Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Reporter Satuharapan 08:51 WIB | Jumat, 18 Agustus 2017

Temu Ireng, Eksplorasi Potensi sebagai Obat

Temu hitam atau temu ireng (Curcuma aeruginosa, Roxb). (Foto: Thailand Plant)

SATUHARAPAN.COM – Temu hitam atau temu ireng memang tidak sepopuler kerabatnya, temu kunci dan temu lawak.

Temu kunci dikenal sebagai bumbu utama sayur bening. Tak sedap rasanya sayur bening tanpa temu kunci. Rimpang yang satu ini juga secara tradisional dimanfaatkan sebagai obat batuk herbal di kalangan warga masyarakat tertentu.

Temu lawak selain dimanfaatkan sebagai obat tradisional, juga telah diolah menjadi produk minuman. Sari temu lawak, limun beruap, produksi Ngoro, Jombang, Jawa Timur, contohnya, dikenal sejak dekade 60 sebagai salah satu oleh-oleh khas Kota Jombang.  

Namun, seperti dapat dibaca di Warta Tumbuhan Obat Indonesia yang dikeluarkan Badan Litbangkes Kemenkes RI, dari tulisan Harini M Sangat, “Pengamatan Awal Etnobotani Temu Ireng”, temu ireng mempunyai peranan yang cukup bagus dalam pengobatan tradisional Jawa. Potensinya tak kalah dengan temu-temuan yang lain.

Pengamatan awal dalam bidang etnobotani yang dilakukan di daerah Jawa, memperlihatkan pemanfaatan temu ireng masih sederhana. Umumnya temu ireng dimanfaatkan untuk jamu cekok, gepyokan, galohgor. Penulis berharap pengungkapan pengetahuan sederhana itu dapat dikembangkan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat.

Pramono S, Wahyono D, Farjawati R, dalam karya “Pengaruh Minyak Atsifu Rimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) terhadap Bobot Badan Tikus” yang dimuat di Warta Tumbuhan Obat Indonesia  Volume 7 Nomor 1, menyebutkan temu ireng secara tradisional dimanfaatkan dalam berbagai ramuan obat herbal.

Temu ireng digunakan untuk meningkatkan nafsu makan, dan biasanya dikombinasikan dengan bahan lain dalam suatu ramuan jamu penambah nafsu makan. Temu ireng digunakan sebagai karminatif, obat cacing kremi dan cacing gelang. Temu ireng juga dimanfaatkan sebagai obat untuk wanita sehabis masa nifas atau haid, serta sebagai obat koreng dan kudis.

Pemerian Botani Temu Ireng

Temu hitam memiliki nama ilmiah Curcuma aeruginosa Roxb., dari suku Zingiberaceae. Temu hitam dikenal pula dengan berbagai nama daerah seperti temu erang, temu ireng, temu lotong, atau koneng hideung.

Temu hitam, mengutip dari Wikipedia, adalah tumbuhan terna yang tingginya dapat mencapai 2 m. Batangnya semu, dan tersusun atas kumpulan pelepah daun yang basah dan berwarna hijau.

Daunnya berwarna merah lembayung-kecokelatan, yang berwarna lebih gelap pada sepanjang tulang daunnya. Daunnya tunggal, panjang, dan terdiri atas 2-9 helai. Helaiannya berbentuk bundar memanjang sampai lanset, ujung dan pangkalnya runcing, berwarna hijau tua pada kiri-kanan tulang daun. Panjang daun 31–84 cm, dengan lebar 10–18 cm.

Dr A Seno Sastroamidjojo dalam bukunya, Obat Asli Indonesia: Daftar Tumbuh-tumbuhan sebagai Bahan-bahan Obat Asli Indonesia (1967), menyebutkan jika rhizome diiris atau pecah, akan terlihat suatu bundaran berwarna biru atau kelabu, yang membuatnya dinamakan temu ireng.

Tumbuhan ini banyak ditemukan di Pulau Jawa, di hutan-hutan dan padang rumput di ketinggian 400 meter – 750 meter di atas permukaan air laut.

Penelitian Pemanfaatan Temu Ireng

Pramono S, Wahyono D, Farjawati R, dalam karya “Pengaruh Minyak Atsifu Rimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.) terhadap Bobot Badan Tikus” yang dimuat di Warta Tumbuhan Obat Indonesia  Volume 7 Nomor 1, menyebutkan temu ireng memiliki kandungan kimia berupa minyak atsiri 2 persen, pati, damar, dan lemak.

Berdasarkan kandungan minyak atsiri yang relatif tinggi dalam hubungannya dengan kegunaan rimpang temu ireng sebagai penambah nafsu makan, ketiga peneliti tersebut melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian minyak atsiri rimpang temu ireng terhadap pertambahan bobot badan tikus putih jantan selama sebulan.

Potensi temu ireng juga diungkap Teguh Anatya Satriyanto, Nyoman Suthama, dan Istna Mangisah, melalui karya penelitian “Evaluasi Pemanfaatan Protein pada Itik Peking yang diberi Ransum Mengandung Tepung Temu Hitam (Curcuma aeruginosa R.)” untuk tesis Fakultas Peternakan dan Pertanian Undip (2017).

Melalui karya penelitian yang dapat dibaca di eprints.undip.ac.id itu, para peneliti mengkaji pengaruh penambahan tepung temu hitam sebagai feed aditif terhadap produktivitas itik peking yang ditunjang oleh peningkatan pemanfaatan protein dalam ransum.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Februari 2016 di kandang Tiktok, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Analisis bahan pakan dan ekskreta dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.

 Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah 130 ekor itik peking (unsexed) umur 28 hari yang sebelumnya dilakukan pemeliharaan pada kandang brooder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ransum dengan penambahan tepung temu hitam dalam penelitian mereka berpengaruh nyata terhadap kecernaan protein, retensi nitrogen, dan bobot badan akhir, tetapi tidak terhadap konsumsi protein.

Mereka berkesimpulan penambahan tepung temu hitam sampai level tertentu  mampu meningkatkan kecernaan protein dan retensi nitrogen, sehingga meningkatkan bobot badan akhir pada itik peking.

Penelitian temu ireng yang lain dilakukan Khoirina Dwi Nugrahaningtyas, Sabirin Matsjeh, dan Tutik Dwi Wahyuni, seperti dimuat di Biofarmasi, 3 (1). pp. 32-38. ISSN 1693-2242, “Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Rimpang Temu Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)”.

Melalui penelitian itu, para peneliti mencoba mengisolasi dan mengidentifikasi kandungan flavonoid rimpang temu ireng melalui ekstraksi dengan menggunakan bahan petroleum eter, chloroform, n-butanol dan methanol, melalui Metode Soxhlet. Dari hasil analisis warna, hasil penelitian mereka menyebutkan ekstraksi mengandung flavonoid.

Seperti dapat dibaca di situs kampusfarmasi.blogspot.co.id, flavonoid mempunyai bioaktivitas yang beragam antara lain sebagai analgetik, diuretik, antikonvulsan, antiinflamasi, antifertilitas, hingga antitumor. Rutin sering digunakan untuk menyembuhkan beberapa penyakit antara lain pendarahan selaput jala, hipertensi, yang disebabkan naiknya fragilitas kapiler, pendarahan yang bersifat keturunan seperti haemofili dan pendarahan gusi.

Sebelumnya, mengutip dari kesehatanpedia.com, senyawa flavonoid dan semua jenisnya diketahui hanya berguna untuk memerangi efek radikal bebas di dalam tubuh. Namun, setelah diteliti dan dipelajari lebih jauh ternyata senyawa ini mempunyai manfaat lain yang berguna bagi kesehatan tubuh.

Senyawa flavonoid berguna untuk membantu tubuh agar terhindar dari berbagai penyakit serius seperti kanker, jantung, dan stroke. Hal tersebut disebabkan karena di dalamnya terdapat sifat yang berguna untuk memerangi efek radikal bebas.

Konsumsi makanan yang mengandung flavonoid seperti sayur dan buah-buahan, juga dapat berperan sebagai penolak alergi karena mempunyai fungsi yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home