Loading...
EKONOMI
Penulis: Tya Bilanhar 12:52 WIB | Senin, 29 Mei 2017

BI: Pertumbuhan 5,4 Persen Tahun Ini Terlalu Optimistis

Mirza Adityaswara (Foto: Prasasta Widiadi/satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bank Indonesia mengatakan target pertumbuhan ekonomi 5,4 persen tahun ini terlalu optimistis. Indonesia harus memacu dirinya untuk mencapai peringkat utang yang lebih baik untuk mengejar negara-negara tetangga di Asia Tenggara.

"Dalam pandangan kami pertumbuhan ekonomi 2017 seharusnya lebih tinggi dibanding 2016," kata Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, Mirza Adityaswara, dalam wawancara dengan Bloomberg (26/05). "Mungkin 5,4 persen masih terlalu agreif, tetapi kami pikir 5,1 persen hingga 5,2 persen masih mungkin dicapai pada 2017."

Sebelumnya, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 berada di rentang 5,0-5,4 persen.

Bulan ini pemerintah meraih peringkat investment grade dari S & P Global Ratings setelah mengambul langkah-langkah untuk meningkatkan penerimaan negara dan mengendalikan belanja. Walau pemulihan ekonomi sudah berjalan bertahap, tingkat pertumbuhan yang terealisasi masih jauh dari 7 persen yang ditargetkan oleh Presiden Joko Widodo dalam janji kampanyenya.

Indonesia adalah perekonomian terbesar di Asia Tenggara. Namun, negara tetangga seperti Filipina, Thailand dan Malaysia menikmati rating yang lebih baik dari S & P. Perekonomian Filipina dan Malaysia juga melaju dengan tingkat yang lebih cepat pada kuartal lalu.

Dana-dana global mencapai rekor US$ 6 miliar masuk ke surat berharga rupiah tahun ini, membantu penurunan paling drastis yield surat berharga di kebanyakan negara di Asia. Fitch Ratings dan Moody's Investor Service sudah terlebih dahulu memberikan peringkat Investment Grade kepada Indonesia sebelum S & P. Goldman Sachs Maret lalu mengatakan naiknya peringkat RI dari S & P akan membantu menarik investasi sekitar US$ 5 miliar dari Jepang saja.

"Mempertimbangkan situasi global yang cukup stabil, apa yang dapat kita harapkan adalah masuknya dana dari Jepang dan juga mungkin dari dana pensiun Eropa dan AS yang saat ini belum masuk ke RI," kata Mirza.

"Kuncinya adalah memelihara kehati-hatian dalam mengelola ekonomi makro," lanjut dia. Menurut dia, pemerintah mengelola kebijakan fiskal secara hati-hati sedangkan BI memelihara kehati-hatian dalam kebijakan moneter. Terutama untuk memastikan inflasi berada dalam kendali dan defisit neraca berjalan juga terkelola.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home