Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 01:00 WIB | Sabtu, 04 Oktober 2014

Enggak Tahu Diri

Mereka agaknya lupa atau melupakan status diri. Mereka tak lagi menganggap diri sebagai penyewa, tetapi naik pangkat sebagai pemilik kebun anggur itu.
Musa dan Sepuluh Firman (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Apakah komentar Saudara mengenai para penggarap kebun anggur dalam perumpamaan Yesus ini (Mat. 21:33-39)?

Saya hanya punya satu frasa: enggak tahu diri! Mereka agaknya lupa atau melupakan status diri. Mereka tak lagi menganggap diri sebagai penyewa, tetapi naik pangkat sebagai pemilik kebun anggur itu. Bahkan, bertindak lebih dari pemilik kebun anggur.

Marilah kita bayangkan perumpamaan tadi dalam khayal! Ada seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan membuat pagar sekelilingnya. Ia menggali lubang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain.

Kisah awalnya singkat saja. Tetapi, jelaslah bahwa tuan tanah itu serius dengan kebun anggurnya. Memang tidak dikatakan apakah bibit anggurnya unggulan. Namun, jika kita perhatikan bagaimana dia membuat pagar, menggali lubang tempat pemerasan anggur, dan mendirikan menara jaga, kita bisa memastikan bahwa tuan tanah itu begitu serius dengan usahanya. Ia tidak main-main. Sebenarnya, ia tinggal menunggu hasilnya saja. Bukankah semuanya telah dikerjakan dengan baik?

Tetapi, di sini anehnya, dia ternyata menyewakan kebun anggur itu kepada para penggarap. Mungkin, kita sedikit bingung dan mencibir, ”Enak benar para penyewa itu!” Jelas, para penggarap itu sesungguhnya tak perlu bekerja keras lagi karena semuanya sudah dikerjakan tuan tanah itu dengan sempurna.

Mana ada sistem sewa kayak begini? Di Indonesia para pemilik tanah, ya hanya menyewakan tanah. Atau, ia memberikan modal kepada para penggarap. Tetapi, ya sekali lagi tetapi, tuan tanah itulah yang mengerjakan semuanya dan para penggarap itu tinggal memelihara saja!

Dan lebih gila lagi, tuan tanah itu sungguh-sungguh memberi kebebasan kepada para penggarap itu. Dia dengan sengaja berangkat ke negeri lain. Entah apa yang dilakukannya, namun tindakan ini sesungguhnya tindakan yang amat berani.

Persoalannya, para penggarap itu membalas air susu itu dengan air tuba. Mereka sungguh-sungguh menggunakan kebebasan itu tanpa rasa tanggung jawab sedikit pun. Mereka memberontak dan mengubah status dari penyewa menjadi pemilik. Pemberontakan yang sempurna!

Sejatinya, itu jugalah kisah Israel. Mukadimah Sepuluh Firman di Gunung Sinai—”Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan”—merupakan dasar kehidupan Israel selanjutnya. Melakukan Sepuluh Firman merupakan keniscayaan Allah telah memerdekakan Israel dari Mesir. Sebagai milik Allah, hidup dengan melaksanakan Sepuluh Firman merupakan hal lumrah. Yang tidak lumrah ialah hidup semau sendiri seperti diperlihatkan para penyewa kebun anggur!

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home