Loading...
DUNIA
Penulis: Prasasta Widiadi 07:17 WIB | Kamis, 05 November 2015

RRT Pendekatan Kultural Atasi Budaya Kekerasan Xinjiang

Ilustrasi: Dua perempuan dari etnis Uighur di Xinjiang, Tiongkok. (Foto: chinadaily.com.cn).

BEIJING, SATUHARAPAN.COM – Republik Rakyat Tiongkok (RRT) harus mendorong pendekatan budaya dalam upaya meredam kerusuhan yang sering kali melanda wilayah Xinjiang, di Barat Daya Tiongkok.

“Pemerintah harus terus melakukan langkah-langkah tegas dan pendekatan kultural terkait perlindungan stabilitas sosial dan  kerukunan beragama,” kata Zhang Chunxian, petinggi Partai Komunis Tiongkok Wilayah Xinjiang, dalam komentar di Xinjiang Daily, dan dikutip channelnewsasia.com, hari Rabu (4/11).

Zhang menyebut metode kultural yakni perlu studi bahasa Mandarin dan pencampuran  berbagai ras dan etnis di wilayah tersebut sebagai bagian stabilitas budaya  di wilayah yang dikenal bermasalah tersebut. 

“Xinjiang adalah medan pertempuran pusat untuk memerangi terorisme dan ancaman terhadap stabilitas," kata  Zhang.

Xinjiang Daily mengungkapkan ratusan orang tewas dalam berbagai aksi kekerasan di Xinjiang dalam beberapa tahun terakhir.

Zhang menyebut pemerintah RRT menyalahkan kerusuhan pada militan Islam yang ingin mendirikan sebuah negara merdeka yang disebut Turkestan Timur. Di wilayah tersebut berdiam etnis Uighur, orang-orang kebanyakan Muslim yang berbicara bahasa Turki.  

Zhang menyebut Tiongkok harus mencapai kemajuan yang signifikan pada tahun 2020 dalam perjuangan melawan separatis di Xinjiang selatan.

“Negara harus menjaga stabilitas dan melawan teror,” kata Zhang.

Banyak warga Uighur takut kepada tekanan pemerintah untuk mempelajari budaya Tiongkok dan bahasa Mandarin, karena harus digabungkan dengan pembatasan pada praktek agama dan budaya Uighur. Namun di sisi lain, pemerintah RRT  membantah memiliki kebijakan represif.

Zhang menyebut saat ini diperlukan pertukaran pelajar antara kelompok-kelompok etnis dan pendidikan di Tiongkok.

Pemerintah RRT  telah lama mendorong bahasa Mandarin sebagai bahasa pemersatu di banyak negara dengan ratusan dialek dan bahasa yang berbeda, namun menghadapi perlawanan yang cukup frontal di Xinjiang karena masyarakat Uighur menganggap bahasa Mandarin dan budaya Tiongkok sebagai salah satu sarana penghilang budaya asli Uighur. (channelnewsasia.com).

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home