Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 12:59 WIB | Rabu, 17 Februari 2016

Sambiloto, Obat Herbal Anti Diabetes Melitus

Sambiloto yang memiliki nama ilmiah Andrographis paniculata (Burm.f.) Wall. ex Nees. (Foto: id.wikipedia.org)

SATUHARAPAN.COM – Sambiloto termasuk salah satu obat herbal yang sudah banyak diteliti khasiatnya secara ilmiah oleh peneliti Tanah Air. Sambiloto juga termasuk obat herbal yang sudah dimanfaatkan secara luas untuk mengobati beberapa penyakit, dalam bentuk kemasan modern.  

Sambiloto, seperti dapat dibaca di Wikipedia, dikenal dalam berbagai nama, antara lain sambilata (Melayu); ampadu tanah (Sumatera Barat); sambiloto, ki pait, bidara, andiloto (Jawa Tengah); ki oray (Sunda); pepaitan (Madura).

Di India dan sekitarnya, tumbuhan ini dikenal dalam berbagai nama, di antaranya chooraita (Punjabi), kalmeg (Bengali), kariyatu (Gujarat), kirayat (Hindi). Di Tiongkok daratan, tumbuhan ini disebut chuan xin lien. Dalam bahasa Inggris, tumbuhan ini dikenal dengan nama green chirayta, creat, king of bitters, atau india echinacea. Berbagai nama itu disatukan oleh nama ilmiah Andrographis paniculata (Burm.f.) Wall. ex Nees, yang berlaku secara internasional.

Sambiloto merupakan tumbuhan berkhasiat obat berupa terna tegak yang tingginya bisa mencapai 90 sentimeter. Asalnya diduga dari wilayah tropis Asia. Penyebarannya dari India meluas ke selatan sampai di Siam, ke timur sampai semenanjung Malaya, kemudian ditemukan di Jawa.

Sambiloto tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 700 meter dari permukaan laut, dengan curah hujan 2.000-3.000 mm per tahun dan suhu udara 25-32 derajat celcius.

Bambang Pujiasmanto, staf pengajar Fakultas Pertanian UNS, dalam penelitian untuk disertasinya, berjudul “Strategi Peningkatan Status Tumbuhan Sambiloto (Andrographis paniculata Ness.) Menjadi Tanaman Budidaya”, menyebutkan masyarakat memanfaatkan bagian tajuk (daun dan batang) tumbuhan sambiloto sebagai bahan obat tradisional untuk obat penguat, obat demam, disentri, kolera, diabetes, sakit paru-paru, influenza, dan bronkhitis.

Wikipedia menyebutkan tumbuhan ini juga dimanfaatkan masyarakat untuk mencegah pembentukan radang, memperlancar air seni (diuretika) dan terkena racun.

Kandungan senyawa kalium memberikan khasiat menurunkan tekanan darah. Hasil percobaan farmakologi menunjukkan air rebusan daun sambiloto 10 persen dengan takaran 0.3 ml/kg berat badan dapat memberikan penurunan kadar gula darah yang sebanding dengan pemberian suspensi glibenclamid.

Daun sambiloto juga dipercaya bisa digunakan sebagai obat penyakit tifus dengan cara mengambil 10-15 daun yang direbus sampai mendidih dan diminum air rebusannya.

Dosen dan salah satu anggota tim peneliti sambiloto dari Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Prof Dr Agung Endro Nugroho MSi, Apt, seperti dikutip dari ugm.ac.id, mengatakan dari hasil percobaannya yang dilakukan pada mencit diketahui daun sambiloto mengandung andrografolid, deoksiandrografolid, neoandrografolid, 14-deoksi-didehidroandrografolid, dan homoandro-grafolid.

Andrografolid dengan komponen fitokimia utama mampu menurunkan kadar glukosa darah dan ekspresi GLUT-4 pada tikus DM tipe 1.

Hasil penelitian yang disampaikan dalam sesi pararel Forum Riset Industri Indonesia ke-4 pada 2012, itu memang baru dilakukan pada tikus. Namun, sudah diketahui pemberian isolat andrografolid atau ekstrak herba sambiloto terpurifikasi selama lima hari menunjukkan aktivitas hipoglikemik yang poten pada tikus diabetes mellitus dengan resistensi insulin. Keduanya juga poten menurunkan kadar LDL dan trigliserida, namun tidak berefek terhadap kadar kolesterol dan berat badan tikus.

Kombinasi antara ekstrak terpurifikasi dan metformin menunjukkan aktivitas anti DM lebih rendah dibandingkan penggunaan tunggalnya. Yang menarik, dari temuannya andrografolid dan ekstrak sambiloto menurunkan kadar glukosa darah pada tikus DM tipe 2 resistensi insulin melalui peningkatan ekspresi protein GLUT4 pada jaringan otot.

Sambiloto, seperti dikemukakan Bambang Pujiasmanto, selama ini tumbuh di tempat terbuka seperti ladang, pinggir jalan, tebing, saluran atau sungai, semak belukar, di bawah tegakan pohon jati atau bambu. Masyarakat memanen tumbuhan ini dari habitat asli.

Ia mengingatkan, melihat kebutuhan sambiloto untuk obat tradisional sebanyak 709,6 ton simplisia basah setiap tahunnya, maka perlu upaya pembudidayaan tumbuhan sambiloto menjadi tanaman budidaya. 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home