Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 17:36 WIB | Jumat, 01 November 2019

Ada Kyai Tandhu Lawak di Sekaten 2019

Sri Sultan Hamengku Buwana I : Menghadang Gelombang Menentang Zaman
Ada Kyai Tandhu Lawak di Sekaten 2019
GKR Bendara didampingi kurator pameran Sektiadi yang menjelaskan satu manuskrip kuno berjudul Serat Suryaraja saat soft launching dan preview Pameran Sekaten 2019. Jumat (1/11). (Foto-foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)
Ada Kyai Tandhu Lawak di Sekaten 2019
GKR Bendara memberikan penjelasan tentang pusaka Keraton Kyai Tandhu Lawak yang pernah digunakan Sri Sultan HB I.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Bertempat di Pagelaran Kraton Yogyakarta, Jumat (1/11) siang digelar soft launching dan preview Pameran Sekaten 2019. Acara dibuka oleh Wakil Ketua Pameran Sekaten 2019 Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara bersama kurator pameran Sektiadi.

“Tahun ini tidak ada pasar malam di Alun-alun utara. Ini sesuai dhawuh Ngarsa Dalem untuk mengingatkan kembali kepada masyarakat tentang inti dari Sekaten itu sendiri bukanlah pasar malam. Pameran Sekaten 2019 akan dihelat di Pagelaran dan Siti Hinggil Keraton Yogyakarta hingga 9 November 2019. Ada banyak acara selama pameran berlangsung mulai diskusi, pertunjukan seni, bazaar, serta pameran sendiri yang tahun ini tentang Sri Sultan Hamengku Buwana I,” jelas GKR Bendara dalam sambutan soft launching Pameran Sekaten 2019, Jumat (1/11) siang.

Prosesi Upacara Sekaten sendiri meliputi seluruh rangkaian yang dimulai dari miyos gangsa yakni membawa dua perangkat gamelan pusaka sekati Kraton Yogyakarta yakni kyai Naga Wilaga dan kyai Guntur Madu dari Bangsal Pancaniti menuju pagongan yang berada di halaman Masjid Gedhe Kagungan Dalem Kauman. Kyai Naga Wilaga diletakkan di pagongan sisi utara sementara Kyai Guntur Madu diletakkan di pagongan sebelah selatan. Prosesi Miyos gangsa menjadi penanda dimulainya Sekaten.

Selama tujuh hari kedua gamelan pusaka tersebut dimainkan hingga tanggal 11 mulud (rabiul awal) dalam prosesi tabuh gangsa sebagai salah satu bagian syiar agama Islam pada masa lalu. Memainkan gamelan sebagai upaya untuk menarik minat masyarakat dan berkumpul di sekitar Masjid Gedhe. Keramaian itulah yang digunakan media dakwah pada masa lalu.

Pada malam tanggal 12 mulud (rabiul awal) kedua gamelan pusaka tersebut dibawa kembali dari pagongan Masjid Gedhe Kagungan Dalem menuju bangsal Sri Manganti untuk disimpan kembali dalam sebuah prosesi kondur gangsa dilanjutkan dengan Garebeg Sekaten pada esok harinya sekaligus sebagai perayaan maulud nabi Muhammad SAW.

Lebih lanjut GKR Bendara menjelaskan bahwa jika selama 30 tahun terakhir pameran Sekaten tidak banyak memberikan informasi kepada pengunjung, pada penyelenggaraan Pameran Sekaten 2019 ada perubahan yang cukup signifikan baik konsep penyelenggaraan, konten, maupun tema yang diangkat.

 “Pameran Sekaten 2019 didedikasikan untuk Sri Sultan Hamengku Buwana I dengan menyajikan biografi, perjuangan HB I setelah Perjanjian Giyanti, koleksi pusaka HB I, serta kiprahnya membangun Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat termasuk pemilihan lokasi keraton yang berada di dalam garis sumbu imajiner. Di Siti Hinggil dibuat mural prajurit/bregada keraton dalam ukuran 3 meteran, harapannya bisa menarik minat kaum milenial untuk mengunjungi Pameran Sekaten. Untuk PS 2019 ada yang spesial dengan diperlihatkannya Kyai Tandhu Lawak kepada pengunjung. Setelah Pameran Sekaten 2019 Kyai Tandhu Lawak akan disimpan lagi,” jelas GKR Bendara.

Kyai Tandhu Lawak adalah tandu tertua yang dimiliki Keraton Yogyakarta. Tandu tersebut digunakan Sri Sultan HB I setelah tahun 1790 untuk menuju Masjid Gedhe melaksanakan ibadah sholat Jumat. Tandu berbahan kayu jati tersebut diusung oleh delapan abdi keraton. Untuk bepergian HB I menggunakan kereta Nyai Jimat. Kereta pusaka tersebut masih digunakan hingga masa bertahtanya Sri Sultan HB III.

Dalam Pameran Sekaten 2019 dipamerkan juga beberapa naskah/manuskrip kuno Keraton Yogyakarta yang sudah dikembalikan oleh pihak British Library kepada Keraton Yogyakarta. Beberapa waktu lalu sebanyak 75 naskah/manuskrip kuno Keraton Yogyakarta diserahkan kembali kepada pihak Keraton.

Sebagai catatan, pada Geger Sepehi tahun 1812 bala pasukan Inggris meliputi tentara Eropa, Sepoy atau Spei (India), serta Legiun Mangkunegaran menyerang dan menguasai Keraton Yogyakarta. Pada masa lalu ada hukum perang di Eropa yang membolehkan bala pasukan menjarah negara jajahan bila menang perang.

Naskah-naskah kuno milik Keraton Yogyakarta tersebut adalah salah satu yang mereka jarah. Selain isi naskah yang memuat sejarah maupun dokumen penting Keraton Yogyakarta, secara visual tampilan naskah/manuskrip tersebut sangat menarik: bertuliskan aksara Jawa, dilengkapi dengan border line pada setiap halaman dengan dekoratif warna-warni, serta memilik sampul hardcover berwarna dengan ornamen tinta emas (prada). Naskah kuno dengan penyajian visual demikian bisa dikatakan melampaui jamannya, mengingat teknologi pencetakan pada tahun 1800-an masih belum banyak berkembang terlebih dengan pencetakan warna.

Sebanyak kurang lebih 7.000-an naskah/manuskrip kuno milik Keraton Yogyakarta dirampas. Sebagian besar dibawa ke Eropa. Hanya ada dua naskah yang tersisa yakni naskah Kyai al-Quran dan Serat Suryaraja yang disimpan di Gedung Prabayeksa, Keraton Yogyakarta.

“Hingga saat ini naskah kuno Keraton yang dikembalikan sudah didigitalkan sebagai arsip-dokumentasi melengkapi naskah aslinya. Kurang lebih ada sekitar 50.000 lembar naskah digital yang sudah jadi. Masih ada  satu jutaan lembar naskah kuno Keraton yang sedang dipersiapkan untuk didigitalkan,” jelas GKR Bendara kepada satuharapan.com saat preview Pameran Sekaten 2019, Jumat (1/11).

Pameran Sekaten 2019 secara resmi dibuka oleh Sri Sultan Hemangku Buwana X pada Jumat (1/11) malam berlangsung hingga 9 November 2019.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home