Loading...
DUNIA
Penulis: Wim Goissler 16:22 WIB | Senin, 25 September 2017

Di PBB Tuvalu Samakan Papua dengan Taiwan dan Kuba

Perdana Menteri Tuvalu, Eneme Sopoaga (Foto: un.org)

NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Tiga negara rumpun Melanesia di Pasifik -- Solomon Islands, Vanuatu dan Tuvalu -- mengangkat isu pelanggaran HAM dan penentuan nasib sendiri di Papua dalam Sidang Umum ke-72 PBB di New York pekan lalu. 

Salah satu hal yang menarik kali ini, isu Papua mereka angkat dalam kemasan menggugat dan mengingatkan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) agar tak melupakan semboyannya tentang kesetaraan semua bangsa, sehingga tidak boleh ada yang tertinggal (No One Will Be Left Behind).

Dikaitkan dengan hal itu, isu Papua diangkat ke permukaan satu paket dengan gugatan terhadap ditolaknya keinginan Taiwan untuk bergabung dengan PBB serta kebijakan AS yang memblokade ekonomi Kuba yang menjalankan perekonomian beraliran Marxis.

Ungkapan ini muncul dalam pidato Perdana Menteri Tuvalu, Enele Sosene Sopoaga, ketika berbicara pada SU PBB pada hari Jumat (22/09). Kendati hanya merupakan salah satu bagian dari banyak topik yang ia kemukakan dalam pidatonya, isu Papua, Taiwan dan Kuba, dikemukakannya dalam bahasa yang tegas dalam mengeritik PBB.

Sopoaga dengan terang-terangan membela Taiwan  untuk dapat bergabung di PBB. "Taiwan sebagai negara demokrasi yang dinamis, yang telah lama aktif dan menunjukkan tanggung jawab sebagai partner pembangunan bagi banyak negara, termasuk Tuvalu, ditolak berpartisipasi dalam sistem PBB. Ini sama sekali tidak benar," kata Sopoaga. 

Menurut dia, Taiwan adalah ekonomi global terbesar ke-22 dengan kapasitas yang menonjol untuk berkontribusi. Oleh karena itu, tidak sepatutnya permohonan negara itu untuk diakui di PBB tidak didengarkan.

"Dengan prinsip universalitasnya, PBB seharusnya memberi 23 juta penduduk Taiwan untuk mendapatkan haknya berpartisipasi dan berkontribusi sepenuhnya secara efektif dalam program-program PBB," tutur Sopoaga.

Hal yang sama ia kemukakan mengenai Kuba. "Rakyat Kuba harus bebas menjalankan hak mereka untuk menentukan sistem politik, ekonomi dan sosial mereka sendiri. Dengan hak dan perdagangan mereka dibatasi oleh blokade unilateral  AS, rakyat Kuba ditolak untuk berpartisipasi efektif dalam program Sustainable Development Goals PBB," kata dia.

Dengan cara pandang yang sama, ia mengemukakan bahwa rakyat Papua harus diizinkan untuk memperoleh hak dasar dalam menentukan nasibnya sendiri. Ia menyerukan agar PBB terlibat dalam hal itu, "untuk memungkinkan mereka  menentukan aspirasi pembangunan mereka sendiri dan masa depan mereka." 

"Rakyat Papua memiliki akar di Pasifik, dengan tanah, sejarah dan identitas mereka sendiri," kata dia.

Pelanggaran HAM di Papua, menurut dia, sangat penting bagi Tuvalu. "Tuvalu sangat yakin PBB harus terlibat dalam menciptakan jalur yang jelas untuk menangani masalah ini dan desakan bagi penentuan nasib sendiri oleh rakyat Papua," kata dia.

Catatan tentang Tuvalu

Kendati berpidato cukup keras, suara Tuvalu yang disampaikan perdana menterinya mungkin tidak akan terlalu berdampak, mempertimbangkan jejaring diplomasi dan ukuran negara ini yang sangat terbatas. Tuvalu adalah salah satu negara terkecil di dunia. Luas daratannya hanya 26 kilometer persegi. 

Dahulu terkenal dengan nama Kepulauan Ellice,Tuvalu berpenduduk 10.472 jiwa. Tuvalu adalah negara terkecil keempat di dunia, terdiri dari empat pulau karang dan lima atol besar. Negara ini terletak di antara Hawaii dan Australia di Samudra Pasifik.Tetangga terdekatnya adalah Kiribati, Nauru, Samoa dan Fiji. Negara ini memperoleh kemerdekaannya pada 1 Oktober 1978 dari Pemerintahan Britania Raya (Inggris). 

Nama ibukotanya Funafuti sedangkan bentuk pemerintahannya adalah monarki kontitusional. Bahasa resmi yang dipergunakan adalah Bahasa Tuvalu dan Bahasa Inggris sedangkan mata uang yang berlaku adalah dolar Australia. 

Negara ini terlibat dalam isu Papua melalui kehadirannya di Pacific Islands Forum (PIF). Di forum ini masalah Papua diangkat oleh sejumlah negara, dimulai oleh Vanuatu dan diikuti oleh Solomon Islands dan negara-negara lainnya.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home