Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 14:13 WIB | Selasa, 09 Februari 2016

Stafsus Presiden: Takut Akan Tuhan Kunci Otsus Papua Berjalan

Wakil Gubernur Papua Barat, Irene Manibuy, dan Staf Khusus Presiden yang membidangi masalah Papua, Lenis Kogoya, mengikuti Rapat Kerja yang membahas Implementasi Otonomi Khusus Papua dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, hari Selasa (9/2). (Foto: Martahan Lumban Gaol)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Staf Khusus Presiden yang membidangi masalah Papua, Lenis Kogoya, mengatakan implementasi Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua hanya dapat berjalan dengan baik bila diterjemahkan dengan hati. Menurutnya, penerjemahannya harus mendapat dukungan dua hal, yakni takut akan Tuhan dan rasa menghasihi bangsa sendiri.

“Hal yang harus dilakukan dalam menerapkan UU Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua adalah diterjemahkan mulai dari hati. Ada dua tipe, pertama, harus takut kepada Tuhan, kedua, mengasihi bangsa sendiri,” kata Lenis saat mengikuti Rapat Kerja yang membahas Implementasi Otonomi Khusus Papua dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, hari Selasa (9/2).

Menurutnya, kesalahan implementasi UU Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dilakukan oleh rakyat Papua sendiri, bukan dari pemerintah pusat seperti yang ditudingkan selama ini hingga muncul wacana penerbitan Rancangan Undang-undang Otsus Plus Papua. Sebab, menurut Lenis, UU Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua telah memberikan kewenangan penuh bagi rakyat Papua mengurus rumah tangganya sendiri.

“Perlu diketahui, ini hanya dikatakan oleh sekelompok orang. Secara garis besar, bukan pemerintah pusat yang salah, tapi kami orang Papua yang salah. UU Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua telah memberikan kewenangan penuh bagi Papua untuk memberi makan keluarganya sendiri,” kata Lenis.

Salah Regulasi

Di tempat yang sama, Wakil Gubernur Papua Barat, Irene Manibuy, setuju dengan pernyataan Lenis. Menurutnya, kesalahan implementasi UU Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua terletak pada regulasi. Sebab, UU Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua mengamanatkan implementasi menggunakan peraturan daerah khusus (Perdasus), bukan sebatas peraturan gubernur (Pergub) seperti yang dilaksanakan selama ini.

“Selama ini, dana untuk penerapan UU Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua hanya menggunakan Pergub, Padahal UU itu mengamanatkan harus menggunakan Perdasus. Jadi dari segi regulasi kita sudah salah,” katanya.

Menurutnya, kesalahan penggunaan regulasi tersebut menyababkan dana otsus Papua dikelola oleh pemerintah provinsi yang kemudian mengeluarkan Pergub untuk masalah pengalokasian dananya. Dia menjelaskan, melalui Pergub, Pemerintah Provinsi Papua membagi 80 persen untuk kabupaten/kota dan 20 persen untuk dikelola sendiri, sementara Pemerintah Provinsi Papua Barat membagi 70 persen untuk kabupaten/kota dan 30 persen untuk dikelola sendiri.

“Pertanyaan saya, apa yang bisa dilakukan dengan dana sedikit sebesar 20 dan 30 persen yan‎g ditahan masing-masing pemerintah provinsi itu?,” kata dia.

Sementara, Irene melanjutkan, pengalokasian dana sebesar 80 atau 70 persen kepada pemerintah kabupaten/kota dilakukan tanpa regulasi. Akibatnya, terdapat celah untuk menggunakan dana tersebut sesuai dengan kebutuhannya masing-masing,.

“Karena tidak diikat regulasi, dana itu jadi bisa dipakai seenaknya. Misalnya dana yang seharusnya dipakai untuk pendidikan, kesehatan, perekonomian rakyat, atau afirmatif lainnya, jadi dipakai untuk pembangunan jalan oleh para bupati dan wali kota,” ujarnya.

Dia pun menyayangkan cara penggunaan dana yang ditempuh oleh para bupati dan wali kota di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Karena akibatnya, hingga kini kedua provinsi tersebut tidak memiliki rumah sakit dan sekolah berstandar internasional. Padahal, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat  memiliki dana yang cukup besar.

“Saya kemarin diajak untuk melihat sekolah yang dibangun Pak Luhut Binsar Pandjaitan (Menko Polhukam) di Provinsi Sumatera Utara, saya hanya geleng kepala. Kenapa kami tidak bisa punya, kami punya dana besar bahkan sampai triliunan rupiah, Provinsi Papua bisa mendapatkan 3 triliun rupiah, sementara Provinsi Papua Barat bisa dapat 5 triliun rupiah. Belum dana infrstruktur otsusnya, Provinsi Papua itu sampai 2 triliun rupiah,” tutur Irene.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home