Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 17:17 WIB | Senin, 10 Februari 2014

Ketua Umum PGI: Hindari Politisi Agama, Golput dan Politik Uang

Ketua Umum PGI, Pdt. Dr. AA Yewangoe. (Foto: dok.)

JAKARTA,SATUHARAPAN.COM - Ketua Umum Persatuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Pendeta A.A Yewangoe, mengharapkan agar warga gereja menghindari politisasi agama, khususnya terkait tahun 2014 sebagai tahun politik, di mana akan berlangsung pemilihan umum (Pemilu) dan Pemilu presiden.

Dia mengatakan, warga gereja diharapkan menghindari politisi agama, menghidari golongan putih (Golput), dan politik uang. Salah satu persoalan pelik bangsa Indonesia saat ini adalah menguatkan sektarianisme dan fanatisme atas dasar agama. Politisasi agama dalam Pemilu pun sangat kental dengan nuansa tersebut.

"Kita tidak ingin pemilu sebagai ajang untuk semakin melestarikan atau memperkuat sektarianisme dan fanatisme. Pemilu harus kita maknai sebagai momentum untuk semakin memperkuat komitemen untuk memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," Yewangoe menegaskan saat seminar dan diskusi politik Forum Umat Kristiani Indonesia (FUKRI) di GBI Mawar Saron, Jakarta Utara, Senin (10/2).

Karena itu, kata Yewangoe, dalam memilih, berilah penilaian berdasarkan kapasitas, kualitas dan jejak figur, bukan berdasarkan agama. Serta ia mengajurkan warga gereja berperan aktif dan tidak Golput.

"Memilih berdasarkan agama berarti kita memberikan sumbangan terhadap kerutuhan NKRI di masa depan, dan menjadi Golput sikap yang tidak tepat, yang kita lakukan sekarang memilih yang kurang buruk dari yang buruk, sambil terus berdoa agar terjadi pertobatan politik," kata dia.

Ketua umum PGI ini juga mengatakan, kebebasan beragama beberapa tahun terakhir ini semakin memprihatinkan. Padahal kemajemukan agama sebagai satu warisan bangsa yang sangat berharga. Dan kalau kecenderuangan ini terus dibiarkan, maka ini merupakan ancaman terhadap NKRI.

"PGI berharap parlemen kita nanti akan diisi oleh partai dan orang-orang yang memiliki komitmen yang sungguh-sungguh dalam mempertahankan kebebasan beragama di negeri ini," Yewangoe menjelaskan.

Partai, Bukan Caleg

Pemilu Indonesia menggunakan sistem proporsional terbuka dengan penentuan kursi berdasarkan suara terbanyak calon leglislatif (Caleg). Yang terpenting, katanya, dalam sistem proporsional yang menentukan partai bukan Caleg.  Para caleg, munurut Yewangoe, hanyalah alat partai untuk meraup suara sebanyak mungkin demi memenagkan pemilu. Sebab setelah terpilih setiap Caleg harus tunduk pada garis kebijakan perjuangan partai.

"Dalam konteks seperti ini bagaimana pun baiknya dan hebatnya seorang caleg, kalau dia berada didalam partai yang tidak baik maka perjuangnya akan sia-sia. Karena itu dalam memilih pilihlah lebih dulu partainya lalu tentukan Calegnya," dia menerangkan.

Politik Uang

Yewangoe juga mengatakan, dalam persoalan Pemilu masih marak politik uang. Sebagaimana pengalaman dalam Pemilu sebelumnya. Politik uang makin marak dimasa kampanye dan masa tenang. Namun politik uang merupakan mata rantai korupsi dan tentunya pemilu 2014 nanti tidak menghasilkan koruptor baru. 

"Politik uang, salah satu mata rantai korupsi. Partai dan caleg yang melakukan politik uang akan terlibat korupsi ketika menduduki jabatan di parlemen. Dan tentu kita tidak ingin pemilu 2014 menghasilkan koruptor  baru," pungkas Yewangoe.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home