Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 15:29 WIB | Kamis, 20 Oktober 2016

Pulai, Pohon Penghijauan Berkhasiat Obat

Pulai (Alstonia scholaris,(L.) R. Br.). (Foto: The Poison Diaries)

SATUHARAPAN.COM – Tumbuhan pulai selama ini lebih banyak dipilih untuk penghijauan, karena daunnya yang hijau mengkilat, rimbun, dan melebar ke samping, memberikan kesejukan. Namun, pulai, terutama kulitnya, juga dikenal sejak lama sebagai bahan baku obat. Kulit pulai berkhasiat untuk mengobati penyakit radang tenggorokan dan lain-lain.

Di Indonesia, mengutip dari perpustakaan.pom.go.id, pulai dikenal dengan banyak nama lokal, yakni pule (Melayu dan Jawa), lame (Sunda), polay (Madura), hanjalutung (Kalimantan Selatan), kayu skala (Minahasa), rita (Makasar), lita-lita (Bugis), rite (Ambon), tewer (Banda), leleko (Halmahera), hange (Ternate), allag (Irian Jaya). Dr A Seno Sastroamidjojo, dalam bukunya, Obat Asli Indonesia (1967), menyebutkan nama lokal lain, yakni kayu gabus. Sementara di Wikipedia, juga disebutkan nama lokal lamo dan jelutung. Dalam bahasa Inggris, tumbuhan ini disebut indian devil tree.

Kualitas kayu pulai tidak terlalu keras dan kurang disukai untuk bahan bangunan karena kayunya mudah melengkung jika lembap. Tetapi, kayu pulai banyak digunakan untuk membuat perkakas rumah tangga dari kayu dan ukiran serta patung.

Pulai memiliki nama ilmiah Alstonia scholaris, (L.) R. Br., dengan nama sinonim Echiles scholaris, L., Tabernaemontana alternifolia, Burm., dan Echites pala, Ham.

Pulai adalah tumbuhan asli Asia Tenggara (Kamboja, Myanmar, Thailand, Vietnam, Indonesia, Malaysia, Filipina), Papua Nugini, Tiongkok (Guangxi, Yunnan), Sub Benua India (India, Nepal, Sri Lanka, Pakistan, Bangladesh), Australia (Queensland), dan Pasifik (Kepulauan Solomon).

Mengutip dari perpustakaan.pom.go.id, pulai adalah tumbuhan pohon dengan tinggi 10-50 meter. Pohonnya berbatang tegak, berkayu, percabangan menggarpu, dan berwarna hijau gelap. Akarnya tunggang dan berwarna cokelat.

Daunnya daun tunggal, bentuknya lanset, ujungnya membulat dan pangkalnya meruncing. Tepinya rata, panjang daun 10-20 cm dan lebar 3-6 cm, pertulangan menyirip, permukaan atas licin, panjang tangkai lebih kurang 1 cm dan warnanya hijau.

Bunganya majemuk, bentuknya malai, terdapat di ujung batang, bentuk kelopak bunga bulat telur, panjang tangkainya 2,5-5 cm, berambut, dan warnanya hijau. Benang sari melekat pada tabung mahkota dengan panjang tangkai putik 3-5 mm, kepala putik meruncing, bakal buah berbulu dan berwarna putih. Bentuk tabung mahkota bunga bulat telur dengan panjang 7-9 mm dan berwarna putih kekuningan. Bunganya mekar di bulan Oktober dan memiliki aroma yang harum.

Buahnya bumbung dengan bentuk pita dan panjangnya 20-50 mm, warnanya putih. Biji kecil dengan panjang 1,5-2 cm dan berwarna putih.

Seno Sastroamidjojo dalam buku Obat Asli Indonesia menyebutkan pulai mengandung banyak getah, kayunya sangat ringan, dan tidak ada galihnya.

Di Jawa, pohon ini ditemukan hingga di ketinggian 900 meter di atas permukaan air laut.

Manfaat dan Khasiat Pulai

Pulai,  yang masuk ke dalam famili Apocynaceae, mengutip dari infokehutanan.jambriprov.go.id, banyak tumbuh liar di hutan atau ditanam di perkebunan untuk bahan baku pensil, seperti di Lubuk Linggau, Sumatera Selatan. Pulai banyak pula tumbuh di daerah Jambi, Bengkulu, Kalimantan, dan daerah lainnya.

Jenis ini termasuk kelompok kayu ringan. Dari segi kekuatannya, tergolong kayu kelas kuat IV-V. Dari sifat pengerjaan, kayu pulai mudah digergaji, diserut, dan dibor, baik dalam keadaan segar maupun kering. Kayu ini juga mudah diawetkan dan dikeringkan, dengan tingkat keawetan termasuk kelas awet V.

Pohon ini mengandung banyak getah. Getahnya berwarna putih, rasanya sangat pahit. Rasa pahit itu didapatkan pula dari akar, kulit batang, dan daun. Pada bagian pohon ini terdapat bahan yang sudah diketahui antara lain alkaloida berupa ditamine, ditaine, dan echi-kaoetchine. Pada kulit batang terdapat kandungan saponin, flavonoida, dan polifenol. Sedangkan untuk zat pahit terdapat kandungan echeretine dan echicherine. Seno Sastroamidjojo dalam buku Obat Asli Indonesia (1967) juga menyebutkan pulai mengandung zat pahit echitine dan echiteine.

Dari kandungan kimia yang terdapat di dalamnya, pulai sering pula digunakan dalam pengobatan tradisional. Tanaman ini memiliki sifat antipiretik, antimalaria, antihipertensi, serta antiandenergik, dan melancarkan saluran darah.

Penggunaan kandungan ini, yang bisa berasal dari akar, kulit batang , daun, dan getah, dapat dijadikan obat nyeri (di sisi dada) jika dikunyah bersama pinang dan ampasnya dibuang. Akarnya juga untuk obat tukak di dalam hidung, mengobati koreng dan borok.

Kulit batang pulai bermanfaat untuk mengatasi demam, hipertensi, tonikum, ekspektoran, perut kembung, ginjal membesar, demam nifas, hemoroid dan sakit kulit. Cara penggunaannya adalah dengan merebus kulit batang pulai yang dicampur dengan bahan lain. Air rebusannya itu disaring dan diminum sekaligus. Penggunaan getahnya dapat pula berkhasiat untuk mengatasi koreng, borok pada hewan, bisul dan kecacingan (kremi). Untuk mengatasi penyakit tersebut, getahnya dicampurkan dengan bahan lain.

Daun pulai jenis pulai waluh pun punya manfaat yang banyak. Rebusan daun pulai dan bahan lain bisa mengobati sifilis, beri-beri, sakit usus, cacing, disentri, diare menahun, diabetes, dan malaria.

Manfaat pulai sebagai obat herbal itu sudah dikenal lama di berbagai wilayah, termasuk dalam tradisi pengobatan Ayurveda di India.

Sidik Raharjo salam buku Rangkuman Fungsi dan Khasiat Tanaman Obat, terbitan Merapi Farma Herbal, menyebutkan kulit batang pulai dimanfaatkan sebagai obat demam, tekanan darah tinggi, malaria, limpa, kurang nafsu makan, kencing manis, wasir, anemia, haid, rematik, beri-beri, kaki gajah, cacing kremi, radang ginjal, tukak dalam hidung.

Daunnya dimanfaatkan untuk obat borok, bisul, dan payudara bengkak.

Pengamatan World Conservation Monitoring Centre pada 1998, memasukkan pulai dalam IUCN Red List of Threatened Species, spesies yang terancam kepunahan. 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home