Loading...
RELIGI
Penulis: Bayu Probo 17:00 WIB | Senin, 08 Juni 2015

Wapres: Mengaji di Masjid Pakai Kaset Bikin Polusi Udara

Wakil Presiden Republik Indonesia M. Jusuf Kalla. (Foto: Antara)

TEGAL, SATUHARAPAN.COM – Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga Ketua Dewan Masjid Indonesia meminta agar pengajian di masjid tidak lagi memakai kaset pengajian tapi harus orang yang mengaji Alquran.

“Kita sudah buat rumusan di dewan masjid mengaji tidak boleh pakai kaset,” kata Wapres saat membuka ijtima ulama komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Pondok Pesantren At-Tauhidiyyah Cikura Tegal Jawa Tengah, Senin (8/6).

Wapres menceritakan saat ia berada di kampung halaman di Sulawesi Selatan pukul 04.00 WITA sudah dibangunkan suara pengajian dari empat masjid, tapi suara tersebut berasal dari kaset.

“Pertanyaannya kalau yang mengaji kaset apakah mengaji dapat pahala, kita jadi terganggu, terjadi polusi suara,” katanya.

Dia mengatakan, di Indonesia karena banyak muslim masjid dibangun berdekatan sehingga saat menjelang subuh setiap masjid memutar kaset pengajian dan suaranya saling melampaui.

“Jadi jangan bangunkan orang satu jam sebelumnya. Kalau tidak jadi polusi udara. Mudah-mudahan bisa dibicarakan apakah kaset itu ada pahala atau tidak,” tambah dia.

Ia mencontohkan seperti Turki, agar suara azan terdengar jelas, panggilan salat dilakukan bergantian tidak bersamaan.

“Ini hal penting menurut saya yang kelihatannya sepele, tapi harus diselesaikan bersama,” ujar Wapres.

Indonesia Lebih Damai Dibanding Negara-Negara Timteng

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan Indonesia lebih damai dibanding negara-negara Timur Tengah karena di negara-negara itu nisbi rentan terjadi konflik horizontal apabila terjadi perbedaan pandangan.

“Ada Suriah, Irak, belum ditambah lagi Nigeria dan negara lain yang terpengaruh ISIS. Indonesia negara paling damai dibanding negara-negara itu,” kata JK, sapaan akrab wapres.

Menurut JK, di sebagian negara Islam tersebut, kesulitan menemukan perdamaian akibat perbedaan.

Sementara di Indonesia, kata dia, masyarakat cenderung bisa memelihara kerukunan kendati terdapat perselisihan pendapat, bahkan yang ekstrem sekalipun.

Beberapa contoh konflik di Indonesia, lanjut dia, hanya terjadi di sejumlah tempat saja atau tidak sampai meningkat di level yang lebih luas.

Dia mencontohkan kasus Syiah di Sampang, Madura yang merupakan konflik skala lokal. Berbeda halnya jika kasus perbedaan itu terjadi di Timur Tengah yang sampai pada saling balas membalas serangan, seperti aksi bom bunuh diri dan tindakan radikal lainnya.

“Syiah di Madura adalah masalah romantisme kita. Tidak ada sampai masjid dibom dan tentu itu jangan sampai terjadi. Indonesia tempatnya Islam moderat wasathiyah atau jalan tengah,” katanya.

Perbedaan mazhab di Indonesia, kata dia, bisa diselesaikan dengan dialog.

Terkait hal itu, JK juga memberikan apresiasinya kepada Majelis Ulama Indonesia yang saat ini sedang melangsungkan Ijtima` Ulama Komisi Fatwa MUI V pada 7-10 Juni 2015 di Tegal.

Menurut dia, pertemuan para ulama itu memberikan contoh bagaimana para ulama berkumpul bersama untuk berdiskusi mengenai berbagai masalah fikih Islam kontemporer, isu kenegaraan dan perundang-undangan.

Diskusi itu memberi tempat untuk menjembatani berbagai perbedaan pandangan dan menyatukan ulama Islam di Indonesia.

Pertimbangkan Urgensi Jam Malam di Aceh

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, Pemerintah Aceh perlu mempertimbangkan lagi urgensi dari pemberlakuan pembatasan jam malam bagi perempuan di daerah tersebut.

“Aceh punya kewenangan internal untuk mengatur aturan khusus di daerahnya, tapi harus dipertimbangkan apakah itu urgen?” kata Wapres.

Wapres mengatakan, perlu dilihat lagi maksud dari pemberlakuan jam malam tersebut dan tidak bisa dianggap jika perempuan di Aceh keluar malam hari akan bermasalah.

“Dipertimbangkan begitu harus dilihat kasusnya. Tentu perempuan Aceh masih sangat arif untuk mengatur itu sebaik-baiknya,” katanya.

Sebelumnya, Walikota Banda Aceh Illiza Saaduddin Djamal menegaskan pemberlakuan jam malam bagi perempuan justru untuk melindungi kaum hawa tersebut.

 Walikota mengatakan jam malam perempuan tersebut berasal dari instruksi Gubernur Aceh. Dalam instruksinya, jam malam mengatur perempuan tidak boleh keluar berduaan dengan lelaki bukan muhrim di atas pukul 21.00 WIB.

 Pemerintah Kota menindaklanjuti instruksi tersebut dengan mengevaluasinya. Akhirnya disimpulkan hingga pukul 23.00 WIB. Hal ini untuk memberi ruang bagi perempuan yang bekerja di malam hari. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home