Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 17:54 WIB | Rabu, 12 November 2014

Kehancuran Ekologis karena Keserakahan Manusia

Kehancuran Ekologis karena Keserakahan Manusia
Pendeta Nurcahaya Gea dari Gereja Banua Niha Keriso Protestan (BNKP) pada ibadah pagi Sidang Raya XVI Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (SR XVI PGI) yang berlangsung Rabu (12/11) di Auditorium Sekolah Tinggi Teologia Banua Niha Keriso Protestan (BNKP), Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara. (FOto-foto: Prasasta).
Kehancuran Ekologis karena Keserakahan Manusia
Para peserta SR XVI PGI menyimak khotbah Pdt. Ucha dengan seksama.
Kehancuran Ekologis karena Keserakahan Manusia

GUNUNGSITOLI, SATUHARAPAN.COM – Pendeta Nurcahaya Gea dari Gereja Angowuloa Masehi Indonesia Nias (AMIN) dalam khotbah mengatakan bahwa kehancuran alam atau kehancuran ekologis salah satu faktor penyebabnya adalah keserakahan manusia.

“Alam dan perbukitan tidak lagi menunjukkan kekokohannya, Alam tidak lagi bersahabat dan mengancam mahkluk hidup,” kata Pendeta Nurcahaya Gea yang biasa disapa Ucha di ibadah pagi di Sidang Raya XVI Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (SR XVI PGI), Rabu (12/11).

“Manusia dewasa ini seharusnya mengambil bagian yang menjadi haknya bukannya bagian orang lain,” tambah pendeta Ucha di Auditorium Sekolah Tinggi Teologia Banua Niha Keriso Protestan (BNKP), Gunungsitoli, Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara.

Ucha mendasari khotbahnya dari Mazmur 104:19-30 yang menyatakan Tuhan menciptakan isi alam semesta dan mengiringi kelangsungan alam semesta. Engkau yang telah membuat bulan menjadi penentu waktu, matahari yang tahu akan saat terbenamnya.

Menurutnya, saat ini manusia harus memelihara seluruh alam raya sebagai sebuah sarana penting kemajuan sebuah bangsa, dan ciptaan Tuhan adalah sebuah berkat karunia yang harus dipahami sebagai karya penciptaan yang ideal. 

“Memelihara ciptaan Tuhan menjadi amat baik sehingga menjadi seluruh ciptaannya,” kata istri Ephorus BNKP Tuhoni Telaumbanua ini.

Dia menegaskan bahwa setelah manusia memelihara alam dengan baik maka akan ada keseimbangan dan keharmonisan antara ciptaan Tuhan di muka bumi. 

“Seluruh ciptaan Tuhan punya tempat yang baik, sehingga tidak ada mayoritas dan minoritas,” katanya.

Kerusakan lingkungan dan bencana ekologis menjadi perhatian di SR XVI PGI. Gereja sebagai mitra kritis pemerintah harus memberi kontribusi positif tidak hanya bagi umat Kristen, tetapi bagi Indonesia, terutama bagi lingkungan.

“Saat ini tugas kita selaku para pemimpin gereja masing-masing harus memelihara ciptaan Tuhan, karena ini menjadi hal yang amat baik sehingga seluruh ciptaannya dapat tetap abadi,” Ucha mengakhiri khotbahnya.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home