Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki Pangaribuan 11:19 WIB | Rabu, 02 Oktober 2019

Bappenas: RI Bisa Contoh Brasil-Pakistan Pindahkan Ibu Kota

Menteri PUPR Basuki Basuki Hadimuljono (kiri) bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang Brodjonegoro (kanan) bersiap mengikuti rapat kerja pansus pemindahan Ibu Kota Negara di ruang rapat Komisi II DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (25/9/2019). (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan, Indonesia dapat mencontoh Brasil dan Pakistan yang berhasil memindahkan ibu kota negaranya dalam waktu kurang dari lima tahun.

"Ternyata ada dua negara yang di tahun 60-an memindahkan ibu kotanya dan membutuhkan waktu tidak lebih dari lima tahun untuk membuat kota yang dibangun dari nol dan sudah beroperasi sebagai pusat pemerintahan atau ibu kota negara," ujar Bambang saat menjadi pembicara kunci dalam acara talkshow "Rancang Bangun dan Kesiapan Kalimantan Timur Sebagai Ibu Kota Negara" di Balikpapan, Selasa (1/10) malam.

Pemerintah Brasil di bawah pimpinan Presiden Juscelino Kubitschek saat itu merasa ada ketimpangan yang luar biasa antara masyarakat yang tinggal di daerah pantai dengan masyarakat di daerah Sungai Amazon.

Pada 1956, pemindahan ibu kota negara mulai dilakukan dari Rio De Janeiro ke Brasilia, yang saat itu tanahnya relatif kosong kendati ada penduduknya namun minim kegiatan.

"Akhirnya pada 1960 Presiden Brasil saat itu berhasil mendeklarasikan ibu kota negara baru, hanya dalam waktu lima tahun," kata Bambang.

Sementara itu, Pakistan memindahkan ibu kota negara dari Karachi ke Islamabad di bawah pimpinan Presiden Ayub Khan.

Wilayah Karachi yang berada di pinggir pantai saat itu dianggap sudah tidak terkendali walaupun berkembang menjadi kota dagang dan bisnis.

"Pakistan punya perbatasan dengan Afganistan dan di situ ada daerah pegunungan yang Pakistan juga sulit memonitornya. Karenanya harus ada perimbangan disamping mengurangi beban Karachi karena penduduknya juga banyak dan padat seperti Indonesia dan pemerintah tidak bergantung pada Karachi. Kemudian pada 1963 berhasil dipindahkan hanya dalam waktu empat tahun dari Karachi ke Islamabad," ujar Bambang.

Bambang menekankan, keberhasilan Brasil dan Pakistan tersebut, seharusnya juga bisa dilakukan di Indonesia dalam periode waktu yang sama atau bahkan lebih cepat.

Dengan dukungan teknologi yang lebih maju, kemampuan tenaga kerja yang lebih baik, serta dukungan infrastruktur yang lebih baik, mimpi untuk membangun ibu kota negara yang baru di wilayah Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara bisa terwujud.

"Sehingga selalu saya tekankan awal 2024 insyaAllah kita sudah mulai pemerintahan itu di ibu kota baru. Jadi harus ada "deadline" yang ketat dan contoh yang jelas supaya semua orang termotivasi untuk bisa melakukannya tepat waktu," kata Bambang.

Urbanisasi Tidak Lagi Dipandang sebagai Beban 

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono memastikan urbanisasi tidak lagi dipandang sebagai beban atau masalah dengan tiga syarat yakni direncanakan dengan baik, regulasi yang benar dan dibiayai dengan cukup.

"Saat ini urbanisasi tidak lagi dipandang sebagai beban atau masalah. Syaratnya tiga, yaitu 'planned' (direncanakan) dengan baik, 'regulated' (diregulasi) dengan benar dan 'financing' (dibiayai) dengan cukup," katanya saat membuka High Level Roundtable on Fostering Growth and Inclusion in Asia's Cities di Jakarta, Senin (30/9).

Menurut Basuki, tiga syarat itu justru akan mempengaruhi keberhasilan urbanisasi sebagai mesin pertumbuhan (engine of growth).

Ia menambahkan rencana pemerintah untuk memindahkan ibu kota ke Kalimantan Timur, juga akan mengadopsi tiga syarat tersebut. Dengan demikian, pemindahan ibu kota diharapkan bisa menjadi mesin pertumbuhan, bukan masalah.

Terlebih, posisi Kalimantan Timur yang berada tepat di tengah-tengah Indonesia. Hal itu, kata dia, sama halnya dengan Astana, ibu kota Kazakhstan, yang juga terletak tepat di tengah-tengah negara tersebut dan jadi mesin pertumbuhan negara tersebut.

"Kemarin Pak Dubes datang, beliau cerita bagaimana Astana jadi ibu kota Kazakhstan sekarang. Beliau bilang Indonesia kalau mau pindah ibu kota harus lebih baik. Astana juga persis di tengah Kazakhstan. Sebagai 'engine of growth' Kazakhstan. Rencana kita sama, (Kaltim) jadi 'center of growth'," katanya.

Country Director Asian Development Bank (ADB) for Indonesia Winfried F. Wicklein dalam kesempatan yang sama, menjelaskan urbanisasi telah menjadi tren dunia tak terkecuali di Indonesia.

Ia bahkan menyebut urbanisasi telah terjadi hingga 55 persen di Indonesia. Hal tersebut menjadi tantangan dan peluang pemerintah untuk bisa membuat kota yang layak ditinggali.

"Oleh karena itu, kota yang berfungsi dengan baik menjadi krusial," katanya. (ANTARA)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home