Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 01:00 WIB | Sabtu, 25 Oktober 2014

Karakter Kepemimpinan Paulus

Paulus merupakan pribadi terbuka. Dia siap diaudit oleh orang-orang yang pernah dilayaninya. Dia mengajak juga pembaca suratnya untuk mengevaluasi kinerjanya.
Paulus dari Tarsus (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Karakter kepemimpinan seseorang dapat dilihat dari apa yang dikatakannya. Karena Paulus hidup 20 abad sebelum kita, marilah kita meninjau karakter kepemimpinannya dalam suratnya kepada warga jemaat di Tesalonika, khususnya 1 Tesalonika 2:1-8.

”Kamu sendiri pun memang tahu, saudara-saudara, bahwa kedatangan kami di antaramu tidaklah sia-sia.” Dalam kalimat ini jelaslah bahwa Paulus adalah pribadi transparan. Tak ada yang disembunyikannya. Dan dia mengajak orang-orang yang pernah dilayaninya untuk juga mengambil kesimpulan mengenai pelayanannya selama di Tesalonika. Jika pelayanan Paulus sungguh tak berterima di mata warga jemaat di Tesalonika, maka apa yang ditulisnya akan dianggap asbun atau sekadar pencitraan.

Dan menariknya lagi, Paulus menggunakan ragam komunikasi tulisan. Kalau hanya omongan, ketika ada orang yang sungguh-sungguh tahu situasinya, Paulus bisa mengelak. Tetapi, Paulus tak mungkin mengelak karena semuanya telah tertulis—hitam di atas putih.

Dalam kalimat itu, tampak jugalah bahwa Paulus merupakan pribadi yang terbuka. Dia siap diaudit oleh orang-orang yang pernah dilayaninya. Dia mengajak juga pembaca suratnya untuk mengevaluasi kinerjanya. Jelas di sini, Paulus tidak hanya mau mengevaluasi dirinya sendiri, tetapi juga mengajak orang lain memberikan evaluasi juga. Dan Paulus berani berkata bahwa pelayanannya di Tesalonika tidak sia-sia. Adakah kesan arogan dalam kalimat ini?

Selanjutnya, inilah yang menghapus kesan arogan, Paulus menulis: ”dengan pertolongan Allah kita, kami beroleh keberanian untuk memberitakan Injil Allah kepada kamu dalam perjuangan yang berat.” Paulus menyatakan bahwa kesuksesannya bukanlah karyanya sendiri. Semuanya karena pertolongan Allah.

Dan karena itu, Paulus sungguh-sungguh menjadikan dirinya sebagai rekan sekerja Allah. Perhatikan kalimat selanjutnya: ”Sebab nasihat kami tidak lahir dari kesesatan atau dari maksud yang tidak murni dan juga tidak disertai tipu daya.” Saya hanya punya satu kata untuk hal ini: integritas.

Karena itulah, sebagai pribadi yang berintegritas, Paulus menulis, ”kami berbicara, bukan untuk menyukakan manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita.” Mengapa? Karena Paulus sadar benar bahwa pelayanannya adalah anugerah Allah semata.

Juga dalam pekerjaan sekuler. Jika kita meyakini bahwa pekerjaan kita adalah anugerah Allah, maka kita juga dipanggil—ketika harus memilih—untuk lebih menyukakan Allah ketimbang manusia. Persoalannya, sering kali memang di sini, agar jabatan langgeng, tak sedikit orang memilih menyukakan atasan kita ketimbang Allah. Padahal, jika mau ditelusuri lebih dalam, bukankah pekerjaan pun adalah anugerah Allah?

Dan Paulus pun melanjutkan: ”Karena kami tidak pernah bermulut manis—hal itu kamu ketahui—dan tidak pernah mempunyai maksud loba yang tersembunyi—Allah adalah saksi—juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu, maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian sebagai rasul-rasul Kristus. Tetapi kami berlaku ramah di antara kamu, sama seperti seorang ibu mengasuh dan merawati anaknya.”

Inilah karakter kepemimpinan Paulus selanjutnya: tidak bermulut manis, tidak serakah, tidak mencari pujian. Menarik disimak, berkait dengan tidak bermulut manis, Paulus mengajak warga jemaat di Tesalonika sebagai saksi. Sejatinya, merekalah yang paling tahu apakah Paulus bermulut manis atau tidak. Sedangkan sikap serakah, tentu hanya Allah yang tahu, sehingga Paulus mengajak Allah sebagai saksi. Ini merupakan sikap yang sungguh berani karena Allah adalah Pribadi Mahatahu. Ramah di sini adalah sikap seorang ibu, yang lemah lembut, namun tegas.

Dan karakter kepemimpinan yang lain adalah rela berbagi hidup. Berbagi Injil merupakan hal mulia, tetapi berbagi hidup lebih mulia lagi. Lagi pula, agaknya Paulus pun sadar, berbagi kabar baik hanya akan berdampak jika berdasarkan kerinduan berbagi hidup itu sendiri.

Inilah beberapa butir karakter kepemimpinan Paulus. Bagaimana dengan kita?

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home