Loading...
MEDIA
Penulis: Sabar Subekti 17:14 WIB | Jumat, 29 Mei 2015

PBB Diminta Angkat Utusan Khusus untuk Perlindungan Wartawan

Kerumuman wartawan dalam sebuah liputan di Kinsasa, Kongo. Wartawan sering menjadi target kekerangan oleh kekuasaan atau organisasi kejahatan, dan tidak terlindungi di wilayah konflik bersenjata. (Foto : un.org)

NEW YORK, SATUHARAPAN.COM  -  Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) diminta untuk mengangkat wakil khusus Sekreraris Jenderal untuk perlindungan wartawan. Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Reporters Without Borders (RSF), Christophe Deloire, dalam pernyataan di depan Dewan Keamanan terkait keselamatan wartawan.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) telah mengeluarkan resolusi 2222 tentang perlindungan wartawan dalam konflik bersenjata, pada hari Rabu (27/5). Resolusi ini memperbaiki Resolusi 1738 yang dikeluarkan tahun 2006.

Sekjen RSF, Christophe Deloire, dalam pernyataan di depan Dewan Keamanan mengatakan bahwa resolusi itu adalah hal yang bersejarah bagi perlindungan wartawan. Untuk pertama kalinya, resolusi Dewan Keamanan merujuk pada kebebasan berekspresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Resolusi itu menegaskan "bahwa hasil karya dari media yang bebas, independen dan imparsial merupakan salah satu pondasi penting dari masyarakat demokratis, dan dengan demikian dapat memberikan kontribusi pada perlindungan warga sipil."

Resolusi itu merupakan panggilan kepada negara-negara untuk memenuhi kewajiban mereka dalam perlindungan bagi wartawan selama konflik bersenjata dan mensyaratkan operasi pasukan penjaga perdamaian PBB  memberi keamanan bagi wartawan dalam membuat laporan liputan.

Mahkamah Pidana Internasional

Dalam sambutannya, Deloire menyerukan dibuatnya mekanisme untuk memantau kepatuhan negara-negara anggota dengan kewajiban mereka menaati hukum internasional dalam melindungi keselamatan wartawan.

"Meskipun Dewan Keamanan PBB, Majelis Umum, Dewan Hak Asasi Manusia dan UNESCO semua jelas bekerja untuk perlindungan wartawan, lebih dari 700 wartawan telah tewas terkait pekerjaan mereka dalam sepuluh tahun terakhir," kata Deloire dalam pertemuan itu.

"Berapa banyak lagi wartawan harus dibunuh sebelum resolusi PBB dilaksanakan? Ini adalah waktu untuk mengambil tindakan konkret, khususnya dengan menunjuk seorang wakil khusus Sekjen PBB Jenderal untuk keselamatan wartawan. "

Tentang memerangi impunitas terhadap pelaku kejahatan kekerasan terhadap jurnalis, Deloire mendesak Dewan Keamanan untuk merujuk situasi di Suriah dan Irak. Dia mengatakan, kejahatan terhadap wartawan untuk diadili di Mahkamah Pidana Internasional, seperti permintaan RSF kepada Sekjen PBB dalam suarat pada 27 April.

Sebanyak 45 wartawan dan sekitar 130 netizens meninggal sejak dimulainya konflik di Suriah, sementara lebih dari 15 wartawan meninggal di Irak sejak 2013.

Wartawan Jadi Targetkan

Wartawan sengaja ditargetkan oleh berbagai pihak dalam konflik di Suriah dan Irak. Mereka diculik, dibunuh atau dipenggal. Mereka adalah korban pembunuhan, penyiksaan atau perlakuan buruk. Mereka disandera atau ditahan secara sewenang-wenang. Semua tindakan ini dapat dianggap sebagai kejahatan perang di bawah ketentuan pasal 8 Statuta Roma.

"Sangat penting bahwa Dewan Keamanan harus terus memberlakukan perlindungan wartawan sebagai prioritas dan hal itu harus diperluas dalam lingkup perlindungan untuk wartawan, baik non-profesional maupun wartawan profesional dalam masa damai maupun masa perang," kata Deloire.

"Janganlah kita lupa bahwa sebagian besar wartawan yang tewas dalam pekerjaan mereka atau sehubungan dengan pekerjaan mereka di negara-negara dikatakan 'damai', negara-negara di mana terjadi pelanggaran paling mengerikan yang dilakukan oleh preman pemerintah, pria maupun perempuan dalam posisi kekuasaan, dan bos mafia. Suatu hari Anda harus mengatasi ini. Suatu hari, Dewan Keamanan harus menetapkan kewajiban (ini) kepada negara-negara, dan tidak terbatas pada situasi konflik bersenjata," kata Deloire.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home