Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 10:09 WIB | Sabtu, 19 Maret 2016

Anoa, Maskot Sulawesi Tenggara yang Terancam Punah

Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis). (Foto: kidnesia.com)

SATUHARAPAN.COM – Tiga satwa endemik Indonesia, yakni anoa, babirusa, dan banteng jawa,  mendapat perhatian dari Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Tiga satwa itu terus mengalami tren penurunan populasi dan terancam punah karena berkurangnya atau kerusakan habitat serta perburuan liar.

Penggal akhir Januari lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggelar workshop bertajuk “Global Species Management Planning (GSMP)” untuk tiga satwa endemik Indonesia itu.

Workshop hasil kerja sama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Taman Safari Indonesia, Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia (PKBSI), Perhimpunan Kebun Binatang se-Eropa (EAZA), AZA North America, IUCN Species Survival Commission (IUCN SSC), IUCN SSC Asian Wild Cattle Specialist Group (AWCSG), IUCN SSC Wild Pig Specialist Group (WPSG), serta didukung beberapa kebun binatang dari seluruh dunia itu diselenggarakan di Cisarua, Bogor.

Kegiatan yang dibuka oleh Sekretaris Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Dr Ir Novianto Bambang Wawandono MSc itu bertujuan untuk menyelaraskan konservasi in-situ (di dalam habitatnya) dan ex-situ (di luar habitat) anoa, banteng jawa, dan babirusa.

Pengelolaan spesies itu memiliki tujuan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama secara global dan juga mempertimbangkan peraturan yang berlaku di regional masing-masing, hasilnya pun dapat menunjukkan keberlanjutan atau peningkatan upaya konservasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan pendekatan oleh satu regional saja. GSMP ini sangat diperlukan mempermudah kegiatan pengelolaan populasi dan habitat spesies tertentu.

Anoa, Satwa Endemik Sulawesi

Anoa, satu dari tiga satwa endemik Indonesia itu, adalah satwa endemik Sulawesi. Anoa juga dikenal sebagai maskot Provinsi Sulawesi Tenggara.

Penampilan satwa ini mirip kerbau, dengan berat berat tubuh 150-300 kilogram dan tinggi 75 sentimeter. Karena itu pula banyak yang menyebutnya kerbau kerdil atau sapiutan, sementara nama yang umum dipakai dalam bahasa Inggris adalah midget buffalo atau wild cattle.

Anoa hidup di hutan tropika dataran, sabana (savanna), terkadang juga dijumpai di rawa-rawa. Anoa, dikutip dari ksdasulsel.org, “Anoa: Satwa Endemik Sulawesi”, merupakan penghuni hutan yang hidupnya berpindah-pindah tempat. Anoa mempertahankan diri dengan mencebur ke rawa-rawa jika bertemu musuhnya, namun jika terpaksa melawan anoa akan menggunakan tanduknya.

Jatna Supriatna, dalam bukunya, Melestarikan Alam Indonesia (2008), menyebutkan dua spesies anoa, yaitu anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis). Kedua jenis itu tinggal di dalam hutan, termasuk jenis yang agresif dan sulit dijinakkan untuk dijadikan hewan ternak (domestikasi).

Kedua jenis anoa itu dibedakan berdasarkan bentuk tanduk dan ukuran tubuh. Anoa dataran rendah relatif lebih kecil, ekor lebih pendek dan lembut, serta memiliki tanduk melingkar. Sementara anoa pegunungan lebih besar, ekor panjang, berkaki putih, dan memiliki tanduk kasar dengan penampang segitiga.

Anoa hidup semisoliter, yaitu hidup sendiri atau berpasangan dan hanya akan bertemu dengan kawanannya jika si betina akan melahirkan. Ensiklopedia Indonesia menyebutkan satwa ini paling aktif pada saat pagi dan sore hari, ketika udara masih dingin. Karena anoa memiliki kebiasaan mendinginkan tubuh, karena itulah terkadang anoa suka berendam di lumpur atau air.

Wikipedia menyebutkan, berdasarkan letak persebarannya, satwa ini tergolong fauna peralihan. Sejak tahun 1960-an, anoa, menurut Badan Konservasi Dunia, IUCN, dimasukkan dalam daftar satwa berstatus terancam punah. Laporan nationalgeographic.co.id, pada 2014, menegaskan dalam lima tahun terakhir anoa di Sulawesi Tenggara terancam kepunahan.

Populasi anoa menurun secara drastis. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5.000 ekor yang masih bertahan hidup. Salah satu penyebab populasinya yang menurun drastis, anoa sering diburu untuk diambil kulit, tanduk, dan dagingnya.

Saat ini konservasi anoa difokuskan pada perlindungan terhadap kawasan hutan dan penangkaran.

 

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home