Loading...
INDONESIA
Penulis: Endang Saputra 20:01 WIB | Senin, 05 Oktober 2015

"Reformasi TNI Berhenti Sejak 2010"

Marsda TNI (Purn) Koesnadi Kardi dalam diskusi bertema Quo Vadis Reformasi TNI di Ruang Rapat Lantai 2 Komnas HAM Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, hari Senin (5/10). (Foto: Endang Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Marsda TNI (Purn) Koesnadi Kardi, mengatakan era reformasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dilakukan sejak jatuhnya Presiden Soeharto, namun secara resmi reformasi internal TNI dilakukan sejak tanggal 5 Oktober 1998.

Menurut mantan Kabadiklat Kemenhan itu,sejak tanggal tersebut perubahan demi perubahan telah dilakukan, termasuk perubahan stratifikasi doktrin, doktrin TNI dan validasi organisasi TNI.

"Namun reformasi tersebut dilakukan hanya untuk menjawab pertanyaan dan tuntutan dari sebagian besar masyarakat Indonesia bahwa TNI tidak melakukan "Dwifungsi ABRII" lagi," kata Koesnadi  dalam diskusi bertema Quo Vadis Reformasi TNI di Ruang Rapat Lantai 2 Komnas HAM Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, hari Senin (5/10).

Dikatakan Koesnadi, perubahan-perubahan di lingkungan TNI dilakukan hanya ditujukan ke arah tersebut sejak 1998 sampai dengan tahun 2008 (selama 10 tahun). Lalu sejak tahun 2010 seolah-olah berhenti, tanpa ada tindak lanjutnya.

"Bagaikan besi sudah terlanjur dingin tidak bisa ditempa lagi. Dampak yang terjadi, tindakan represif oleh TNI terhadap masyarakat masih juga dilaksanakan dengan alasan untuk mewujudkan stabilitas dan keamanan negara. Adanya slogan lama yang menyatakan bahwa "TNI adalah dari rakyat dan untuk rakyat" dan berjuang untuk kepentingan stabilitas nasional, belum juga hilang," kata dia.

Menurut Koesnadi, mindset seperti ini masih ada dan belum hilang di sebagian besar prajurit TNI. Apalagi empat kelompok pengawal dan pemantau reformasi (dari lingkaran luar) juga mengendor bahkan hilang sama sekali. empat pengawal itu adalah media, ormas atau parpol, universitas dan LSM.

"Sedangkan dari pelaku reformasi dan pengambilan kebijakan reformasi (dari kalangan dalam) yaitu, Presiden, DPR, Kementerian Pertahanan, dan TNI sudah berkurang interestnya, apalagi tidak ada desakan atau tuntutan dari kalangan luar," kata dia.

Selanjutnya, mengutip beberapa pendapat dari sosiolog UI, Koesnadi mengatakan reformasi yang dilakukan TNI merupakan syarat menuju tentara yang profesional, namun masih menghadapai batu sandungan.

"Orientasi militer dalam bidang politik sudah berlangsung sejak awal pembetukan TNI, dimana banyak perwira yang bergabung dengan militer bukan karena menginginkan keperwiraan militer yang profesional, melainkan karena semangat yang tinggi untuk melawan kolonialisme," kata dia.

"Adanya keyakinan kuat bahwa militer harus berpolitik disebabkan kegagalan beberapa pemimpin setelah era kemerdekaan 1945," dia menambahkan.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home