Loading...
DUNIA
Penulis: Sabar Subekti 13:02 WIB | Jumat, 13 Februari 2015

Irak (bagian I): Peta Retak oleh Konflik Sektarian

Peta etnis di Irak. (Sumber dari vox.com)

SATUHARAPAN.COM – Mungkinkah bahwa peta masa depan Irak, yang sudah retak berat, makin terkoyak, bahkan jika mereka bisa memenangi perang melawan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS)?

Penduduk Irak yang masih hidup sekarang bisa dikatakan tidak pernah menikmati situasi damai yang sesungguhnya di negara mereka. Padahal, Taman Eden yang disebutkan dalam Alkitab berada di negeri ini. Identifikasi ini sangat nyata dengan penyebutan sungai yang mengalir dari taman ini dan bercabang empat, dua di antaranya adalah Euphrate (Efrat) dan Tigris yang ada di negeri ini. (Kejadian 2:9-14)

Penduduk Irak yang masih hidup sekarang telah mengalami banyak peperangan. Setidaknya diawali perang dengan Iran yang diperkirakan membunuh lebih dari satu juta orang. Kemudian kampanye genosida terhadap warga Kurdi Irak dan Syiah yang juga terjadi semasa kekuasaan Sadham Husein.

Dalam satu dekada, Irak menjalani hidup dalam sanksi ekonomi oleh negara-negara Barat, kemudian menghadapi dua Perang Teluk. Pertama, ketika pasukan Irak menyerang Kuwait dan kemudian dipukul mundur oleh pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat, dan kemudian yang kedua pada 2003 yang menyebabkan pendudukan Amerika Serikat di negeri itu.

Setelah AS mengurangi pasukan di Irak dan mendorong pembangunan kembali pemerintahan baru, konflik sektarian segera berkobar, terutama antara kelompok Islam Syiah dan Sunni. Dan sekarang menghadapi konflik baru dengan hadirnya Negara Islam Irak dan Suriah (Islamic State of Iraq and Syria / ISIS) yang menguasai seperempat wilayah mereka di bagian utara.

Konflik Mengubah Peta

Pertempuran-pertempuran itu dan sejarah sebelumnya yang juga diwarnai banyak pertumpahan darah membuat peta Irak yang dalam keadaan retak, menjadi makin terbelah. Sehingga selama ini Irak selalu disebut sebagai negara yang terbagi dalam tiga wilayah yang mencerminkan relasi dan konflik yang mereka hadapi.

Wilayah selatan dengan daerah pedesaan yang dihuni oleh mayoritas penganut Islam Syiah, dan banyak sekolah agama. Wilayah ini menjadi bagian yang paling bergolak di Irak sebagai imbas dari perang antara Iran dan Irak. Wilayah utara, daerah pegunungan yang dikenal sebagai Kurdistan adalah negeri bagi bangsa Kurdi yang umumnya sekuler dan terus dicurigai ingin melepaskan diri dari Irak.

Konflik Kursi dan pemerintah Irak, membangkitkan pemberontakan Kurdi yang antara lain dibalas dengan genosida semasa Sadham Husein berkuasa. Kecurigaan pada Kurdi juga muncul pada pemerintah Turki, terutama terhadap Partai Pekerja Kurdi (PKK) yang memotori pemberontakan dan mengkalim sebagaian wilayah negara itu di bagian selatan yang berbatasan dengan Irak sebagai wilayah Kurdi.

Namun di dalam wilayah utara itu juga ada komunitas Kristen Syriac dan Yazidi. Komunitas mereka di Kurdistan meningkat setelah, kota dan desa mereka dikuasai oleh ISIS, dan mereka diusir dari tanah mereka. Sekarang mereka harus membangun kekuatan sendiri untuk merebut kembali tanah mereka dan menjaganya dari penyerobot.

Di bagian tengah yang merupakan wilayah dengan banyak kota yang membentang dari Baghdad hingga Mosul, merupakan wilayah yang didominasi oleh penganut Islam Sunni. Wilayah ini merupakan pusat kekuasan politik dan ekonomi, juga tedapat peninggalan peradaban kuno, dan juga peradaban moderen, termasuk perkembangan seni dan budaya, serta lembaga pendidikan keagamaan dan sekuler.

Identitas Negara

Banyaknya konflik sektarian dan politik yang menggunakan kekerasan selalu berarti menggambar ulang peta Irak, seperti menggambar ulang batas-batas, daerah kekuasaan, dan yang pada akhirnya menjadi ancaman bagi indentitas kenegaraan Irak. Jatuhnya Sadham Husein, dan pemerintahan baru yang didominasi oleh penganut Syiah membangkitkan serangan dari mantan pengikut Sadham Husein dan kaum Sunni.

Koalisi internasional yang dipimpin Amerika Serikat melawan kelompok Negara Islam (sebutan lain dari ISIS) tampaknya juga akan mengubah peta Irak yang mudah berubah itu. Koalisi ini dibentuk di Kanada pada September tahun lalu, dan tampaknya akan memberikan pengaruh pada perubahan yang dramatis di Irak.

Namun demikian, situasinya tidak mudah diprediksi. Misalnya, belakangan ini ada protes dari parlemen Irak bahwa ISIS mendapatkan bantuan senjata dan logistik yang diterjunkan dengan parasut dari udara. Namun yang mengejutkan adalah tuduhan ditujukan pada pasukan koalisi yang selama ini menyebut akan menghabisi ISIS.

Namun demikian, jikapun perjalanan mengalahkan ekstrem IS bisa berarti peminggiran pada warga Sunni. ISIS sendiri mengklaim sebagai kalifah dan menjalankan hukum Syariah Islam berdasarkan interpretasi mereka, dan tindakan yang mengerikan telah mengundang kecaman dunia Islam sendiri, termasuk menolak klaim mereka. Jika itu yang terjadi, perubahan bisa berarti akan muncul Irak baru yang akan lebih berwajah Syiah dan lebih dekat dan bergantung juga pada tetangganya, Iran.

Namun seperti kondisi sekarang, perang dan konflik yang selalu diwarnai kekerasan untuk mencapai dominasi dan penaklukan pada yang lain, hanya akan mengubah peta Irak, pergeseran dari satu rezim ke rezim yang lain. Tampaknya masih jauh sebagai jalan menuju upaya mengembalikan wilayah itu sebagai Eden yang dimakmurkan oleh sungai bercabang empat, Pison, Gihon, Tigris dan Efrat.

Masa depan Irak tampaknya masih belum cerah, bahkan jika ISIS bisa dikalahkan. Perang mungkin berakhir, tetapi konflik dan dan benturan belum menemukan celah untuk dikeluarkan dari kehidupan warga Irak.

Baca bagian berikutnya: Irak (bagian II): Gagal Membangun Pemerintahan Bersama


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home