Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 20:58 WIB | Senin, 13 Oktober 2014

PGI: Jangan Sampai Penolakan Basuki Terjadi di Tempat Lain

PGI merasa penting karena tema ini sebagai sebuah pergumulan gereja untuk lima tahun mendatang. “Isu ini diangkat dan dibahas agar dapat mencapai titik temu, dimana gereja-gereja harus siap apabila berhubungan dengan radikalisme. Atau paling tidak ekspresi dari kelompok-kelompok tersebut di masa mendatang,” kata Henrek kepada satuharapan.com.
PGI: Jangan Sampai Penolakan Basuki Terjadi di Tempat Lain
Front Pembela Islam melakukan unjuk rasa menentang Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo. (Foto-foto: Prasasta Widiadi).
PGI: Jangan Sampai Penolakan Basuki Terjadi di Tempat Lain
Forum Betawi Bersatu melakukan unjuk rasa menentang Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo.
PGI: Jangan Sampai Penolakan Basuki Terjadi di Tempat Lain
Forum Umat Islam melakukan unjuk rasa menentang Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo.
PGI: Jangan Sampai Penolakan Basuki Terjadi di Tempat Lain
Forum Betawi Bersatu melakukan unjuk rasa menentang Basuki Tjahaja Purnama sebagai Gubernur DKI Jakarta menggantikan Joko Widodo.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Henrek Lokra, pemimpin redaksi Berita Oikoumene milik Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia berharap di kemudian hari tidak ada lagi di wilayah lain di Indonesia aksi seperti penolakan seorang pemimpin dengan alasan perbedaan kepercayaan seperti yang terjadi pada Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta saat ini, Basuki Tjahaja Purnama.

“Kita harapkan tindakan nyata dari pemerintahan Jokowi (Joko Widodo) dan JK (Jusuf Kalla) mendatang agar tindakan seperti itu (penolakan kepala daerah) jangan dibarkan lagi, karena akan memberi preseden buruk bagi demokrasi di Indonesia, karena salah satu esensi demokrasi yakni menerima perbedaan pendapat,” kata Henrek pada satuharapan.com, Senin (13/10).

Ia menjelaskan apabila dibiarkan maka akan memberi preseden buruk bagi daerah lain di Indonesia yang bisa saja mencontoh aksi beberapa organisasi kemasyarakatan (ormas) berbasis agama tertentu yang akhir-akhir ini melakukan penolakan besar-besaran terhadap Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta saat ini, Basuki Tjahaja Purnama.

Salah satu ormas yang memicu aksi unjuk rasa besar-besaran yakni Front Pembela Islam (FPI) pada Jumat (3/10) dan disayangkan aksi di Kantor Gubernur DKI Jakarta tersebut berlangsung ricuh banyak tindakan anarkis yang mereka lakukan, selanjutnya Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya berhasil mengamankan puluhan tersangka termasuk satu yang diduga sebagai aktor intelektual.

“Alasan lain yakni, kita tidak harapkan itu terjadi (penolakan Basuki diangkat sebagai gubernur), mereka (ormas keagamaan tertentu) harus bisa menerima Jokowi maupun Ahok (Basuki) itu diangkat secara konstitusional dua tahun yang lalu, artinya mereka harus menerima perbedaan,” Henrek melanjutkan.

Henrek mengatakan saat ini langkah terpenting yakni menempatkan seluruh pelaku tindakan kekerasan pada ranah hukum.

“Para penegak hukum harus menegakkan kinerja seoptimal mungkin,” Henrek melanjutkan.

Henrek menegaskan bahwa fenomena seperti penolakan Basuki Tjahaja Purnama merupakan bukti pemahaman demokrasi sangat tipis karena saat ini pelaksanaan demokrasi yang utama harus ada tuntunan dari para pemuka agama, dalam hal ini PGI.

Radikalisme menjadi salah satu materi yang diangkat dalam diskusi pada Sidang Raya PGI XVI tahun 2014 karena sikap-sikap kaum radikalisme sama sekali kontra dengan demokrasi.

PGI merasa penting karena tema ini sebagai sebuah pergumulan gereja untuk lima tahun mendatang.  “Isu ini diangkat dan dibahas agar dapat mencapai titik temu, dimana gereja-gereja harus siap apabila berhubungan dengan radikalisme. Atau paling tidak ekspresi dari kelompok-kelompok tersebut di masa mendatang,” Henrek mengakhiri pembicaraan.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home