Loading...
RELIGI
Penulis: Reporter Satuharapan 12:43 WIB | Rabu, 11 Maret 2015

PGI Usung Spiritualitas Keugaharian bagi Indonesia

Pemukulan gong tanda pembukaan Sidang MPL 2015 oleh Gubernur Kalimantan Utara, Dr. H. Irianto Lambrie. (Foto: pgi.or.id)

MALINAU, SATUHARAPAN.COM – Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengadakan sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) 2015 di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara. Acara yang diselenggarakan pada 6—9 Maret lalu ini dibuka secara kenegaraan oleh Gubernur Kalimantan Utara, Dr. H. Irianto Lambrie. Persidangan tahunan ini dihadiri 262 peserta yang berasal dari perwakilan 65 sinode, 20 PGIW, 7 lembaga mitra, dan 2 lembaga tamu luar negeri.

Ketua Umum PGI, Pdt. Dr. Henriette Hutabarat Lebang, mengatakan, mengadakan persidangan di Malinau merupakan pilihan sadar dari gereja-gereja di Indonesia agar dapat menyapa langsung pergumulan masyarakat dan jemaat di Malinau. Kesediaan sinode GKPI dan gereja-gereja di Malinau serta pemerintah daerah dan masyarakat setempat merupakan kehormatan bagi PGI dalam menyelenggarakan persidangan tahunan ini.

“Sidang MPL PGI kali ini diselenggarakan ditengah berbagai keprihatianan bangsa dan negara Indonesia atas berbagai permasalahan pelanggaran hukum dan HAM serta kerusakan lingkungan hidup yang terus terjadi,” demikian kata Pendeta Lebang dalam sambutannya.

Acara pembukaan sidang MPL PGI dimeriahkan oleh berbagai tarian adat masyarakat setempat. Dukungan dan antusiasme masyarakat Malinau yang bersahaja menambah semarak acara-acara persidangan MPL tersebut.

Persidangan yang berlangsung selama 3 hari itu, membahas dan menetapkan berbagai agenda PGI, antara lain agenda program 5 tahunan yang akan menjadi fokus pelayanan PGI 2015 ini. Dengan mengusung tema: “Tuhan Mengangkat Kita dari Samudera Raya” (bnd Mazmur 71:20b) dan subtema “Dalam Solidaritas Sesama Anak Bangsa Kita Tetap Mengamalkan Nilai-Nilai Pancasila Guna Menanggulangi Kemiskinan, Ketidakadilan, Radikalisme, dan Kerusakan Lingkungan”, secara khusus sidang MPL menyoroti Pikiran Pokok: “Spiritualitas Keugaharian”.

Hari kedua persidangan disisi dengan panel diskusi dengan menghadirkan beberapa pembicara, antara lain Bupati Malinau, Dr. Yansen TP, Hernol Makawimbang, dan Pdt. DR. Albertus Patty. Diskusi ini memaparkan kajian Spiritualitas Keugaharian dengan pendekatan keahlihan masing-masing. Bupati Malinau, dalam kesempatan ini, menyoroti konsep Gerakan Desa Membangun. Menurut Yansen, pembangunan itu harus berbasis pada masyarakat dan percaya kepada masyarakat. Pemerintah dan gereja harus memberikan perhatian pada masyarakat. Ketika pembangunan tidak berpihak pada masyarakat, kita akan kehilangan arah dari pembangunan yang sebenanya, yang menyentuh kebutuhan masyarakat.

Terkait berbagai kerusakan lingkungan hidup di kabupaten Malinau, Yansen menegaskan, jika masyarakat menolak eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, pemerintah daerah tidak akan mengeluarkan surat ijin pengelolaan sumber daya alam di Malinau. Artinya, Pemerintah Kabupaten Malinau akan sangat selektif dan mendengar suara masyarakat dalam hal pemberian ijin pengelolaan sumber daya alam di Kabupaten Malinau. Dengan semboyan “Bumi Intimung, Bumi Konservasi”, masyarakat Malinau berkomitmen merawat hutan tropis sebagai paru-paru dunia.

Sementara itu, Hernold Makawimbang, yang berpengalaman dalam bidang keuangan negara, menyoroti secara spesifik ancaman kerugian ekonomi akibat pengelolaan sumber daya alam. Hernold mengajak gereja-gereja untuk melakukan pendataan pengelolaan sumber daya alam yang lebih transparan dan akuntabel. Gereja mempunyai peran yang sangat strategsi untuk mengontorol keuangan negara. Dengan demikian, Spiritualitas Keugaharian, secara konkret,  diwujudkan dengan kontribusi gereja dalam pencegahan korupsi yang selama ini berlangsung, dalam konteks pengelolaan sumber daya alam.

Di sisi lain, Pendeta Albertus Patty memberi sebuah refleksi teologis tentang Spiritualitas Keugaharian. Ia menyoroti kecenderungan sifat kerakusan manusia dalam mengeksploitasi alam. “Ugahari tidak hanya bermakna ‘cukup’ dalam hal menumpukkan kekayaan, tetapi ugahari juga harus dilihat sebagai sebuah spiritualitas dengan menyadari bahwa lingkungan hidup dan semesta ciptaan Allah harus didayagunakan secara cukup dan tidak sewenang-wenang," ujar Patty.

Pada hari ketiga, Persidangan MPL PGI secara resmi ditutup oleh Bupati Malinau, Dr. Yansen TP. Pada kesempatan ini, Bupati Malinau berharap agar spiritualitas keugaharian dapat dilaksanakan dan diimplementasikan di jemaat gereja masing-masing. Pemda Kabupaten Malinau juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada MPL PGI yang melaksanakan kegiatan MPL di Malinau. Sementara itu, Ketua Umum PGI, Pdt Henritette Hutabarat Lebang, dalam sambutannya, menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang berkontribusi terlaksananya persidangan MPL PGI, seperti gereja-gereja di Malinau, panitia dan pandu siding, dan kepada pemerintah daerah Kabupaten Malinau. 

Persidangan MPL PGI, selain menetapkan pokok-pokok program pelayanan PGI 2015, juga merumuskan pesan strategis PGI bagi gereja-gereja di Indonesia dan bagi pemerintah, antara lain mengenai hukuman mat, kasus korupsi, masalah Poso, rakyat Sinabung, dan Papua. (pgi.or.id)

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home