Loading...
INDONESIA
Penulis: Kartika Virgianti 08:30 WIB | Kamis, 17 Juli 2014

4 Lembaga Survei Hasilnya Beda, Jadi Persoalan Masyarakat

Prof. Hamdi Muluk (tengah), Anggota Dewan Etik Persepi, Rustam Ibrahim (kanan) Tim independen audit anggota Persepi–Ketua LP3ES. (Foto: Kartika Virgianti)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Badan Pengawas Lembaga Penelitian Pendidikan Penerapan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Rustam Ibrahim menanggapi empat lembaga survei yang hasil hitung cepat (quick count) Pilpres berbeda dari tujuh lembaga lainnya adalah persoalan bagi masyarakat.

Sebelumnya ada tujuh lembaga survei yang hasilnya memenangkan kubu Jokowi-JK dalam quick count penghitungan suara pilpres 2014. Sedangkan empat lembaga survei hasilnya memenangkan kubu Prabowo Hatta. Namun dua lembaga survei yang hasilnya memenangkan Prabowo-Hatta sudah mengundurkan diri sebelum diaudit oleh Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi).

“Dalam masalah ini ada empat lembaga yang berbeda, dia mengatakan sebaliknya, sehingga menimbulkan persoalan di dalam masyarakat,” kata Rustam dalam acara Sidang Dewan Etik Persepi Audit Lembaga Survei Anggota Persepi Atas Hasil Quick Count Pilpres 2014, di Hotel Sari Pan Pacific, MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (16/7).

Artinya, tujuh lembaga survei yang datang kepada Persepi sudah dinyatakan kredibel, sedangkan empat lainnya, menurut Rustam, publik bisa menilai sendiri.

Perlu diketahui, LP3ES merupakan lembaga yang pertama kali melakukan survei quick count (hitung cepat) di Indonesia pada Pilpres 2004. Namun sekarang karena quick count sudah bisa dilakukan oleh lembaga lain, jadi tidak perlu lagi LP3ES. Justru saat ini LP3ES sudah tidak melakukan survei lagi.

Kemudian Rustam menjelaskan, tujuan quick count pada awalnya bukan prediksi, melainkan sebagai kontrol apakah penghitungan suara yang dilakukan pemerintah jujur atau tidak, dan itu terjadi sejak zaman orde baru. Dengan demikian, kita bisa menemukan suatu metode untuk mengontrol kemungkinan kecurangan.

Tetapi dalam perkembangannya, hasil quick count ternyata begitu akurat, paling perbedaannya hanya 1%, itu masih di dalam margin of errors, karena suatu penelitian tidak mungkin semuanya sama sampai koma-komanya.

Guna mengaudit lembaga survei, Persepi melakukan sidang audit lembaga-lembaga survei anggota Persepi. Tim audit terdiri dari lima ahli yaitu, Ketua Dewan Etik Persepi, Hari Wijayanto, Anggota Dewan Etik Persepi, Hamdi Muluk, Tim independen–Ketua LP3ES, Rustam Ibrahim, Tim independen–Pakar Psikometri, Jahja Umar, Tim independen–mantan Ketua Panwaslu RI, Komarudin Hidayat.

Selama sidang audit tersebut, tujuh lembaga survei yang hadir antara lain: (1) CSIS (Center for Strategic ang International Studies), (2) Cyrus Network, (3) SMRC (Saiful Mujani Research and Consulting), (4) LSI (Lembaga Survei Indonesia), (5) Indikator Politik Indonesia, (6) Populi Center, (7) Pol Tracking.

Sedangkan (8) JSI (Jaringan Suara Indonesia), datang mengantarkan surat pengunduran diri, (9) Puskaptis (Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis) tidak datang sama sekali. Dua lembaga lainnya yang memenangkan Prabowo-Hatta yaitu IRC (Indonesia Research Center) dan LSN (Lembaga Survei Nasional) tidak jelas.

“Lembaga survei sebenarnya tidak masalah milik swasta, tidak perlu semuanya diatur negara, dalam hal quick count, asalkan tetap diawasi, terutama ketika kejadian seperti sekarang ini,” ujar Rustam.

Menurut Rustam, asosiasi harus bertanggung jawab jika ada anggotanya yang nakal, harus langsung dikeluarkan. Asosiasi betugas membina anggota orgnisasinya, misalnya memberikan pelatihan metodologi, memberikan faedah-faedah baru lagi, training sampai cara melakukan seminar. Sedangkan regulasinya sendiri bisa diatur oleh asosiasi.

Kalau kesalahnnya hanya sekedar salah menerapkan metodologi, sampelnya kurang atau oversampling, itu kesalahan yang sifatnya etis dalam sebuah penelitian. Namun Persepi juga punya aturan yang jelas ketika ada hal-hal yang tidak sama, sehingga harus diaudit.

“Tidak boleh lembaga-lembaga itu berlindung di balik KPU (tunggu hasil penghitungan KPU, Red), itu berarti dia menyandera KPU,” tuturnya.

Jika lembaga survei sudah melakukan kriminal, misalnya dia tidak melakukan survei, atau mengubah hasil, itu sudah masuk ke penipuan publik. Barulah pemerintah bisa masuk untuk menghukum secara pidana, mungkin ada beberapa celah di mana pemerintah bisa masuk. Akan tetapi, sayangnya Persepi tidak punya wewenang mengatur pemerintah.

“Kalau ternyata betul itu hasil manipulasi, hukumannya bisa dicabut izin usahanya atau sanksi pidana per orangan atau pemiliknya. Tetapi dua lembaga ini kan sudah mengundurkan diri sebelum diaudit,” kata Rustam.

Sebuah asosiasi bisa menaungi sebanyak-banyaknya lembaga survei, tidak perlu dibatasi. Tapi perlu ada persyaratan minimal, antara lain lembaga itu punya program, punya kantor, sudah aktif selama dua tahun, punya aktivitas, punya staf yang jelas.

“Jadi kalau lembaga survei cuma muncul sekali-kali, saya kira itu yang tidak benar,” tandasnya.

 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home