Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 19:54 WIB | Selasa, 27 Oktober 2015

Tantangan Pemuda Lebih Besar, Pendidikan Kunci Segalanya

Mayor Infantri Agus Harimurti Yudhoyono. (Foto: Endang Saputera)

TANGERANG, SATUHARAPAN.COM – Komandan Batalyon Infanteri Mekanis 203/Arya Kemuning Mayor TNI Agus Harimurti Yudhoyono melihat pemuda saat ini memang beragam dan dia mempunyai optimisme serta harapan yang besar bahwa generasi muda harusnya lebih baik dari generasi-generasi sebelumnya .

“Kita hidup di zaman serbamodern. Bayangkan, saat ini gawai (gadget) bisa mengaskes informasi apa. Apa pun yang kita inginkan, dengan hanya jari tangan, kita bisa mengetahui dunia saat ini,” kata Agus saat berbincang dengan satuharapan.com di Batalyon Infanteri Mekanis 203/Arya Kemuning (AK), Tangerang, hari Selasa (20/10).

Menurut putra sulung mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini berbeda dengan dulu, saat orang harus bersusah payah mencari ilmu. Sulit mendapatkan buku, dan kalaupun ada mahal harganya, demi mendapatkan informasi, mendapatkan pengetahuan, mendapatkan pengalaman, namun sekarang hampir dikatakan tidak ada biayanya.

Ingin tahu apa yang terjadi di Timur Tengah saat ini, tinggal buka “google” dan kita mendapatkan real time yang terjadi yang bisa kita ketahui, detik ini di tempat berbeda, tanpa ada cost-nya. Berita dan informasi mudah diakses, tidak perlu mahal-mahal. Sekarang berkomunikasi dengan siapa pun di belahan dunia mana pun, terhubung, terintegrasi. “Ini menjadi peluang saat ini untuk generasi muda,” katanya.

Di mata Agus, generasi muda saat ini jauh lebih pintar, dalam arti lebih tahu banyak hal dan lebih maju. Sebaliknya, tantangan saat ini jauh lebih kompleks dibandingkan tantangan masa lalu. Dan, tantangan masa depan pun pasti lebih kompleks dibadingkan tantangan masa kini.

Teknologi memberikan kemudahan, tapi kompleksitas permasalahan, tantangan lain, yang menyertai teknologi tersebut, juga jauh lebih tinggi. Contohnya, apa yang terjadi hari ini bisa diketahui oleh siapa pun. Kalau ada yang bagus, itu bisa saling mempengaruhi. Sebaliknya kalau ada yang buruk, bisa menjadi virus buruk, yang cepat sekali pergerakannya.

Yang harus menjadi kepedulian, dengan akses yang begitu luas atas teknologi ini, agak sulit juga untuk memfilter generasi muda ini ke depan, semacam ketahanan terhadap pengaruh-pengaruh yang negatif yang buruk dari luar. Sekarang, tidak bisa lagi kita mengindoktrinasi generasi muda kita harus begini, harus begitu. Mereka akan balik bertanya, mengapa harus melakukan itu. Didoktrin berlebihan agak sulit.

Tetapi, kita sebagai bangsa punya kepentingan untuk terus meyakinkan generasi muda. Dan, seterusnya bangsa ini tetap bercirikan “berkarakter Indonesia” dengan Pancasila sebagai ideologi. Mengapa Pancasila, tentu karena kita hidup di negeri yang betul-betul unik.

“Saya meyakini Pancasila menjadi jalan terbaik untuk kita, di mana kita dapat mengakomodasi berbagai perbedaan kembali kepada Bhinneka Tunggal Ika. Kalau tidak ada Pancasila, mungkin kita sudah pisah, tidak bersatu, intergitas negara kita juga dipertanyakan ketika tidak ada penyatunya. Pancasila sampai hari ini saya yakin dan seterusnya akan tetap relevan sebagai guidance kita untuk terus bersatu menuju tujuan cita-cita bangsa,” dia menambahkan.

Pemuda Harus Berkompetisi

Untuk itu, kata Agus, tantangan besar yang dihadapi generasi muda saat ini harus bisa berkompetisi dengan negara lain di dunia.

“Sebagai bangsa, kita bicara besar, makro level. Tidak ada bangsa di dunia yang cukup kuat untuk menahan arus globalisasi. Artinya, globalisasi adalah kenyataan yang harus bisa dihadapi bersama secara bijak,” kata dia.

Dinamika itu semakin luar biasa 20 tahun ke depan. Kalau tidak siap, menurut Agus, kita hanya menjadi penonton. Lebih buruk lagi, bisa jadi pecundang. Tidak mungkin mundur dari era globalisasi.

Dengan demikian, kata Agus, demi menjawab tantangan terbesar dalam kompetisi itu, menyiapkan diri untuk generasi muda untuk dapat bersaing dengan sehat dan harus mempunyai tekad untuk menang di negeri sendiri, adalah keniscayaan.

“Ini rumah kita. Ini pasar kita. Jangan sampai kalah. Bahkan lebih dari itu, justru yang kita lakukan adalah keluar. Harus berbalik. Dan, tenaga-tenaga profesional kita dengan kapasitas network mereka membangun, berekspansi untuk bisa bersaing di tempat lain,” kata dia.

Agus Harimurti Yudhoyono menegaskan, bangsa yang cerdas mampu bersaing kalau benar-benar menyiapkan pendidikan formal.

Agus menganggap pendidikan itu kunci dari segala-galanya. Pendidikan formal, diikuti dari usia dini sampai dengan lulus, melanjutkan pendidikan selanjutnya, siap pakai. Untuk pendidikan informal, Agus tidak berharap keluarga menitipkan dan menyerahkan anaknya seratus persen ke sekolah.

“Anak tanggung jawab kita. Sesibuk apa pun, kita sempatkan membina, mengisi karakter mereka, mengisi kemampuan mereka untuk maju, namun sekali lagi berakar kepada nilai-nilai budaya bangsa kita, informal di rumah maupun informal di masyarakat. Perkumpulan, kelompok, yang lain-lain, juga akan semakin mengisi kapasitas maupun pengalaman generasi muda,” kata dia.

Melihat pemuda enggan turut serta membangun bangsa ini, Agus mengimbau dan mengajak pemuda-pemudi untuk berkaca, merefleksi diri. “Jangan pernah tanyakan apa yang telah negara berikan kepadamu, tetapi tanyakan kepada diri kita apa yang telah berikan untuk negara kita,” kata Agus mengutip pernyataan almarhum Presiden AS John F Kennedy yang menjadi prinsip militer.

Agus mengakui terkadang gusar melihat generasi muda hanya mengeluh, menyalahkan, menuding, tanpa memberikan solusi, tanpa mengemukan gagasan untuk perbaikan. Mengekspresikan kekecewaan atau kegusaran boleh diungkapkan di negara demokratis. “Tetapi, tidak cukup hanya itu. Harusnya dibungkus dalam semangat yang positif, bukan melulu mencari siapa yang salah, atau menyalahkan. Justru harus mengemukaan ide-ide segar dan kreatif, sehingga kita, generasi muda, menjadi bagian dari resolusi, bukan dari bagian masalah. Maka itu, mari kita bareng-bareng memotivasi, mengajak, tidak usah jauh-jauh, dimulai dari lingkungan sendiri dulu,” kata dia.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home