Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 11:19 WIB | Selasa, 26 September 2017

Tren Hidup Minimalis Lawan Arus Konsumerisme

Ilustrasi. Tren gaya berbelanja di toko tua di Jerman, semua barang tidak dikemas, dan ramah lingkungan, yang menjadi Tren hidup minimalis mulai banyak dilakukan masyarakat di kota metropolitan dunia. (Foto: de.com)

JERMAN, SATUHARAPAN.COM – Gaya hidup ramah lingkungan, sederhana, dan tak boros, jadi tren terbaru di kalangan kaum muda perkotaan. Tanpa banyak memiliki barang, otomatis produk sampah yang makin sedikit dan ruang hidup yang dibutuhkan makin kecil.

Semakin sedikit punya barang, semakin bagus. Tidak ada buku, hampir steril. Hidup dengan mengurangi jumlah barang sebagai prinsipnya.

Begitulah prinsip yang dianut Mimi, pengikut aliran Minimalis. Ia memutuskan mengubah gaya hidupnya dua tahun lalu.

"Awalnya saya tidak sadar. Untuk gaya hidup ini ada namanya dan bahwa ini sebuah gaya hidup. Saya hanya punya sebuah impuls, ingin mengubah hidup. Saya ingin mengurangi," kata Mimi. 

Hanya sedikit atau tidak memiliki barang sama sekali, menyewa, bukan memiliki, adalah sebuah gaya hidup alternatif yang sudah ada di Jerman sejak lama.

Menggunakan mobil tanpa memilikinya, bagi banyak orang sudah jadi bagian hidup sehari-hari. Mengapa tidak bisa untuk barang lain? Misalnya untuk telefon seluler? Begitu pertanyaan Michael Cassau. Dua tahun lalu ia mendirikan sebuah start-up, yang menawarkan sewa alat elektronik.

Michael Cassau, pendiri Grover, mengatakan, “Sebagai konsumen, lebih efisien menggunakan produk selama perlu. Membayarnya per bulan dan lebih murah. Memasarkan itu di Jerman dan mungkin di seluruh dunia, juga mendekatkannya dengan konsumen. Itu tugas kami, dan kami jadikan tujuan.”

Barang terbaru dan terbaik yang ada di pasaran, adalah yang diinginkan pelanggan dari Grover.

Mike Kotsch, contohnya, adalah pelanggan start up itu. Ia berusia 31 tahun dan ingin selalu menggunakan peralatan elektronik terbaru. Kalau bisa menyewa tentu lebih baik. Hari ini ia mendapat robot pengisap debu terbaru. Robot itu bisa membersihkan apartemen secara independen.

“Tidak perlu lagi untuk membeli. Karena dalam ritme tahunan model-model lebih baik dilempar ke pasar. Kalau membeli, kita akan terperangkap dengan variasi yang sudah ketinggalan zaman," kata Mike Kotsch.

Ia harus menyewa sedikitnya sebulan. Untuk kebebasan mengkonsumsi seperti ini, Mike bersedia membayar. Walaupun jika menyewa, konsumen bisa keluar uang 25 persen lebih banyak daripada jika membeli.

Bagi Mimi, barang terbaru tidak penting. Ia naik sepeda tua. Bahkan gaya berbelanjanya berdasar pada nostalgia. Toko favoritnya terinspirasi Tante Emma Laden, jenis toko tua khas Jerman. Semua barang tidak dikemas, dan ramah lingkungan. Bagi Mimi yang warga Berlin, itulah yang terpenting. Untuk itu ia bersedia menyediakan waktu, dan menempuh perjalanan jauh.

Tren Urban Farming di Berbagai Metropolitan Dunia  

Balkon, dinding, atap ,semua jenis ruang perkotaan dapat diubah menjadi zona pertanian mini. Penduduk Bumi akan mencapai 10 miliar orang pada tahun. Dua per tiganya akan tinggal di kota-kota. Kebutuhan nutrisi untuk miliaran orang di era perubahan iklim, menjadi salah satu tantangan terbesar abad ke-21. Di situlah urban farming bisa membantu.

Penduduk kota merindukan alam. Itu sebabnya, berkebun di perkotaan cepat jadi tren. Antara lain untuk meningkatkan kualitas hidup dan menciptakan ikatan sosial dalam masyarakat. Urban farming meningkatkan perekonomian lokal dengan menciptakan lapangan kerja dan mendukung ketahanan pangan yang lebih besar.

Perkebunan perkotaan, membantu membatasi dampak iklim yang memanas dengan mendinginkan kota, sekaligus meningkatkan keanekaragaman hayati di lingkungan perkotaan. HK Farm di Hong Kong, yang didirikan Maret 2012, adalah jaringan taman atap di sekitar Yau Ma Tei, salah satu lingkungan tertua di Hong Kong, yang sudah lebih seabad tidak melihat kegiatan pertanian.

Brooklyn Grange, mengoperasikan perkebunan atap terbesar di dunia di New York City. Mereka menanam lebih dari 22 ton produk organik setiap tahun. Mereka juga mengelola lebih dari 30 sarang lebah madu di atas atap di seluruh kota. Ini dimulai 2010 dengan tujuan menciptakan model berkelanjutan untuk pertanian perkotaan, menghasilkan sayuran untuk masyarakat dan menjaga ekosistem

Prinzessinnengarten diluncurkan sebagai proyek percontohan tahun 2009 di Distrik Kreuzberg, Berlin. Sampah dibersihkan dan dibuat pot-pot sayuran organik. Dan sekarang ada ruang bagi penduduk setempat untuk mengetahui lebih banyak tentang perlindungan iklim.

Di atas atap the Roppongi Hills business and shopping complex di Tokyo ada sawah. Di sini, orang bisa menanam padi. Di tempat lain di Tokyo, tumbuh semangka, tomat dan cabe.

Kebun komunitas Elliniko, di pinggiran Kota Athena, adalah salah satu "taman gerilya" yang telah muncul di seluruh Yunani. Terletak di bandara tua, yang ditinggalkan pada tahun 2001, para sukarelawan menanam buah dan sayuran untuk membantu warga yang kekurangan. (dw.com)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home