Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 10:09 WIB | Sabtu, 14 Oktober 2023

Aktivis HAM Iran, Narges Mohammadi, Menangi Hadiah Nobel Perdamaian 2023

Aktivis HAM Iran, Narges Mohammadi, Menangi Hadiah Nobel Perdamaian 2023
Narges Mohammadi dari Iran, kanan, dari pusat Pembela Hak Asasi Manusia, mendengarkan Karim Lahidji, presiden liga Iran untuk Pertahanan Hak Asasi Manusia, dalam konferensi pers mengenai Penilaian Situasi Hak Asasi Manusia di Iran, di Markas besar PBB di Jenewa, Swiss, pada tanggal 9 Juni 2008. Hadiah Nobel Perdamaian telah dianugerahkan kepada Narges Mohammadi karena memerangi penindasan terhadap perempuan di Iran. Ketua Komite Nobel Norwegia mengumumkan hadiah tersebut pada Jumat, 6 Oktober 2023 di Oslo. (Foto: dok. Magali Girardin/Keystone via AP)
Aktivis HAM Iran, Narges Mohammadi, Menangi Hadiah Nobel Perdamaian 2023
Peraih Nobel perdamaian asal Iran, Shirin Ebadi, tengah, menyesuaikan jilbabnya, saat ia berbicara dengan sesama aktivis Narges Mohammadi, kanan, sementara Marzieh Mortazi melihatnya, sebelum konferensi persnya di Pusat Perlindungan Hak Asasi Manusia di Teheran, Iran, Senin , 17 Januari 2005. (Foto: dok. AP/Vahid Salemi)

OSLO, SATUHARAPAN.COM-Aktivis hak asasi manusia (HAM) Iran yang dipenjara, Narges Mohammadi, memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada hari Jumat (6/1) sebagai pengakuan atas kampanyenya yang tak kenal lelah untuk hak-hak perempuan dan demokrasi dan menentang hukuman mati.

Mohammadi, 51 tahun, tetap melanjutkan aktivismenya meski telah berkali-kali ditangkap oleh pihak berwenang Iran dan menghabiskan waktu bertahun-tahun di balik jeruji besi.

“Penghargaan ini pertama dan terutama merupakan pengakuan atas kerja sangat penting dari seluruh gerakan di Iran dengan pemimpinnya yang tak terbantahkan, Nargis Mohammadi,” kata Berit Reiss-Andersen, ketua Komite Nobel Norwegia yang mengumumkan penghargaan tersebut di Oslo.

Dia mengatakan panitia berharap hadiah tersebut “menjadi dorongan untuk melanjutkan pekerjaan dalam bentuk apa pun yang dianggap tepat oleh gerakan ini.” Dia juga mendesak Iran untuk membebaskan Mohammadi pada saat upacara penyerahan hadiah pada 10 Desember.

Hampir sepanjang hidup Mohammadi, Iran diperintah oleh teokrasi Syiah yang dipimpin oleh pemimpin tertinggi negara tersebut. Meskipun perempuan mempunyai pekerjaan, posisi akademis, dan bahkan jabatan di pemerintahan, kehidupan mereka dapat dikontrol dengan ketat.

Undang-undang mewajibkan semua perempuan untuk setidaknya mengenakan jilbab, untuk menutupi rambut mereka sebagai tanda kesalehan. Iran dan negara tetangga Afghanistan tetap menjadi negara yang mengamanatkan hal tersebut.

Dalam sebuah pernyataan kepada The New York Times, Mohammadi mengatakan “dukungan dan pengakuan global terhadap advokasi hak asasi manusia membuat saya lebih bertekad, lebih bertanggung jawab, lebih bersemangat dan lebih penuh harapan.”

“Saya juga berharap pengakuan ini membuat protes masyarakat Iran untuk perubahan menjadi lebih kuat dan terorganisir,” tambahnya. “Kemenangan sudah dekat.”

Mohammadi telah dipenjara 13 kali dan dihukum lima kali, menurut Reiss-Andersen. Total, dia divonis 31 tahun di penjara. Penahanan Mohammadi baru-baru ini dimulai ketika dia ditahan pada tahun 2021 setelah dia menghadiri peringatan seseorang yang terbunuh dalam protes nasional yang dipicu oleh kenaikan harga bensin.

Dia ditahan di Penjara Evin yang terkenal kejam di Teheran, yang narapidananya mencakup orang-orang yang memiliki hubungan dengan Barat dan tahanan politik. Pelecehan fisik dan seksual terhadap perempuan di penjara, sesuatu yang dikampanyekan oleh Mohammadi baik di luar maupun di balik jeruji besi, masih menjadi hal yang mewabah.

Mohammadi adalah perempuan ke-19 yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian dan perempuan  Iran kedua, setelah aktivis hak asasi manusia, Shirin Ebadi, memenangkan penghargaan tersebut pada tahun 2003.

Ini adalah kelima kalinya dalam 122 tahun sejarah penghargaan tersebut, hadiah perdamaian diberikan kepada seseorang yang berada di penjara atau dalam tahanan rumah. Tahun lalu, pembela hak asasi manusia terkemuka di Belarusia, Ales Bialiatski, termasuk di antara para pemenang. Dia tetap dipenjara.

Mohammadi berada di balik jeruji besi karena protes baru-baru ini atas kematian Mahsa Amini yang berusia 22 tahun dalam tahanan polisi. Hal ini memicu salah satu tantangan paling berat terhadap teokrasi Iran. Lebih dari 500 orang tewas dalam tindakan keras keamanan sementara lebih dari 22.000 lainnya ditangkap.

Dari balik jeruji besi, dia menyumbangkan artikel opini untuk The New York Times. “Apa yang mungkin tidak dipahami oleh pemerintah adalah semakin banyak kita yang dikurung, semakin kuat kita jadinya,” tulisnya.

Belum ada reaksi langsung dari televisi pemerintah Iran dan media lain yang dikendalikan negara. Beberapa kantor berita semi resmi mengakui kemenangan Mohammadi melalui pesan online, mengutip laporan pers asing.

Sebelum dipenjara, Mohammadi adalah wakil presiden Pusat Pembela Hak Asasi Manusia yang dilarang di Iran. Ebadi, yang dekat dengan Mohammadi, mendirikan pusat tersebut.

Pada tahun 2018, Mohammadi, seorang insinyur, dianugerahi Penghargaan Andrei Sakharov. Awal tahun ini, PEN Amerika, yang mengadvokasi kebebasan berpendapat, memberikan Mohammadi Penghargaan Kebebasan Menulis PEN/Barbey. Organisasi tersebut memuji kemenangannya.

Pilihan tersebut “merupakan penghargaan atas keberaniannya dan atas keberanian perempuan dan anak perempuan yang tak terhitung jumlahnya yang turun ke jalan di Iran dan menghadapi salah satu rezim paling brutal dan keras kepala di dunia, mempertaruhkan hidup mereka untuk menuntut hak-hak mereka,” kata CEO PEN America, Suzanne Nossel, dalam sebuah pernyataan.

Hadiah Nobel memberikan hadiah uang tunai sebesar 11 juta kronor Swedia (sekitar US$1 juta). Pemenang juga menerima medali emas 18 karat dan diploma pada upacara penghargaan di bulan Desember.

Selain Bialiatski, aktivis hak asasi manusia dari Ukraina dan Rusia juga menerima penghargaan tahun lalu, yang dianggap sebagai teguran keras terhadap Presiden Rusia, Vladimir Putin, setelah invasinya ke Ukraina.

Pemenang sebelumnya lainnya termasuk Nelson Mandela, Barack Obama, Mikhail Gorbachev, Aung San Suu Kyi dan PBB.

Berbeda dengan hadiah Nobel lainnya yang dipilih dan diumumkan di Stockholm, pendiri Alfred Nobel menetapkan bahwa hadiah perdamaian diputuskan dan diberikan di Oslo oleh lima anggota Komite Nobel Norwegia. Panel independen ditunjuk oleh parlemen Norwegia.

Hadiah perdamaian tersebut merupakan hadiah kelima tahun ini yang diumumkan. Sehari sebelumnya, komite Nobel memberikan penghargaan kepada penulis Norwegia, Jon Fosse, untuk bidang sastra. Pada hari Rabu, hadiah kimia diberikan kepada para ilmuwan yang berbasis di AS yang mempelajari titik-titik kuantum, yang penerapannya mencakup elektronik dan pencitraan medis.

Hadiah fisika diberikan pada hari Selasa kepada tiga ilmuwan yang memberi kita gambaran sekilas tentang dunia supercepat elektron yang berputar. Sepasang ilmuwan yang karyanya memungkinkan vaksin mRNA melawan COVID-19 memenangkan Hadiah Nobel dalam bidang kedokteran pada hari Senin.

Musim Nobel berakhir pekan depan dengan pengumuman pemenang hadiah ekonomi, yang secara resmi dikenal sebagai Hadiah Bank Swedia dalam Ilmu Ekonomi untuk Mengenang Alfred Nobel. (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home