Loading...
SAINS
Penulis: Sotyati 10:51 WIB | Jumat, 21 Juli 2017

BPK Penabur 67 Tahun: Suka-Duka Pengajar di Jatibarang

 BPK Penabur 67 Tahun: Suka-Duka Pengajar di Jatibarang
Dwi Puji Lestarianti (kanan) bersama siswa-siswi SMPK Penabur Jatibarang dalam kegiatan retret. (Foto-foto: Dwi Puji Lestarianti/Facebook)
 BPK Penabur 67 Tahun: Suka-Duka Pengajar di Jatibarang
Dwi Puji Lestarianti.

Badan Pendidikan Kristen (BPK) Penabur memasuki usia 67 tahun pada 19 Juli. Dikenal dengan citra sebagai sekolah anak-anak pintar dan sekolah mahal, pengelola sekolah-sekolah BPK Penabur di daerah, termasuk Jatibarang, memiliki dinamika dan tantangan berbeda dengan di kota-kota besar.

SATUHARAPAN.COM – Jatibarang adalah kota kecamatan, masuk wilayah administrasi Kabupaten Indramayu. Sebagian mungkin belum pernah mendengar namanya, kecuali mendengar sepintas, terutama jika mengadakan perjalanan dengan kereta api dari Jakarta menuju Cirebon, atau kota-kota lain di Jawa Tengah ataupun Jawa Timur.

Kota Jatibarang terletak sekitar 48 kilometer sebelah barat Kota Cirebon, atau 19 kilometer sebelah selatan Kota Indramayu. Jatibarang, mengutip dari Wikipedia, disebut sebagai pusat perekonomian dan pintu gerbang utama dari Cirebon, Bandung, dan wilayah lain di bagian timur Jawa. Kereta api eksekutif dari Jakarta akan berhenti pertama kali di Stasiun Jatibarang sebelum melanjutkan perjalanan ke Stasiun Cirebon dan kota-kota besar lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Di kota itu, berdiri sebuah sekolah jauh sebelum Badan Pendidikan Kristen (BPK) Penabur berdiri, tepatnya pada tahun 1906, yang kelak di kemudian hari menjadi TKK, SDK, dan  SMPK Penabur Jatibarang.   

Seiring perkembangan zaman, BPK Penabur Jatibarang tetap eksis. Tahun ini SMP BPK Penabur Jatibarang bahkan meraih gelar juara 1 tingkat kabupaten dalam nilai ujian nasional (UN).

“Puji Tuhan. Ini memang menjadi kegembiraan kami, sekaligus kami harus tetap menjaga hati untuk tidak takabur. Dunia pendidikan di Indramayu, memang sudah mengenal kami sebagai sekolah yang berprestasi, disiplin, berintegritas. Guru-guru Penabur selalu dijadikan contoh jika ada dalam satu kegiatan bersama sekabupaten,” kata Dwi Puji Lestarianti, guru IPA yang menjabat Kepala Sekolah SMP BPK Penabur Jatibarang, dalam perbincangan melalui media sosial awal pekan ini.

Bukan persoalan mudah, terutama jika dikaitkan dengan keadaan sosial politik belakangan ini, yang menciptakan riak berkaitan masalah kebangsaan. “Kami terus berhati-hati, namun sekaligus bagi kami itu peluang untuk menunjukkan siapa Penabur Jatibarang sebenarnya,” kata Puji, panggilan akrabnya.

“Kami malah semakin bersatu padu, mempererat diri, mencetak lulusan yang tidak hanya pandai dalam akademik, tapi juga cerdas secara emosional, baik, memiliki karakter dan iman yang kuat,” ia menambahkan.

Salah satu aksi nyata yang dicetuskan dan dilaksanakan selain tetap menjalin kerja sama, juga mengadakan acara ”Penabur Berbagi”. Intinya, BPK Penabur Jatibarang membagi ilmu dan kebaikan kepada lingkungan sekitar, yang mendapat tanggapan sangat baik Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu. “Dinas pendidikan mendukung, dan sekolah sekitar BPK Penabur mengirimkan wakilnya,” katanya.

Sampai sejauh ini, kata Puji, SMP BPK Penabur Jatibarang sudah diterima masyarakat Jatibarang dan Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu dengan baik.

Selain menjawab tantangan dari luar, Puji dan rekan-rekan sekerjanya juga diperhadapkan pada tantangan dalam menjalankan roda pengajaran dan pendidikan. Tantangan terutama lebih ke bagaimana menambah jumlah siswa, yang senang belajar, berkarakter kuat, tidak terpengaruh dengan perkembangan pergaulan buruk, geng motor, anak punk, yang marak dan bertumbuh cepat di Jatibarang.

Hal itu dapat dipahami, terutama mengingat label “sekolah mahal” yang dilekatkan pada sekolah-sekolah di lingkungan BPK Penabur, termasuk di Jatibarang.  Puji dan rekan-rekan terus menyadarkan orangtua, sekaligus membuat BPK Penabur menjadi kebanggaan mereka juga. “Sebutan sekolah mahal itu menyebabkan banyak yang enggan memasukkan anaknya ke Penabur,” Puji mengakui.

Harapan Puji dan Rekan-rekan

Bagi Puji, lulusan D3 IKIP Bandung yang menyelesaikan pendidikan S1 UT UPBJJ Bandung itu, menetapkan pijakan dengan kuat pada doa, dan selalu menjalin hubungan pribadi  dengan Tuhan Yesus yang mengendalikan semua, menjadi pegangan dalam menjalankan profesinya menjadi guru dan memimpin guru-guru di SMPK Penabur Jatibarang.

“Harus rendah hati dan sabar,” katanya. Pegangan lain, menurutnya, adalah tetap mau menerima masukan dan tidak pernah berhenti belajar tentang segala sesuatu yang dibutuhkan, baik untuk siswa maupun untuk peningkatan mutu pribadi.

Berkarya di daerah, menurut Puji, memang ada dinamikanya tersendiri. Pada kenyataannya, Puji, yang mengaku tidak pernah bercita-cita menjadi guru dan hanya dilahirkan sebagai keturunan keluarga guru, juga mengurusi hajat hidup sebagian muridnya.

“Kadang saya berpikir bahwa bidang ini mukjizat jika saya sekarang menyukainya. Sejak mulai mengajar di BPK, saya merasakan ada satu keterhubungan dengan panggilan-Nya,” kata Puji, yang kakek, ibu, dan saudara-saudaranya berkarya di bidang keguruan.

Sering kali terlintas dalam pikirannya mengajar adalah satu seni yang indah, yang hasilnya baru akan terlihat beberapa tahun ke depan. Ia sering merasa iba, dan hatinya memberontak melihat ada anak usia sekolah namun tidak mendapat kesempatan bersekolah.

Ia mengaku selalu terpanggil untuk memiliki kesempatan membantu sedikit meringankan beban murid-muridnya. “Bagi orang lain mungkin konyol atau mengada-ada, namun saya suka melakukannya. Sampai sekarang,” ujarnya.

Tersentuh hatinya untuk membantu siswa-siswinya dalam berbagai bentuk. Walau tidak banyak, jika ada yang memerlukan bantuan materi, ia menutup kekurangan, sambil memotivasi mereka menabung. “Yang hebat, teman-teman guru saya di SMP banyak yang tertular kebiasaan ini. Mereka menginvestasikan sedikit dana untuk anak-anak yang membutuhkan,” kata Puji.

Ia juga menyediakan waktu menjadi tempat siswa-siswinya bercerita tentang diri mereka dan perkembangan kedewasaannya. Hal itu ia lakukan sambil menanamkan kekuatan nilai-nilai kristiani untuk masa depan mereka.

Jika masa UN akan tiba, rumahnya berubah menjadi ramai. Ia membuka pintu bagi siswa-siswi yang belajar bersama. Bagi tetangga, menurut Puji, pemandangan itu sudah menjadi jadwal tahunan. “Untuk anak-anak perempuan yang rumahnya jauh, selama masa UN empat hari itu, supaya mereka tidak terlambat ke sekolah, dan terpantau belajarnya, saya  sulap rumah jadi ‘asrama’. Saya masak makan pagi, supaya perut mereka terisi sehingga konsentrasi UN-nya bagus,” ia menambahkan.

Puji juga menyediakan bahunya untuk tempat bersandar murid-muridnya menumpahkan berbagai rasa. Meminjam istilahnya, cukup dengan satu pelukan dan doa diberikan, mereka tenang dan dapat kuat berjalan.

“Keinginan saya, sampai akhir tetap sama, menjadi guru, pengajar yang mendidik mereka dengan hati, dan menerapkan kerendahhatian untuk membuat mereka bangga pada almamater dan tentunya takut akan Tuhan,” ia menjelaskan.

Berkaitan dengan institusinya, ia berharap BPK Penabur Jatibarang menjadi kebanggaan bagi semua, baik siswa, guru, karyawan, pengurus, orangtua, bahkan Kota Jatibarang.

Ia memiliki kerinduan BPK Penabur Jatibarang diakui dan dipercaya sebagai lembaga pendidikan bermutu yang mencetak siswa-siswi yang cerdas dan  berkarakter positif.

“Lulusan BPK Penabur Jatibarang kelak menjadi pemimpin-pemimpin yang benar, tangguh, dan orang-orang yang siap menghadapi tantangan zaman,” kata Puji, mengemukakan harapan lain. 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home