Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 19:09 WIB | Kamis, 25 Februari 2016

Srikaya, Masuk Ensiklopedia Tanaman Antikanker

Srikaya (Annona squamosa, L). (Foto: Sotyati)

SATUHARAPAN.COM – Buah srikaya yang kita kenal, adalah tumbuhan asli Amerika Latin dan Kepulauan Karibia dan sekitarnya, yang kemudian menyebar ke seluruh dunia. Buah nona, nama lainnya, yang manis rasanya dan beraroma wangi ini, sangat potensial dikembangkan karena mengandung khasiat obat untuk bermacam penyakit.   

Karena penyebarannya yang luas, srikaya yang memiliki nama ilmiah Annona squamosa L., dikenal dengan berbagai macam nama, baik di Indonesia ataupun di berbagai belahan dunia.

Di kawasan Amerika Latin, nama buah yang dalam bahasa Inggris disebut sweet-sop, sugar-apple, ataupun custard-apple ini bermacam-macam, mulai dari anón, anón de azucar, anona blanca, saramuyo, hingga grenadilla. Masyarakat Haiti menyebutnya kachiman, sementara nama yang lain pomme cannelle (Martinique), annona guatemala (Nikaragua), fruta-do-conde, fruta-de-conde, condessa, fruta-pinha, ata, atau anona (Brasil), sweet-sop (Jamaika), sugar-apple (Bahama).

Nama dalam bahasa Inggris yang lain dikenal di Hong Kong, yakni foreign lychee. Ada pula yang menyebutnya custard apple, terutama di India dan Austrialia, nama yang merujuk pada spesies kerabatnya, Annona reticulata. Di Jerman, karena rasanya, buah ini disebut Zimtapfel.

Di Indonesia, ada yang menyebut srikaya, ada pula yang menyebutnya buah nona, sama dengan sebutan di Singapura dan Malaysia. Di Aceh, tumbuhan ini disebut seureuba.  

Wikipedia menyebutkan warga Thailand juga menamakan ini dengan nama tak jauh berbeda, noi-na atau noi-nong. Nama itu kemudian berubah menjadi beraneka ragam, yakni atis (Filipina), mãng cầu ta, na (Vietnam), aajaa thee (Myanmar), plae teib (Kamboja). Di Taiwan, buah yang sama disebut sakya.

Beralih ke wilayah barat, namanya pun berubah lagi, menjadi sharifa (Pakistan), saripha atau aati (Nepal), anoda atau katu atha (Sri Lanka). Di India, nama buah tumbuhan ini bermacam-macam bergantung pada wilayah, di antaranya ata (Bengali), sitaphal (Gujarat dan Marathi), sharifa (Punjabi), sitappalam (Tamil).

Di wilayah Arab, disebut qishta, ishta, atau ashta, dan di Yaman disebut khirmish. Nama di berbagai negara Afrika pun beraneka macam, di antaranya matomoko (Kenya), matopetope (Tanzania), dan conicony (Madagaskar).

Srikaya adalah tumbuhan pohon 4 – 10 meter, dengan kulit pohon tipis berwarna keabu-abuan, dan getah kulitnya beracun.

Srikaya masuk dalam ensiklopedia tanaman antikanker di dalam situs resmi Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Anindyajati dan Rita Riata CCRC UGM mengutip dari Inventaris Tanaman Obat Indonesia karyai Sri Sugati Syamsuhidayat dan Johnny Ria Hutapea (1991), menuliskan daun tumbuhan ini daun tunggal, bertangkai, kaku, letaknya berseling. Helai daun berbentuk lonjong hingga jorong menyempit, ujung dan pangkal runcing, dasar lengkung, tepi rata, permukaan daun berwarna hijau, bagian bawah hijau kebiruan. Rasanya pahit.

Bunganya bergerombol pendek menyamping sebanyak 2-4 kuntum, dengan warna kuning kehijauan, tumbuh pada ujung tangkai atau ketiak daun.

Buahnya adalah buah semu, berbentuk bola atau kerucut atau menyerupai jantung, dengan permukaan berbenjol-benjol. Warnanya hijau berbintik. Buah ini menggantung pada tangkai yang cukup tebal. Jika masak, anak buah akan memisahkan diri satu dengan yang lain, berwarna hijau kebiruan. Daging buah berwarna putih semikuning, berasa manis. Biji membujur di setiap karpel, halus, berwarna cokelat tua hingga hitam. Biji masak berwarna hitam mengkilap.

Pusat data nutrisi Kementerian Pertanian Amerika Serikat menyebutkan srikaya mengandung energi tinggi, kaya kandungan vitamin C dan mangan, serta sumber thiamine dan vitamin B6, B2, B3, B5, B9, besi, magnesium, fosfor, dan potasium.

Selain dikonsumsi langsung sebagai buah meja, srikaya diolah menjadi berbagai produk olahan. Srikaya diolah menjadi anggur di Filipina. Sari buahnya juga sering diolah menjadi campuran es krim, custard, milk shake, puding, atau cake.

Secara tradisional, rebusan daun srikaya dimanfaatkans ebagai obat cacing. Daunnya yang dilumatkan menjadi bubur, menjadi obat abses dan tukak lambung. Buahnya yang masih muda, yang kaya akan kandungan tannin, dapat dimanfaatkan sebagai obat diare dan disentri, demikian juga kulit kayunya.

Wikipedia juga menyebutkan daunnya secara tradisional dimanfaatkan sebagai pewarna kain.

Sejak penggal akhir tahun 1990, menurut CCRC Fakultas Farmasi UGM, kandungan senyawa srikaya menjadi objek riset peneliti berbagai lembaga. Senyawa-senyawa asetogenin (skuamostanin A, B, C, dan D) serta annotemoyin-1 dan -2, dan glukopiranosid kolesteril pada srikaya memiliki efek sitotoksik.

Wu YC dan tim penelitinya, seperti dikutip dari situs CCRC Fakultas Farmasi UGM, membuktikan senyawa-senyawa tertentu yang dikandung srikaya sebagai inhibitor replikasi HIV. Penelitian Departemen Biokimia, Fakultas Biologi dari Aligarh Muslim University, India, menyebutkan ekstrak srikaya sebagai antidiabetik dan antioksidan.

Kandungan skuamosinnya juga terbukti berfungsi sebagai insektisida, sementara kandungan ascimicinnya memiliki efek antileukemia. Caryophyllene oxide pada kulit batangnya memiliki aktivitas analgesik dan antiinflamasi.

Hingga kini peneliti masih mengeksplorasi potensi kandungan senyawa srikaya untuk melawan penyakit.  

 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home