saudara komunitas Taizé dan kaum muda dari seluruh dunia untuk datang dan berdoa bersama di Beirut.

Dewan Gereja Timur Tengah memfasilitasi. Selama 18 bulan, 120 orang muda bertemu setiap minggu dalam kelompok-kelompok, untuk merencanakan kedatangan 1.600 peserta dari negara-negara Timur Tengah, Eropa, dan Lebanon. Mereka mengatur transportasi, makanan, lokasi untuk lokakarya, dekorasi, pencetakan buklet dengan semua teks dan nyanyian, iklan untuk pertemuan dan CD dengan lagu-lagu Taizé dalam bahasa Arab. Terakhir, namun tidak kalah penting, mereka mencari keluarga yang dapat menampung tamu dari luar Lebanon selama lima hari.

“Bagi sebagian besar dari mereka, ini adalah pertama kalinya bekerja secara ekumenis,” kata Pendeta Rima Nasrallah dari komite pengarah. “Mereka belajar, orang-orang dari gereja lain berdoa dan membaca Alkitab secara berbeda. Dan mereka belajar mengalami bahwa kerja sama ekumenis membutuhkan banyak upaya, energi, dan kesabaran. Tetapi mereka juga mengalami, semua upaya tidak sia-sia, ketika, pada akhirnya, semua orang merasa ikut memiliki acara tersebut.”

Mereka yang datang dari luar negeri memiliki pengalaman ekumenis yang penuh warna. “Itu adalah kesempatan besar untuk menemukan dan menjalani tradisi dan kehidupan Lebanon,” kata Mena Shawky dari Gereja Ortodoks Koptik di Mesir.

Shawky dikirim oleh ECHOS, Dewan Remaja Gereja Komisi Dunia. “Ini adalah pertama kalinya saya berdoa bersama saudara-saudara Taizé dan saya sangat menyukainya, karena kami semua berdoa dengan bahasa yang sama dan hati yang sama.”

Ia mendapat umpan balik dari banyak peserta Timur Tengah yang berharap dapat berpartisipasi di acara lain yang akan datang.

Pertemuan Ekumenis Pertama

Bagi banyak orang muda dari negara-negara Timur Tengah, kesempatan itu adalah untuk pertama kalinya mereka berbicara dan berdoa dengan orang-orang dari tradisi gereja lain dan latar belakang berbeda. Di antara 1.600 peserta itu, satu kelompok berasal dari Mesir, satu dari Yordania, dari Iran, juga dari Irak, yang bertahun-tahun mengalami perang saudara yang menyusahkan penduduk.

Tiga puluh orang muda datang dari Palestina. Semua orang senang mereka akhirnya bisa hadir, karena hingga hari terakhir masih belum jelas apakah mereka mendapatkan visa.

Hadir juga 30 anak muda dari Aleppo, Suriah. Perang yang berkecamuk selama delapan tahun sangat mempengaruhi kehidupan gereja lokal mereka. Banyak warga gereja yang tewas dalam pengeboman, atau beremigrasi ke negara-negara Barat.

“Sungguh sangat baik orang-orang dari negara lain ada di sini untuk mendengarkan kami,” kata Sarah, seorang wanita muda Suriah.

Bagi sebagian besar dari 400 anak muda yang datang dari negara-negara Barat, acara itu juga menjadi kesempatan pertama kali mereka bertemu dengan orang Kristen Timur Tengah. Dalam lokakarya pagi mereka mengalami betapa berbuahnya pertukaran ekumenis. Dengan berbicara tentang tema utama “Orang Benar akan Bertumbuh seperti Pohon Aras di Lebanon” (Mazmur 92), mereka merefleksikan tentang akar mereka, apa yang memelihara iman mereka, dan bagaimana mereka dapat menjangkau yang lain seperti cabang pohon aras yang tumbuh horizontal.

“Ketika Anda tidak memiliki iman, mudah untuk takut,” Amir, seorang Kristen Koptik muda dari Mesir menyatakan. Ia berasal dari sebuah gereja yang beberapa kali terkena dampak serangan teroris dalam beberapa tahun terakhir.

“Membaca ayat ini, saya tidak pernah berpikir bahwa aras bisa menjadi simbol iman,” kata seorang gadis Swedia.

Baginya, itu selalu hanya sebatang pohon. “Orang Kristen Timur Tengah memiliki hubungan yang lebih dekat dengan apa yang tertulis dalam Alkitab. Mereka hidup dalam konteks yang sama dengan mereka yang berbicara dalam Alkitab,” katanya.

Dan, seorang mahasiswa Protestan dari Jerman cukup senang menemukan dirinya dalam konteks non-Barat. “Senang mendengar tentang pengalaman orang-orang muda di negara-negara seperti Suriah, Irak, atau Palestina,” katanya. Seperti banyak peserta Eropa lain, ia bersemangat menyanyikan nyanyian Taizé dalam bahasa Arab.

Ruang untuk Dialog

Hari terakhir pertemuan dicadangkan untuk dialog Kristen-Muslim. Selama beberapa tahun, tanggal 25 Maret telah menjadi hari libur umum di Lebanon. Orang Kristen dan Muslim merayakan Kabar Baik Maria, karena Maria juga sosok yang penting dalam Alquran.

Dalam acara itu, Mohamed Saleh, seorang Muslim muda bercerita tentang pengalamannya dengan Taizé. Ia salah satu Muslim pertama yang tinggal selama beberapa minggu di komunitas ekumenis di Prancis. Ia mengatakan kepada hadirin bahwa pengalaman itu telah menjadi titik perubahan dalam hidupnya. (oikoumene.org)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home