Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 12:33 WIB | Jumat, 07 Oktober 2016

“Jali-jali dari Cikini, Jalilah Jali Sampai di Sini”

Jali (Coix lacryma-jobi L.). (Foto: commons.wikimedia.org)

SATUHARAPAN.COM –  Tak banyak lagi orang, terutama kalangan Generasi X, yang mengenal jali. Kalaupun ada yang menyebut jali, biasanya ingatan akan langsung mengarah ke “jali-jali”, judul lagu gambang kromong, yang banyak diperdengarkan di saat-saat berdekatan dengan ulang tahun Jakarta pada bulan Juni. Dan, penggal akhir lagu itu, “Jali-jali dari Cikini, jalilah jali sampai di sini” seperti cocok menyuarakan nasib jali di negeri ini.

Jali, atau jali-jali, adalah tumbuhan perdu, yang, mengutip dari budayacenters.blogspot.co.id, memang akrab dengan kehidupan warga Betawi. Itu cerita zaman dulu, tentunya. Jali banyak ditanam di pekarangan rumah orang Betawi.

Anak-anak menjadikan buah jali  sebagai peluru senapan mainan yang mereka buat dari bilah bambu dan karet gelang. Ibu-ibu mengolahnya menjadi bubur yang populer disebut bubur jali. Gadis-gadis remaja meronce jali-jali sebagai tirai pintu kamar atau merangkainya menjadi kalung. Sebagian ulama Betawi menjadikannya biji-biji tasbih untuk berzikir.

Kata jali bahkan dicomot untuk diabadikan ke dalam perbendaharaan bahasa “rapi jali”, yang berarti “rapi dan bersih”. Namun, jali, atau jali-jali, kini hanya menyisakan lagu gambang kromong itu bagi generasi muda.

Jali, mengutip dari Wikipedia, merupakan tumbuhan rumpun setahun. Tumbuhan biji-bijian (serealia) tropika dari suku padi-padian atau Poaceae ini memiliki nama ilmiah Coix lacryma-jobi, L.

Jali disebutkan sebagai tumbuhan asli Asia Tenggara dan Asia Timur, yang kemudian tersebar ke berbagai penjuru dunia, termasuk wilayah tropis Amerika Serikat, juga Belize, Kosta Rika, dan Trinidad.

Di perdagangan internasional, jali dikenal dengan nama Chinese pearl wheat, gandum mutiara Cina, walaupun sebenarnya lebih dekat kekerabatannya dengan jagung daripada gandum. Nama lain yang dikenal adalah Job's tears (Amerika Serikat) atau dalam penulisan yang berbeda Job's-tears (Inggris Raya), coixseed, tear grass, hato mugi, adlay atau adlai.

Di Indonesia, selain dikenal dengan nama jali atau jagung jali, mengutip buku Dr A Seno Sastroamidjojo, Obat Asli Indonesia (1967) juga dikenal dengan nama hanjeli di wilayah Tanah Sunda, atau jali watu, jali japen, hanjelai, hajene, jangle.

Mengutip dari i.litbang.pertanian.go.id, ada dua varietas yang ditanam orang, yaitu Coix lacryma-jobi varietas (var) lacryma-jobi yang memiliki cangkang keras berwarna putih, bentuk oval, dan dipakai untuk manik-manik. Varietas lain adalah Coix lacryma-jobi var mayuen yang dimakan orang dan juga menjadi bagian dari tradisi pengobatan di Tiongkok.

Rumpun tumbuhan ini banyak, batangnya tegak dan besar, tingginya 1-3 m. Akarnya kasar, dan sukar untuk dicabut.

Letak daunnya berseling, dengan helaian daun berbentuk pita, berukuran 8-100 × 1,5-5 cm. Ujung daunnya runcing, pangkalnya memeluk batang, tepinya rata, permukaannya kasar, dengan tulang induk menonjol di punggung daun.

Bunganya keluar dari ketiak daun, dan ujung percabangan, berbentuk bulir. Buahnya berbentuk buah batu, bulat lonjong. Pada varietas mayuen berwarna putih/biru-ungu, dan berkulit keras apabila sudah tua. Jenis buah yang dibudidayakan lunak dan dapat dibuat bubur merupakan sumber karbohidrat dan memiliki khasiat sebagai obat, sedangkan jenis liar keras dapat digunakan untuk manik-manik pada kalung.

Manfaat dan Khasiat Jali

Tanaman ini, mengutip dari i.litbang.pertanian.go.id, menyebar di berbagai ekosistem lahan pertanian yang beragam dari daerah iklim kering, basah, lahan kering, maupun lahan basah di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan Jawa.

Di Jawa Barat, jali ditanam petani masih secara konvensional sebagai tanaman langka, dan dapat ditemukan di Punclut Kabupaten Bandung, Cipongkor, Gunung Halu, Kiarapayung, Rancakalong, Tanjungsari Kabupaten Sumedang, Sukabumi, Garut, Ciamis, dan Indramayu. Masyarakat setempat biasa menikmati hasil olahan hanjeli ini sebagai bubur, tape, dodol, dan sebagainya.

Bagian biji dari varietas mayuen mengandung gizi setara beras. Dalam 100 g bahan, mengandung karbohidrat (76,4 persen), protein (14,1 persen), serta lemak nabati (7,9 persen), dan kalsium (54 mg).

Jali umumnya dikonsumsi sebagai campuran beras untuk nasi, ataupun dimasak sebagai nasi jali atau nasi hanjeli.  Jali juga dikonsumsi sebagai campuran makanan sereal lainnya, misalnya campuran havermut (oatmeal), atau seperti produk yang dibuat oleh salah satu produsen makanan sereal terkemuka Taiwan.

Selain sebagai nasi, jali juga dikonsumsi dalam bentuk bubur, dengan rasa manis seperti bubur kacang hijau, atau sebagai teman kolak. Di wilayah tertentu, jali diolah dengan cara difermentasi seperti tapai ketan.

Berbeda dengan beras ketan yang lengket, jali memiliki tekstur yang kenyal namun tidak lengket, sehingga sangat potensial diolah menjadi alternatif makanan yang enak.

Selain sebagai sumber pangan pokok, jali juga sangat potensial sebagai tanaman berkhasiat obat. Buku Rangkuman Fungsi dan Khasiat Tanaman Obat terbitan Merapi Farma Herbal, menyebutkan biji jali memiliki khasiat sebagai peluruh air seni, sedangkan akarnya berkhasiat sebagai obat sakit perut dan obat cacing.

Jali, menurut Wikipedia,  juga dipercaya memiliki khasiat antitumor (kanker). Sumber zat aktif obat diperoleh baik dari biji maupun dari ekstrak akarnya. Khasiat sebagai antitumor telah diteliti secara ilmiah. Zat aktif dalam hanjeli disebut coixenolide.

Sebagai tanaman asli Asia Timur, jali memiliki sejarah panjang sebagai bahan pangan maupun dalam tradisi pengobatan. Di Korea, mengutip dari Wikipedia, bubuk jali disajikan dalam bentuk minuman kental yulmu cha, atau Job's tears tea. Tidak jauh berbeda, di Tiongkok dikenal yi ren jiang, mirip bubur yang disajikan dengan gula.

Di Korea dan di Tiongkok, jali juga diolah menjadi minuman keras. Di Jepang, jali diolah menjadi cuka. Di Vietnam bagian selatan, jali menjadi bahan olahan masakan sup yang disebut sam bo luong. Sementara di Thailand, jali dikonsumsi dalam bentuk minuman seperti susu kedelai.

Dalam tradisi pengobatan kuno Tiongkok, selain dimanfaatkan untuk mengobati diare, jali juga untuk mengobati gangguan kencing, mengurangi sakit artritis, dan mengobati sakit panas.

Di Amerika, komunitas Indian Cherokee memanfaatkan jali, yang disebut corn beads atau Cherokee corn beads, untuk perhiasan yang sangat bersifat pribadi.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home