Loading...
HAM
Penulis: Kartika Virgianti 19:12 WIB | Kamis, 04 September 2014

SBY Gagal Lindungi Minoritas, Jokowi-JK Ditagih Komnas HAM

Dari kiri ke kanan, Peneliti The Wahid Institute, M. Subhi Azhari, Komisioner Komnas HAM, Imdadun Rahman, dan Koordinator Desk KBB Komnas HAM, Jayadi Damanik. (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), M. Imdadun Rahman menyatakan selama 10 tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai gagal menyelesaikan persoalan kasus pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB).

Oleh sebab itu, pada pemerintahan baru Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla (JK) akan terus didesak untuk penyelesaian sesuai dengan lima rekomendasi Komnas HAM.

“Sejumlah rekomendasi telah disampaikan Komnas HAM, tetapi tidak mendapat respon dan tak kunjung dilaksanakan. SBY patut dinilai gagal, pelanggaran hak minoritas masih terus ada. Maka tentu rekomendasi Komnas HAM harus dilaksanakan pemerintahan baru Jokowi-JK,” kata Imdadun dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (4/9). 

Bahwa pemerintah telah gagal menjalankan kewajiban, meskipun Komnas HAM telah menempuh jalan yang maksimal, tetapi tidak dilaksanakan bahkan oleh otoritas tertinggi negara yang dalam hal ini adalah presiden.

“Kami tidak ingin kegagalan ini diteruskan pemerintah yang baru. Sebab itu kami dorong dalam 100 hari pemerintahan baru, urusan ini harus menjadi prioritas, sebagai sinyal bahwa pemerintah serius selesaikan pelanggaran KBB yang dilakukan kelompok intoleran. Karena kalau tidak, pemerintah akan dianggap rakyat tidak berdaya terhadap kelompok intoleran. Maka pemerintah baru harus merestorasi keberdayaannya untuk mewujudkan keadilan itu bagi setiap warga negara,” papar Imdadun.

Lima rekomendasi Komnas HAM tersebut sebagaimana dibacakan oleh Koordinator Desk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Komnas HAM, Jayadi Damanik antara lain, pertama, kepastian hukum dan perlindungan bagi korban pengungsi Ahmadiyah di Transito Mataram, pengungsi Syiah Sampang di Surabaya, jemaat HKBP Filadelfia di Bekasi, jemaat GKI Yasmin di Bogor, jamaah Masjid di Batuplat NTT, dan jamaah Mushala di Denpasar, Bali.

Kedua, mengevaluasi pelaksanaan peraturan bersama Menteri Agama (Menag) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) No.8 dan No.9 tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama. Peraturan tersebut hanya melindungi umat mayoritas, sedangkan kelompok minoritas dilanggar haknya.

Ketiga, mencabut Surat Keputusan Bersama (SKB) Menag, Jaksa Agung dan Mendagri No.3 tahun 2008 tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat. SKB tersebut justru memicu aksi kekerasan terhadap kelompok Ahmadiyah.

Keempat, keberadaan Undang-Undang tentang Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, perlu dipertimbangkan pemerintah dan parlemen, sebagaimana ditegaskan dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi (MK).

Kelima, membentuk panitia khusus yang bertugas menyelesaikan kasus-kasus dan pemajuan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta menjadikan rekomendasi Komnas HAM sebagai prioritas kebijakan presiden terpilih.

 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home