Loading...
RELIGI
Penulis: Sabar Subekti 10:57 WIB | Kamis, 02 November 2023

Warga Kristen Berharap Lebanon Tidak Terlibat Perang dengan Israel

Tanda kota Rmeich terlihat di tengah ketegangan antara Israel dan Hizbullah, di desa Kristen Rmeish, Lebanon pada 31 Oktober 2023. (Foto: Reuters)

RMEICH-LEBANON, SATUHARAPAN.COM-Di perbatasan Lebanon dengan Israel, penduduk desa Kristen berharap perang dapat dihindarkan, bahkan ketika mereka bersiap menghadapi kemungkinan memburuknya permusuhan antara kelompok Syiah Lebanon, Hizbullah, dan Israel.

Terletak hanya beberapa kilometer dari perbatasan, desa Rmeich telah terkena dampak bentrokan Israel dengan Hizbullah yang didukung Iran selama tiga pekan di sepanjang perbatasan antara Israel dan Lebanon. Hizbullah adalah kekuatan yang dominan di Lebanon selatan.

Setengah dari penduduknya telah melarikan diri ke utara sejak peluru mulai menghantam perbukitan di dekatnya. Dengan terganggunya panen zaitun, mata pencaharian mereka juga terkena dampak kekerasan terburuk di Lebanon selatan sejak Hizbullah dan Israel berperang pada tahun 2006.

Desa tersebut, bersama dengan wilayah lain di Lebanon, merasakan gejolak yang diakibatkan oleh konflik yang terjadi sekitar 200 kilometer jauhnya antara Israel dan kelompok Palestina Hamas, sekutu Hizbullah yang bersenjata lengkap.

Mereka yang tetap tinggal di Rmeich tampaknya enggan untuk membahas krisis politik yang telah membawa konflik ke depan pintu rumah mereka, dan berusaha menjaga keadaan normal di desa yang gerejanya pada abad ke-18 masih mengadakan layanan ibadah tiga kali sehari.

“Saya tidak akan mengatakan kami merasa aman tetapi situasinya stabil,” kata pendeta desa, Toni Elias, 40 tahun, ketika sebuah pesawat tak berawak militer terbang di atas kepalanya.

“Jika kami tidak mendengar drone tersebut, kami pikir sesuatu yang aneh sedang terjadi. Kami sudah terbiasa melakukannya setiap hari, 24 jam tujuh hari,” kata Elias.

Rmeich adalah salah satu dari sekitar selusin atau lebih desa Kristen di dekat perbatasan dengan Israel di Lebanon selatan yang mayoritas penduduknya Muslim Syiah. Selama perang tahun 2006, sekitar 25.000 orang dari kota-kota sekitar mencari perlindungan di Rmeich.

Kenangan akan konflik tahun 2006 masih membayangi. Penduduk setempat dan badan amal Rmeich telah mendirikan rumah sakit darurat di sebuah sekolah, jika bentrokan antara Hizbullah dan Israel, yang sejauh ini sebagian besar terjadi di daerah perbatasan, menjadi lebih buruk.

“Kami tidak akan menggunakannya kecuali ada perang dan jalan ditutup, dan semoga hal ini tidak akan terjadi,” kata Georges Madi, seorang dokter dari desa tersebut.

Perang dan Damai

Ketegangan ini membebani perekonomian lokal, menambah kesulitan bagi masyarakat yang masih menderita dampak keruntuhan keuangan Lebanon empat tahun lalu.

“Jika perang berkepanjangan, kami tidak bisa tinggal di sini. Tidak ada pekerjaan atau uang,” kata Charbel Al Alam, 58 tahun, yang mencari nafkah dari pertanian tembakau, yang secara historis merupakan industri penting di Lebanon selatan.

“Pada perang tahun 2006, tanaman tembakau di ladang mengering dan tidak ada yang bisa memanennya. Tidak ada yang memberikan kompensasi kepada kami,” katanya.

Meskipun para petani sudah bisa memanen hasil panen tahun ini, mereka khawatir apakah mereka bisa menanamnya tahun depan. Bisnis di Rmeich secara umum terhenti, kata beberapa warga setempat.

Berbeda dengan daerah sekitarnya, tidak ada tanda bendera Hizbullah berwarna kuning dan hijau di Rmeich.

Sambil menghindari kritik terhadap Hizbullah, Walikota Rmeich, Milad Al Alam, mengatakan tentara Lebanon harus menjadi satu-satunya kekuatan militer di Lebanon, sebuah pandangan yang disuarakan oleh penentang Hizbullah yang mengatakan persenjataan mereka telah melemahkan negara.

“Kami berharap keputusan perang dan perdamaian ada di tangan kami. Jika ya, situasinya akan berbeda,” katanya.

Kota ini tidak memiliki tempat berlindung atau rencana evakuasi resmi bagi 4.500 penduduknya yang tersisa jika perang semakin intensif, tambahnya. “Orang-orang terjebak di desa selama 17 hari pada tahun 2006,” katanya.

Elias, sang pendeta, mengatakan dia yakin Rmeich tidak akan terkena serangan: “Selama kami di sini, tinggal di desa. Kami tidak menginginkan perang, kami adalah desa yang damai… jadi desa ini tetap aman jika ada orang lain yang mengungsi ke sana.” (Reuters)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home