Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 18:54 WIB | Jumat, 20 Oktober 2023

Uni Eropa Anugerahkan Penghargaan HAM Tertinggi pada Mahsa Amini

Foto Mahsa Amini dibawa oleh seorang yang ikut serta dalam demonstrasi di Washington DC, AS, yang menuntut digulingkannya rezim Iran, menyusul kematiannya di tangan polisi moralitas Iran terkait aturan mengenakan jilbab bagi perempuan Iran pada 1 Oktober 2022. (Foto: dok. AP/Cliff Owen)

STRASBOURG-PRANCIS, SATUHARAPAN.COM-Mahsa Amini, perempuan Kurdi-Iran berusia 22 tahun yang meninggal dalam tahanan polisi di Iran tahun lalu, sehingga memicu protes di seluruh dunia terhadap teokrasi Islam konservatif di negara itu, dianugerahi penghargaan hak asasi manusia tertinggi Uni Eropa atas nama Mahsa Amini, hari Kamis (19/10).

Penghargaan Uni Eropa, yang diambil dari nama pembangkang Uni Soviet, Andrei Sakharov, diciptakan pada tahun 1988 untuk menghormati individu atau kelompok yang membela hak asasi manusia dan kebebasan mendasar. Sakharov, penerima Hadiah Nobel Perdamaian, dan meninggal pada tahun 1989.

Finalis lain untuk penghargaan itu tahun ini termasuk Vilma Núñez de Escorcia dan Uskup Katolik Roma Rolando Álvarez, dua tokoh simbolis dalam perjuangan membela hak asasi manusia di Nikaragua, dan trio perempuan dari Polandia, El Salvador dan Amerika Serikat yang memimpin perjuangan untuk “ aborsi yang gratis, aman dan legal.”

Amini meninggal pada 16 September 2022, setelah dia ditangkap karena diduga melanggar undang-undang wajib mengenakan jilbab bagi perempuan di Iran. Presiden Parlemen Eropa, Roberta Metsola, mengatakan hari itu akan “hidup dalam keburukan,” dan menambahkan bahwa “pembunuhan brutal” yang dilakukannya menandai titik balik.

“Hal ini telah memicu gerakan yang dipimpin perempuan dan membuat sejarah,” katanya saat mengumumkan pemberian hadiah kepada Amini dan gerakan Perempuan, Kehidupan, Kebebasan di Iran.

“Dunia telah mendengar nyanyian ‘Perempuan, Kehidupan, Kebebasan.’ Tiga kata yang menjadi seruan bagi semua orang yang memperjuangkan kesetaraan, martabat dan kebebasan di Iran,” kata Metsola.

Perempuan memainkan peran utama dalam protes tersebut, dengan banyak di antara mereka yang secara terbuka melepas jilbab.

Uni Eropa yang beranggotakan 27 negara telah menjatuhkan sanksi terhadap pejabat dan organisasi Iran, termasuk para menteri, perwira militer, dan polisi moral Iran, atas pelanggaran hak asasi manusia akibat protes tersebut.

“Kami mendukung mereka yang, bahkan dari penjara, terus menjaga perempuan, kehidupan dan kebebasan tetap hidup,” kata Metsola. “Dengan memilih mereka sebagai penerima Sakharov Prize for Freedom of Thought 2023, Eropa mengenang perjuangan mereka dan terus menghormati semua orang yang telah membayar harga tertinggi untuk kebebasan.”

Amini meninggal tiga hari setelah dia ditangkap oleh polisi moral Iran. Meskipun pihak berwenang mengatakan dia menderita serangan jantung, para pendukung Amini mengatakan dia dipukuli oleh polisi dan meninggal akibat luka-lukanya.

Kematiannya memicu protes yang menyebar ke seluruh negeri dan dengan cepat meningkat menjadi seruan untuk menggulingkan teokrasi Islam Iran yang telah berusia empat dekade.

Pihak berwenang menanggapinya dengan tindakan keras yang menewaskan lebih dari 500 orang dan lebih dari 22.000 lainnya ditahan, menurut kelompok hak asasi manusia.

Demonstrasi-demonstrasi tersebut sebagian besar mereda pada awal tahun ini, namun masih ada tanda-tanda ketidakpuasan yang meluas. Selama beberapa bulan, perempuan terlihat secara terbuka memamerkan penolakan aturan jilbab di Teheran dan kota-kota lain, sehingga memicu tindakan keras baru selama musim panas.

Upacara penghargaan akan berlangsung pada 13 Desember. Hadiah tahun lalu diberikan kepada rakyat Ukraina dan perwakilan mereka atas perlawanan mereka terhadap invasi dan pembangkangan Rusia selama perang yang sedang berlangsung. (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home