Loading...
INDONESIA
Penulis: Eben E. Siadari 16:24 WIB | Rabu, 14 Oktober 2015

Sekum PGI: Kekerasan di Singkil Ikut Difasilitasi Negara

Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Gomar Gultom (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Gomar Gultom,  sangat menyesalkan terjadinya apa yang dia sebut sebagai Tragedi Singkil, yakni pembakaran dan perusakan sejumlah gereja, bentrokan fisik dan jatuhnya korban meninggal.

Menurut dia, peristiwa kekerasan di Singkil ikut difasilitasi oleh negara.

"Kesepakatan yang dibuat Bupati dan Muspida bersama ormas Islam beberapa hari sebelumnya adalah sebuah fasilitas negara yang memperkenankan masyarakat sipil menggunakan kekerasan," kata dia, dalam percakapan dengan satuharapan.com, hari ini (14/10).

Menurut Gomar Gultom yang tengah berada di Makassar, ketidak-hadiran negara ketika kekerasan dan pembakaran terjadi juga sangat disesalkan. Alasan aparat kurang jumlah dibandingkan dengan jumlah massa, tidak masuk akal karena sudah beredar informasi berhari-hari sebelumnya.

"Jadi memang terjadi pembiaran yang sistematis oleh negara," tutur dia.

Gomar melanjutkan, terjadinya bentrok adalah sebuah risiko ketika masyarakat dibiarkan main hakim sendiri.

"Seharusnya tegas, di seluruh Indonesia, hanya negara yang berhak menggunakan alat pemaksa dan kekerasan. Segala bentuk kekerasan oleh masyarakat harus ditindak tegas oleh negara. Dalam bentrok tersebut, warga gereja ada pada posisi mempertahankan diri atas serangan yang terjadi," tutur Gomar.

Ia berpendapat, alasan ketiadaan izin pembangunan gereja tidak bisa dijadikan dalih untuk kekerasan dan main hakim sendiri. Sebab, keberatan dengan keberadaan gereja bisa diajukan ke pengadilan.

"Lagi pula, pasal 14 Perber Menag dan Mendagri 2006 jelas mengatakan kalau kondisi objektif komunitas membutuhkan rumah ibadah dan mereka belum bisa memenuhi persyaratan yang disebut oleh Perber, pemerintah daerah wajib memfasilitasi mereka agar bisa menjalankan ibadahnya. Bukan malah memfasilitasi warga membongkar atau membakar."

Menurut dia, gereja ada tanpa izin bukanlah karena kesengajaan. Ini lebih karena regulasi dan fasilitasi negara yang tidak fair. "Gereja berupaya mengurus juga bertahun-tahun tak ada hasil."

Ia mengatakan, masyarakat Pakpak sudah hadir di Singkil jauh sebelum kemerdekaan. Daerah Singkil adalah daerah ulayat hak masyarakat adat Pakpak.

"Mereka berhak dong bangun rumah ibadah di sana. Memang Singkil masuk wilayah administratif Aceh Darussalam, tapi sudah beberapa generasi didiami etnik Pakpak," kata dia.

Gomar  mempertanyakan, respon semua elemen masyarakat dan negara yang terkesan diam belaka.

"Menjadi pertanyaan, dimana semua elemen masyarakat dan negara yang begitu hebohnya dengan masjid yang terbakar di Tolikara, sementara tragedi yang parah di Singkil seolah kita menutup mata?" tanya dia.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home