Loading...
RELIGI
Penulis: Trisno S Sutanto 13:33 WIB | Rabu, 06 November 2013

Sidang WCC: Kaum Dalit Masih Merasa Tersisih

Sidang WCC: Kaum Dalit Masih Merasa Tersisih
Protes kelompok Dalit di depan kompleks Madang (Foto-foto: Trisno S. Sutanto)
Sidang WCC: Kaum Dalit Masih Merasa Tersisih
Paul Divakar (paling kanan) di tengah protes
Sidang WCC: Kaum Dalit Masih Merasa Tersisih
Gerai solidaritas Dalit di dalam kompleks Madang

BUSAN, SATUHARAPAN.COM – “Kami mendesak agar WCC memasukkan ke dalam program aksi mereka untuk menegaskan bahwa tidak akan ada lagi sistem kasta dalam gereja-gereja anggotanya, maupun dalam masyarakat luas.”

Tuntutan itu disuarakan N. Paul Divakar, Sekretaris Jendral Dalit Arthik Adhikar Andolan (Kampanye Nasional Hak Asasi Manusia bagi Dalit), saat berdemo persis di depan kompleks Madang, saat Sidang Raya ke-10 Dewan Gereja se-Dunia (World Council of Churches / WCC) berlangsung di Busan, Korea Selatan. Beberapa tokoh masyarakat Dalit tampak mengiringi, menyanyi dan menabuh genderang mereka, sembari menari-nari dan membawa spanduk bertuliskan No One Can Serve Christ and Caste. Demo yang atraktif tersebut menarik beberapa tokoh dan anggota delegasi Sidang Raya yang datang untuk menonton, dan bahkan ikut menari.

Kaum Dalit Kasta Terendah di India

Kaum Dalit adalah kelompok kasta paling rendah yang selama ratusan tahun mengalami diskriminasi paling parah di India. Dahulu mereka kerap disebut sebagai kelompok the untouchables (kasta yang tidak dapat disentuh). Diskriminasi berdasarkan kasta itu sudah berabad-abad usianya, dan diam-diam juga menyusup ke dalam kehidupan gereja.

“Walau sudah 200 tahun orang-orang Dalit menjadi anggota gereja, namun kami masih tetap mengalami diskriminasi tersembunyi,” kata Divakar pada Trisno S. Sutanto, wartawan satuharapan.com, seusai demo. “Ini seperti hidden apartheid yang ada dalam gereja maupun di luar gereja.”

Sebab, menurut Divakar, walau seorang Dalit memeluk agama Kristen atau pun Islam yang mewartakan kesetaraan setiap makhluk di hadapan Sang Pencipta, tetap saja di dalam komunitas keagamaan, apalagi masyarakat luas, mereka dianggap sebagai kasta paling rendah. “Saya pernah ke Senegal, di mana umat Muslim mayoritas,” tutur Divakar. “Dan, hidden apartheid itu juga terasa di sana.”

Sudah lama WCC memberi perhatian pada isu diskriminasi berdasarkan kasta ini. Bahkan dalam kompleks Madang, ada gerai khusus untuk membangun solidaritas bagi kaum Dalit. Namun, itu semua dirasa masih kurang memadai.

“Dalam persidangan WCC sudah banyak isu keadilan diangkat dari berbagai negara, tetapi saya tidak melihat ada satu isu yang khusus ditujukan untuk menghapus sistem kasta yang diskriminatif ini,” kata Divakar. “Dan persoalan kasta bukan hanya di India, tetapi juga dapat ditemukan di negara-negara Asia Tenggara, seperti Nepal, Bangladesh, Srilanka, dan Pakistan. Ini harus menjadi concern bersama gereja-gereja.”

Bagi Divakar, sistem kasta itu lebih bersifat kultural ketimbang religius. “Saya tahu banyak orang menganggap bahwa sistem kasta disebabkan Hinduisme,” kata Divakar. “Tapi saya rasa sistem itu lebih bersifat kultural, sama seperti diskriminasi terhadap perempuan. Memang sistem itu lalu diberi pembenaran oleh pandangan keagamaan.”

“Gereja-gereja sekarang harus melihat dan mendengar suara Dalit dan mereka yang selama ini dimarjinalkan,” lanjutnya. “Mereka yang berjuang melawan sistem diskriminatif itulah para duta besar perdamaian yang sejati, sekaligus pembawa misi Allah sekarang.”


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home