Loading...
RELIGI
Penulis: Bayu Probo 20:57 WIB | Senin, 27 April 2015

Riset PGI: Ibu Paling Berperan pada Persepsi Religi Anak

Trisno S. Sutanto, jurnalis satuharapan.com dalam Seminar “Dalam Solidaritas dengan Sesama Anak Bangsa, Gereja Mengembangkan Persaudaraan Lintasiman Menanggulangi Radikalisme” di GPIB Paulus, Jakarta Pusat, Senin (27/4). (Foto: Bayu Probo)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Trisno S. Sutanto, Koordinator Peneliti dari Biro Penelitian dan Komunikasi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia menyimpulkan bahwa ibu punya peran paling penting dalam membentuk persepsi keagamaan anak. Bahkan, tentang kefanatikan si anak pada agama yang dianutnya.

Suasana Seminar di GPIB Paulus, Senin (27/4).

Trisno menyimpulkan itu dari riset yang dilakukan Biro Litkom PGI untuk Majelis Pekerja Harian PGI dalam menyiapkan Sidang Raya XVI pada awal November tahun lalu. Salah satunya adalah memperbarui Dokumen Keesaan Gereja (DKG) dan Pokok-pokok Tugas Panggilan Bersama (PTPB) gereja.

Ini terkait dengan banyak studi oikumene yang tidak menyentuh persoalan empiris. Seperti yang ia bagikan di Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Paulus, Jakarta Pusat, Senin (27/4) ia menekankan bahwa Konsep kunci oikumene mengalami perkembangan yang sangat luas. Salah satu tokoh penting dalam gerakan oikumene internasional, Philip Potter dalam The Ecumenical Review vol 29 No 4 1977 h 363mengatakan bahwa “The whole burden of the ecumenical movement is to co-operate with God in making the oikoumene an oikos, a home, a family of men and women, of young and old, of varied gifts, cultures, possibilities, where openness, trust, love and justice reign

Jadi, gerakan oikoumene harus dimulai dari komunitas terkecil. Yaitu keluarga. Hasil penelitian Litkom PGI kepada murid-murid di SMA Kristen menunjukkan itu.

Dalam penelitian itu ada 638 responden di 20 kota dan 21 SMA (khusus Nias dua sekolah). Responden 44,9 persen laki-laki dan 55,1 persen perempuan. Juga, 72,1 persen lahir dari pernikahan dengan ayah dan ibu dari etnis sama.

Dalam penelitian tersebut, disimpulkan secara umum tidak ada larangan untuk bergaul dengan agama lain. Namun, makin intim relasi (pacaran dan mau menikah) larangan menjadi menguat. Dan, persentase paling kecil hubungan intim adalah dengan umat Islam. Menurut analisis PGI, media tentang ketegangan Islam-Kristen membuat persepsi relasi menjadi mengecil.

Namun, uniknya ada perbedaan antara persepsi/pengetahuan dan pengalaman. Sebab, sebagian besar responden mengaku pernah dan sedang berpacaran dengan Muslim.

Pembentukan persepsi religi tersebut dipengaruhi oleh berbagai institusi—keluarga, sekolah, dan gereja. Dan, ada korelasi positif aspek pengetahuan dan motivasi. Hasilnya, figur ibu paling dominan tentang itu. Trisno menyimpulkan, untuk membentuk persepsi yang benar tentang pandangan anak terhadap sikap keagamaannya dan relasinya dengan orang lain yang berbeda, agama atau aliran, ibulah yang harus diberdayakan.

Survei pada Gereja

Sebelumnya, jurnalis satuharapan.com ini mengungkapkan bahwa PGI sejak awal adalah gerakan untuk membangun satu gereja di Indonesia. Namun, keesaan ini menjadi persoalan yang terus menerus dipergumulkan.

Jeirry Sumampouw, Sekretaris Eksekutif bidang Diakonia PGI (berdiri) memberi pengantar sebelum seminar dimulai. Para panelis dari kiri ke kanan: Ihsan Ali-Fauzi, Joas Adiprasetya, Martin Sinaga (moderator), dan Trisno S. Sutanto.

Pada 1984, DKG punya tiga terobosan penting. Pertama, peletakan keesaan gereja dalam tugas panggilan bersama. Keesaan dalam aksi. Kedua, dalam melaksanakan tugas panggilan itu membutuhkan kerangka. PSMSM (piagam saling mengakui saling menerima). Dan terakhir, karena pergeseran fundamental itu Dewan Gereja Indonesia (DGI) diubah menjadi PGI.

Sejak awal PGI bergerak sesuai dengan gerak bangsa. Dengan itulah oikumene dimaknai secara internal dan eksternal. Internal, terkait dengan masalah di dalam anggota. Eksternal adalah hubungan PGI dengan organisasi/umat beragama lain.

Terkait wajah gereja masa kini dan hubungannya dengan gerakan oikoumene, termasuk juga interaksi dengan institusi agama lain, PGI juga melakukan riset. Responden adalah 26 Sinode atau 25 persen dari anggota PGI.

Hasilnya adalah gereja mampu membuka diri untuk bekerja. Secara internal. PSMSM menjadi jalan keluar. Salah satunya tentang baptisan ulang. Dengan penambahan artikel pada PSMSM 1989—setiap perpindahan gereja tidak dilakukan baptisan ulang, relasi internal PGI makin lama makin baik.

Lalu, pertanyaan selanjutnya adalah apa itu pekabaran Injil (PI)? PI yang dimaksud PGI adalah kepada segala makhluk. Yang, berarti juga bertanggung jawab kepada seluruh ciptaan. Jawabannya adalah lebih dari 62 persen mengutamakan kesejahteraan bersama. Sebanyak 42 persen, menganggap PI sebagai mengabarkan Injil kepada non-Kristen. Dan, 8 persen menjawab mengabarkan Injil kepada orang Kristen dengan denominasi berbeda.

Dengan pemahaman tersebut uniknya, 85 persen responden mengaku menjalin hubungan dengan agama-agama lain. Dan, 41 persen kerja sama sudah dilakukan. Misalnya, live in, studi intensif Islam-Kristen seperti yang dilakukan sinode Gereja-gereja Kristen Jawi Wetan.

Sebanyak 57 persen responden juga berani mengubah dokumen gereja, katekisasi, supaya gereja lebih menghormati pluralisme. Bahkan, 75 persen gereja mengakui pernikahan beda agama. Namun hanya 39 persen gereja mau memberkati pernikahan beda agama.

Kurang SDM

Namun, pencerahan yang positif ini belum diimbangi dengan kemampuan. Sebab, walaupun gereja menaruh perhatian besar pada hubungan antar-iman, gereja kekurangan SDM yang menangani isu ini. Dan, menurut Trisno, PGI perlu menaruh orang yang khusus untuk mengembangkan ini.

Akibat sumber daya yang langka, gereja belum mampu menjalin jejaring kerja. Terutama dalam menghadapi tantangan fanatisme. Sebab, perlu perhatian khusus untuk mengembangkan sikap tenggang rasa.

   Baca juga:

Presentasi Trisno ini disampaikan dalam Seminar “Dalam Solidaritas dengan Sesama Anak Bangsa, Gereja Mengembangkan Persaudaraan Lintasiman Menanggulangi Radikalisme.” Acara yang menjadi rangkaian ulang tahun ke-65 PGI ini selain diisi Trisno S. Sutanto, juga oleh Joas Adiprasetya (Ketua Sekolah Tinggi Teologi Jakarta), dan Ihsan Ali-Fauzi (peneliti di Universitas Paramadina) dengan moderator Martin Lukito Sinaga (Dosen STT Jakarta).

Selain Focus Group Discussion dan Seminar, rencananya pada 16 Mei akan ada Jalan Damai Lintas Agama dari Monas, Jl Thamrin hingga Bundaran Hotel Indonesia. Lalu, pada 17-24 Mei akan ada aksi sosial dan donor darah. Pada 24 Mei malam di Ocean Ecopark Ancol, ada ibadah dan perayaan HUT ke-65 PGI. Acara di Ancol dimeriahkan artis-artis Kristen: Judika, Harvey Malaiholo, Victor Hutabarat, Soraya Togas, Lex Trio, Yerikho VG, Masnait VG, Jimmie Manopo Band. Dan, puncaknya pada hari ulang tahun, 25 Mei, ada diskusi, seminar dan peluncuran buku di kantor pusat PGI, Grha Oikoumene.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home