Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki Pangaribuan 20:42 WIB | Selasa, 20 Desember 2016

AMSIK: Jaksa Kehilangan Logika Akibat Tekanan Massa

Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama beranjak seusai menjalani sidang lanjutan kasus dugaan penistaan agama di PN Jakarta Utara, Jakarta, Selasa (20/12). Sidang lanjutan digelar dengan agenda tanggapan jaksa atas nota keberatan (eksepsi). (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Aliansi Masyarakat Sipil untuk Konstitusi (AMSIK) menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU)  dalam perkara dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah bekerja di bawah tekanan massa sehingga menjadikan Jaksa kehilangan logika dalam menanggapi eksepsi Ahok.

Dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Selasa (20/12), JPU menolak seluruh eksepsi atau nota keberatan yang diajukan terdakwa beserta tim kuasa hukumnya.

JPU juga menolak eksepsi bahwa proses hukum Ahok dinilai terlalu cepat di luar kebiasaan. Menurut JPU, proses hukum dan pelimpahan berkas perkara sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 136 KUHP serta batas waktu selama 14 hari dalam pelimpahan berkas tidak wajib dipakai seluruhnya.

Dalam tanggapannya Jaksa menyalahkan tuntutan Ahok dalam hal membenarkan kandidat lain berkampanye dengan memakai isu SARA dan politisasi ayat, bukan beradu visi misi dan program. Padahal dalam berdemokrasi secara sehat dan mencerdaskan justru kampanye kandidat dalam pilkada harus memaparkan program secara transparan.

Menurut AMSIK, tanggapan Jaksa itu menyesatkan karena dalam pilkada harusnya perdebatan dan alasan pemilihan terkait visi, misi dan program para kandidat bukan adu dan permainan ayat.

"Kurang relevan dan kurang substansial, kenapa harus kembali lagi kepada persoalan-persoalan yang berbau SARA?" kata Nia Sjarifudin, narahubung AMSIK kepada satuharapan.com, di Jakarta, hari Selasa (20/12).

Dalam sidang itu, JPU juga mengatakan bahwa Ahok merasa benar sendiri karena menuntut kandidat lain agar adu program bukan menggunakan Surat Al-Ma’idah 51.

AMSIK sangat menyesalkan Jaksa telah kehilangan logika dalam menyampaikan argumen hukumnya. Hal ini menurutnya bukan hanya menunjukkan Jaksa tidak profesional, tapi membahayakan due process of law dan merupakan preseden buruk pada penegakan hukum yang berkeadilan untuk kasus-kasus yang berdimensi politik pada masa-masa yang akan datang.

"Sidang itu harus berjalan dengan fair (adil) dan tanpa boleh diintervensi oleh apapun dan siapapun. Sidang itu juga harus punya nilai-nilai keadilan," kata dia.

"Sebenarnya juga, persoalan penistaan agama sendiri banyak ahli agama lain berpendapat kalau sudah minta maaf, ya selesai. bukan untuk dipolitisasi seperti sekarang," dia menegaskan.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home