Loading...
OPINI
Penulis: Albertus Patty 00:00 WIB | Kamis, 20 Maret 2014

Tahun Politik Kaum Muda

SATUHARAPAN.COM - Ada anggapan bahwa anak-anak muda jaman sekarang telah tenggelam dalam teknologi ‘gadget’ sehingga mereka terasing dari kancah politik Indonesia. Para pemuda ini dianggap tidak serius terhadap politik dan tidak juga perduli ketika mereka tidak menjadi bagian dari percakapan para politisi.

Anggapan adanya sikap apatis dan apolitis kaum muda karena memang sebagian dari mereka  menganggap politik itu kotor. Sebagian lagi muak dengan ulah para politisi busuk atau keserakahan oligarki pemodal. Mereka tidak perduli bila persoalan administratif yang membelit KPU  berpotensi melenyapkan hak memilih mereka dalam Pemilu mendatang.

Anggapan ini didukung oleh statistik bahwa partisipasi warga dalam memilih cenderung turun jika dilihat dari Pemilu 1999 (Golput 10,21 persen), 2004 (golput 23,34 persen), dan 2009 (golput 39,10 persen). Kecenderungan ini, ditambah dengan apatisme kaum muda dan perilaku politisi korup, menimbulkan kekhawatiran partisipasi Pemilu 2014, terutama dari kaum muda, akan semakin rendah. Meski demikian, bila ditelusuri dengan cukup jeli, anggapan pesimis terhadap keterlibatan kaum muda dalam politik ini tidak punya dasar yang cukup kuat. Trend yang ada justru menunjukkan sebaliknya.  Ada beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa Pemilu 2014 ini akan menjadi tahun politiknya kaum muda.

 

Politisi Muda   

Dunia berubah. Politik Indonesia pun berubah drastis. Momentum perubahan itu kemungkinan besar terjadi pada Pemilu 2014 ini. Kajian beberapa lembaga survey menunjukkan gejala perubahan itu. Warga masyarakat mulai condong memilih pemimpin dari golongan muda daripada memilih generasi yang lebih tua.

Warga masyarakat condong memilih Partai yang berorientasi nasional daripada yang berorientasi primordialis agama.  Impotensi moral seperti korupsi  dan pornogarfi  yang membelit para politisi, terutama politisi Partai ‘agama’, berkontribusi besar pada persepsi  warga bahwa politisi bukanlah malaikat suci. Mereka manusia rentan yang berpotensi memanipulasi agama demi memuaskan syahwat materi dan kuasa.  Partai agama pun ditinggalkan dalam rasa frustrasi. Politik kehilangan negarawan, minus keteladanan. Aroma busuk tuna moral yang menyumpekkan ruang politik hampir saja memupuskan harapan warga  terhadap masa depan politik  bangsa.  

Untunglah, di tengah kelamnya cuaca politik Indonesia muncul tokoh politik yang didominasi kaum muda seperti Jokowi, Ahok, Risma, dan juga lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) yang sebagian personalnya adalah kaum muda. Mereka ini jujur, berani, tegas, dan memiliki visi kebangsaan. Para politisi muda ini mengingatkan kita bahwa politik tidak selalu buruk dan politisi tidak selalu jahat. Masih ada yang baik! Di antara semak belukar penjahat ada gandum yang baik. 

Kaum muda ini memberi harapan, tetapi terutama memberi perubahan signifikan dalam peta politik dan paradigma politik Indonesia.  Tentu saja penekanan gerakan moral ini tidak seluruhnya muncul dari kaum muda. Ada juga peran mereka yang lebih senior, tetapi gerakan moral kaum muda ini mulai menunjukkan perubahan signifikan dalam konstestasi politik bangsa kita.

Pada Pemilu ini akan terjadi alih generasi kepemimpinan: dari generasi tua ke generasi muda. Gaya kepemimpinan pun akan berubah: dari kharismatik-feodal menjadi lebih egaliter. Relasi antara pemimpin dan yang dipimpin berubah: dari vertikal menjadi horizontal.  Dari yang elitis birokratis menjadi pemimpin yang mampu berdialog dengan rakyatnya.

Kriteria pemimpin yang disukai rakyat pun berubah: dari yang keras dan tegas menjadi yang jujur, terbuka dan yang memiliki jiwa pengabdian.  Dari yang sektarian-primordialistik menjadi pemimpin berwawasan kebangsaan dan kemanusiaan. Dari pemimpin berpenampilan "necis" dan berwibawa menjadi pemimpin yang berpenampilan apa adanya, dan terutama  dari pemimpin ‘salon’ yang berdiam di atas awan menjadi pemimpin yang mampu bergaul dan mendekat dengan rakyatnya.

 

Pemilih Muda

Pemilih kaum muda sangat banyak. Konon hampir 70 juta orang dengan 20 juta diantaranya merupakan pemilih pemula (Antaranews Nov. 2013).  Para kandidat yang akan didaulat menjadi Calon Presiden bersiap membidik mereka dengan merancang strategi mendekati pemilih muda yang lekat dengan dunia siber. ARB membeli Path. Machfud mulai rajin membalas twitter yang konsumennya lebih banyak kaum muda. Gita Wiryawan merekrut banyak kaum muda menjadi penopang tim suksesnya.

Kampanye pun akan memperhitungkan penggunaan media sosial. Lebih dari separuh pengguna internet berusia kurang dari 20 tahun (Nielsen dikutip oleh Usman Hamid, Dec 2012). Indonesia sendiri menempati urutan keempat dengan 42,596,260 pengguna Facebook yang sebagian besar dari pengguna itu adalah kaum muda. Yang lebih menarik 8 dari 10 pengguna internet di Indonesia mengunjungi media-media sosial setiap hari.

Inilah yang membuat media sosial semakin berpengaruh bukan saja untuk dijadikan ajang kampanye tetapi juga menjadi era bangkitnya suara publik digital. Kaum muda ini bukan sekedar citizen, tetapi telah menjadi netizen, warga internet yang bahkan bisa menentukan arah perubahan.

Barack Obama telah merasakan manfaatnya. Sosok Obama dengan revolusi media sosial telah menggerakkan partisipasi pemilih muda pada rentang 18-24 tahun yang berhasil memenangkannya. Di Indonesia, gerakan sejuta Facebookers yang didominasi kaum muda untuk KPK telah membuat Institusi Kepolisian tidak berdaya dan telah memaksa Presiden membentuk Tim 8 dan membatalkan penahanan dua pimpinan KPK. Suka atau tidak suka, gerakan moral kaum muda yang menjadi  cyberactivist berpotensi mewarnai perubahan mulai dari Pilkada Jakarta lalu, dan dalam kontestasi politik yang lebih baik bagi Indonesia kini dan ke depan.

Fenomena di atas memberi indikasi bahwa kaum muda Indonesia bukanlah kaum yang apatis atau apolitis. Kaum muda telah menjadi tulang punggung perubahan sosial politik yang lebih baik bagi bangsa kita.

Pemilu 2014 pun akan menjadi Pemilu yang sarat dengan perubahan, dan tulang punggung perubahan adalah kaum muda. Di tingkat elite, kaum muda akan menempati ruang-ruang  birokrasi yang akan ditinggalkan oleh generasi yang lebih tua. Di tingkat akar rumput kaum muda menjadi  penggerak  moral yang memungkinkan perubahan sosial demi tercapainya cita-cita keadilan sosial dan solidaritas nasional Indonesia. 

Kesimpulannya, Pemilu 2014  adalah gerbang utama bagi kaum muda untuk mulai berkarya bagi Indonesia yang lebih baik! Semoga!

Penulis adalah Rohaniawan/Pemerhati masalah sosial-politik 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home