Pertumbuhan Investasi di Indonesia Kalah Jauh dari Malaysia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan, dibandingkan dengan negara-negara pesaing terutama negara-negara yang dekat dengan Indonesia, pertumbuhan investasi di Indonesia kalah jauh. Sesuai data BKPM tahun 2017, India naik 30 persen, Filipina naik 38 persen, Malaysia naik 51 persen, sementara Indonesia 10 persen.
Menurut Presiden, alasan nomor satu kita kalah bersaing adalah regulasi.
“Kita ini kebanyakan aturan-aturan, kebanyakan persyaratan-persyaratan, kebanyakan perizinan-perizinan yang masih berbelit-belit,” kata Presiden Jokowi saat memberikan arahan pada Rapat Koordinasi Pemerintah (RKP) mengenai Percepatan Pelaksanaan Berusaha di Daerah, di Istana Negara, Jakarta, hari Selasa (23/1) siang.
Untuk itu, Presiden berpesan kepada seluruh Gubernur dan terutama Ketua DPRD, jangan buat Perda (Peraturan Daerah) lagi yang menyebabkan tambah ruwet. Apalagi, Perda kalau orientasinya proyek .
“Kalau orientasinya hanya ingin membuat perda sebanyak-banyaknya, sudahlah. Yang paling penting menurut saya perda itu kualitasnya bukan banyak-banyakan. Kalau sudah ngeluarin perda banyak itu sebuah prestasi, menurut saya ndak,” ujar Presiden
Presiden membandingkan proses perizinan yang dibutuhkan investor di Pusat dengan di Daerah. Untuk pembangkit listrik misalnya, di Pusat sudah bisa dipangkas tinggal hanya 19 hari. Namun di daerah, menurut Presiden, masih 775 hari. Di bidang pertanian, di Pusat sudah 19 hari, di daerah masih 726 hari. Sementara di perindustrian, di Pusat 143 hari di daerah 529 hari.
Untuk itu, Presiden menekankan pentingnya mengharmonisasi kembali kebijakan pemerintah daerah dengan kebijakan pemerintah pusat.
“Ini perlu saya ingatkan, yang namanya otonomi daerah itu bukan federal. Kita adalah negara kesatuan, Negara Kesatuan Republik Indonesia, jadi hubungan antara pusat, provinsi, kabupaten, dan kota ini masih satu, masih satu garis,” tegas Presiden.
Jika seluruh provinsi, kabupaten, dan kota masing-masing mengeluarkan aturan sendiri-sendiri, mengeluarkan regulasi sendiri-sendiri, standar-standarnya juga sendiri-sendiri, apalagi prosedur-prosedurnya juga sendiri-sendiri tanpa koordinasi, tak ada harmonisasi, menurut Presiden, yang terjadi adalah fragmentasi.
“Kita menjadi bukan menjadi sebuah pasar besar lagi, pasar nasional, pasar tunggal yang besar tetapi terpecah menjadi pasar yang kecil-kecil, sebanyak 34 provinsi dan 514 kabupaten dan kota,” kata Presiden seraya menambahkan, bahwa kekuatan kita ini adalah sebuah pasar tunggal yang besar yaitu pasar nasional.
Itulah, lanjut Presiden, yang dirasakan oleh investor, bahwa dari sisi regulasi begitu mereka mengurus di Pusat kemudian dilanjutkan ke daerah itu seperti masuk ke wilayah yang lain. Ini yang bahaya kalau persepsi itu muncul,”ujarnya.
Inilah, menurut Presiden, yang ingin diperbaiki, solusinya dengan single submission. “Kita duduk bersama nanti untuk berkoordinasi, untuk membuat harmonisasi, sehingga menyatukan pasar besar kita dalam satu kesatuan, dalam sebuah destinasi investasi nasional, dengan aturan main dengan perizinan, dengan undang-undang, dengan perda yang inline satu garis,” tutur Presiden Jokowi.
Rapat Koordinasi Pemerintah itu dihadiri oleh Menko Perekonomian Darmin Nasution, Mensesneg Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Staf Presiden Moeldoko, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly, Kepala BKPM Thomas Lembong, para Gubernur dan Ketua DPRD Tingkat I seluruh Indonesia.(Setkab)
Editor : Melki Pangaribuan
Satu Kritis, Sembilan Meninggal, 1.403 Mengungsi Akibat Erup...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak 1.403 korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, N...