Loading...
HAM
Penulis: Francisca Christy Rosana 10:12 WIB | Kamis, 20 November 2014

Ahmadiyah Banjar Minta Masjidnya Bisa Dipakai Lagi

“Warga jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah warga Negara Republik Indonesia. WNI asli putra kandung ibu pertiwi Indonesia.”
Masjid Al-Istiqamah yang beralamat di Jalan Raya Pangandaran, Dusun Tanjungsukur, Kelurahan Hegarsari, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar terlihat usang setelah beberapa tahun disegel oleh pemerintah daerah. Tampak rumput liar tumbuh di halaman masjid dan sebuah mobil tak terawat terparkir di depan masjid tersebut. (Foto: flickr/perkumpulan621)

BANJAR, SATUHARAPAN.COM – Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Kota Banjar, Jawa Barat pada Senin (17/11) mengeluarkan surat pemberitahuan kepada Wali Kota Banjar untuk kembali menggunakan Masjid Al-Istiqamah dan rumah tinggal imam masjid milik JAI di Kota Banjar setelah lima tahun disegel.

Dalam surat bernomor 03/JAIBJR/17/11/2014 yang ditandatangani oleh Ahmad Yunus sebagai ketua dan Mln. Mukhlis Ahmad sebagai Mubaligh, JAI berencana akan menggunakan kembali aset berupa rumah dan Masjid al-Istiqamah yang terletak di Jalan Raya Pangandaran, Dusun Tanjungsukur, Kelurahan Hegarsari, Kecamatan Pataruman, Kota Banjar.

"Kami yakin, dengan semangat Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan semangat kerja, kerja, dan kerja dari Presiden RI ke-7, Ir. Joko Widodo, dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan semangat Indonesia hebat dan dengan semangat perubahan menuju Indonesia yang lebih baik, Pemerintah Kota Banjar tidak akan keberatan jika kami menggunakan kembali aset milik kami Jemaat Ahmadiyah Kota Banjar,” kata pengurus JAI dalam surat pemberitahuan yang copynya diterima satuharapan.com Rabu (19/11). 

Pasal Pertimbangan Kebebasan Hak Memeluk Agama

Melalui surat pemberitahuan tersebut JAI meminta pemerintah daerah untuk meninjau kembali keputusannya menyegel rumah ibadah mereka dengan memberi pertimbangan melalui berbagai pasal kebebasan masyarakat untuk memeluk agama dan beribadat sesuai agamanya.

Pasal yang menjadi dasar pertimbangan pertama adalah pasal 28 E Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang berisi, “(ayat 1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. (ayat 2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. (ayat 3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Selain itu, Pasal 29 UUD 1945 yang berisi negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing juga menjadi dasar pertimbangan JAI untuk kembali mendapatkan haknya menggunakan tempat ibadah.

Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Nomor  3 Tahun 2008, KEP-033/A/JA/6/2008, dan 199 Tahun 2008 pun tidak melarang jemaat Ahmadiyah beribadah di masjid dan menempati rumah tinggalnya.

Demikian pula dengan surat keputusan Menteri Kehakiman RI No. JA.5/23/13, yang menyatakan Ahmadiyah adalah organisasi legal formal berbadan hukum yang mempunyai hak untuk hidup di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Warga jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah warga Negara Republik Indonesia. WNI asli putra kandung ibu pertiwi Indonesia,” kata pengurus JAI.

Beberapa pasal dan surat keputusan yang disampaikan dalam surat tersebut setidaknya dianggap memberi kekuatan terhadap pernyataan JAI untuk menggunakan kembali tempat ibadah dan rumah tinggalnya.  

Penyegelan Tempat Ibadah dan Rumah Tinggal

Pemerintah Kota Banjar melalui Surat Keputusan Nomor 450/Kpts.115-Huk/2011 telah membekukan JAI Kota Banjar dan melarang anggotanya untuk beraktivitas di Masjid al-Istiqamah.

Surat tersebut ditetapkan di Banjar pada 21 September 2011 dan ditandatangani Wali Kota Banjar, Herman Sutrisno.

Sesuai surat tersebut, seluruh bangunan sekretariat JAI disegel dan dikosongkan oleh aparat keamanan pada 29 September 2011. Penyegelan ini dilakukan dengan rapat.

Pintu masuk ke bagian belakang di las. Tragis dan ironis di negara yang berketuhanan Yang Maha Esa, Tuhan dibelenggu, dan Maulana Mustaqim (Imam Masjid/Mubaligh), WNI asli terpaksa harus keluar rumah, cari kontrakan,” pengurus JAI menuliskan pendapatnya.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home