Loading...
HAM
Penulis: Martahan Lumban Gaol 23:41 WIB | Selasa, 19 April 2016

Wantimpres: Negara Harus Akui Terlibat dalam Tragedi 1965

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Sidarto Danusubroto. (Foto: Martahan Lumban Gaol)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Sidarto Danusubroto, mengatakan negara harus mengakui keterlibatannya dalam Tragedi 1965, peristiwa dimana terjadi pembantaian terhadap orang-orang yang dianggap menganut paham komunis di Tanah Air.

“Kita tidak mengakui terjadinya aksi horizontal dalam tragedi 65. Namun demikian, kita harus mengakui keterlibatan negara,” kata Sidarto saat memberikan refleksi dalam penutupan acara Simposium Nasional ‘Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan’, di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, hari Selasa (19/4).

Menurutnya, meskipun ‘Perang Dingin’ merupakan peristiwa yang melatarbelakangi terjadinya Tragedi 1965, sebagai negara, Indonesia harus berbesar jiwa mengaku belum mampu mengelola bangsa yang majemuk secara beradab. Terutama, kata dia, dalam perbedaan ideologi.

“Hal ini masih terus membayangi kita hingga saat ini, kita masih mengelola berbagai perbedaan ras, etnis, agama maupun perbedaan lain, dengan jalan kekerasan,” kata Sidarto.

“Ini meminta kita untuk melakukan refleksi paling mendalam tentang bagaimana kita mengelola negara dan bangsa kita,” dia menambahkan.

Rekomendasi akan Disusun

Lebih Jauh, Sidarto menyampaikan, nantinya hasil seluruh Simposium Nasional akan disusun untuk menjadi sebuah rekomendasi oleh tim perumus. Rekomendasi itu, ucapnya, akan memuat tiga poin yakni rekonsiliasi, rehabilitasi dan kewajiban negara melindungi warga negaranya.

"Saya harap simposium ini merekomendasikan rehabilitasi umum kepada korban HAM, supaya hak sipil mereka dipulihkan dan dikembalikan," katanya.

Dia menegaskan, stigma negatif kepada korban harus dihentikan dan dosa turunan tidak boleh lagi diwariskan.

Sidarto pun berharap, acara simposium seperti yang berlangsung di Jakarta sejak hari Senin (18/4) hingga Selasa (19/4), dapat berlangsung di daerah lain. Dia menegaskan, pemerintah harus menjamin kegiatan itu berlangsung tanpa intimidasi kelompok intoleran.

"Negara harus hadir dalam melindungi warga, itu sesuai konstitusi," ucapnya.

Usai relfeksi penutupan, para peserta saling bersalaman. Tidak sedikit korban Tragedi 1965 menitikan air mata.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home