Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 11:48 WIB | Rabu, 07 Oktober 2015

DPR Kembali Bahas Rencana Revisi UU KPK

Ilustrasi. Rapat Kerja Badan Legislasi DPR RI (Baleg) dengan Menteri Hukum dan HAM dan DPD RI dipimpin Ketua Baleg Sareh Wiyono (kiri), Jumat malam (6/2/2015). (Foto: dpr.go.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Rencana revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) kembali menjadi pembahasan di Gedung Parlemen Senayan. Namun, dalam Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Balehg DPR RI) yang berlangsung hari Selasa (6/10) kemarin, belum lahir kesepakatan agar UU itu dibahas dan dimasukan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2015.

Pemimpin Rapat Baleg DPR RI, Sareh Wiyono, menyatakan rapat yang berlangsung hari Selasa (6/10), merupakan tindak lanjut dari usulan anggota dewan di fraksi-fraksi tentang perubahan atau usulan revisi UU No 30/2002 tentang KPK.

"Menindaklanjuti adanya usulan dari beberapa anggota lintas fraksi kepada Baleg terkait dengan perubahan pengusulan RUU tentang perubahan UU KPK, yang semula disulkan pemerintah menjadi usulan DPR," ujar Sareh di ruang Rapat Baleg DPR RI, Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, hari Selasa (6/10).

Namun, kesepakatan belum terjadi lantaran terjadi perbedaan pandangan dari fraksi-fraksi yang ada, karena memang kedua usulan tersebut baru diketahui saat disebarnya undangan rapat.

Usulan perubahan inisiatif itu juga diusulkan oleh Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem), Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar), Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).

Diyakini Lebih Cepat

Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Hendrawan Supratikno, meyakini revisi UU KPK dapat lebih cepat jika menjadi inisiatif DPR. Oleh sebab itu dia mengusulkan agar ada perubahan inisiatif dari inisiatif pemerintah menjadi inisiatif DPR.

"RUU KPK ini bola panas. Sebelum jadi bola panas bisa menjadi bola liar. Kalau dari perhitungan waktu memang, pengalaman saya lebih cepat inisiatif DPR karena pemerintah DIM-nya tunggal," kata Hendrawan.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan lainnya, Henry Yosodiningrat mengatakan, revisi UU KPK menjadi sebuah kebutuhan. Pasalnya, ada perubahan yang signifikan di dalam kondisi masyarakat di awal penyusunan UU KPK dengan keadaan saat ini.

"Kondisi masyarakat saat itu juga tidak lepas dari kondisi kemarahan dimana masyarakat sedang marah terhadap keadaan kejahatan extraordinary crime yakni tipikor," ujar dia.

Henry menyesalkan, ada sejumlah kalangan yang mengira DPR ingin melemahkan KPK ketika memunculkan wacana revisi UU KPK. Padahal, menurut dia, revisi diperlukan untuk menjadikan Indonesia menjadi negara yang lebih bersih dari praktik korupsi.

PKS Gerindra Tolak

Sementara itu, anggota Fraksi PKS, Al Muzzammil Yusuf, menilai revisi UU KPK sebaiknya tetap menjadi inisiatif pemerintah. Menurut dia, masyarakat jauh lebih menerima revisi UU KPK jika hal itu diusulkan oleh pemerintah.

"Di tengah kondisi seperti ini kita mengajukan dengan perbedaan cara pandang yang luar biasa bedanya dari berbagai fraksi dan di tengah ketidakpercayaan publik kepada DPR," ujar dia.

Ia menambahkan, UU KPK yang ada saat ini sudah berlaku selama 13 tahun terakhir. DPR sebenarnya memiliki banyak dimensi untuk mengusulkan perubahan UU KPK agar lebih baik. Namun, ia menganggap, jika usulan itu berasal dari DPR nantinya akan tidak efektif dan tidak bijak.

"Jadi lebih bijak dari jalur pemerintah. fraksi-fraksi di DPR akan menyikapi usulan sesuai DIM-nya masing-masing," ujar Al Muzzamil.

Anggota Baleg dari Fraksi Partai Gerindra, Martin Hutabarat, mengungkapkan keprihatinannya terhadap revisi UU KPK ini. Ia menilai persoalan revisi ini adalah masalah lama. Ia meminta agar tidak ada lagi upaya untuk mempreteli kewenangan KPK.

"Kewenangan KPK jangan dipreteli, karena ini amanat reformasi," kata dia.

Sedangkan anggota Baleg DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Jefri Riwu Kore, mengaku heran. Sebab revisi UU KPK menurutnya sudah disepakati akan masuk Prolegnas Prioritas 2016, namun kini usulan revisi itu kembali menyeruak di tahun 2015.

"Kenapa dipaksakan? Ini akan jadi preseden buruk. Sudah hampir selesai prolegnas. Apakah ada hubungannya dengan Komisi III yang memilih capim KPK?” kata dia.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home