Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sotyati 21:29 WIB | Sabtu, 20 Februari 2016

Banteng Jawa, Maskot yang Terancam Punah

Banteng jawa (Bos javanicus javanicus). (Foto: Taman Safari Indonesia)

SATUHARAPAN.COM – Banteng jawa, satwa endemik Indonesia dan ikon atau maskot Taman Nasional Baluran, mengalami tren penurunan populasi dan terancam kepunahan karena habitatnya rusak, berkurang, juga karena perburuan liar. Banteng jawa di Jawa Timur ini bahkan sering kali diburu karena dianggap merusak lahan pertainan dan perkebunan.

Sebagai aksi untuk meningkatkan upaya konservasi satwa liar, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggelar workshop bertajuk Global Species Management Planning (GSMP) pada akhir Januari lalu di Bogor, untuk tiga satwa endemik Indonesia, yaitu banteng jawa, anoa, dan babirusa.

Workshop diselenggarakan KLHK bekerja sama dengan Taman Safari Indonesia, Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia (PKBSI), Perhimpunan Kebun Binatang se-Eropa (EAZA), AZA North America, IUCN Species Survival Commission (IUCN SSC), IUCN SSC Asian Wild Cattle Specialist Group (AWCSG), dan IUCN SSC Wild Pig Specialist Group (WPSG). Hadir juga perwakilan beberapa kebun binatang dari seluruh dunia.

Kegiatan diselenggarakan untuk menyelaraskan konservasi tiga satwa liar itu secara in-situ (di habitat aslinya) dan ex-situ (di luar habitat).

Pengelolaan tiga spesies itu, seperti dikutip dari situs resmi Taman Safari Indonesia, memiliki tujuan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama secara global dan juga mempertimbangkan peraturan yang berlaku di regional masing-masing. Hasilnya pun dapat menunjukkan keberlanjutan atau peningkatan upaya konservasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan pendekatan oleh satu regional saja. Global Species Management Planning itu sangat diperlukan untuk mempermudah kegiatan pengelolaan populasi dan habitat spesies tertentu.

Didomestikasi dan Dikenal sebagai Sapi Bali

Banteng jawa memiliki nama ilmiah Bos javanicus.

Banteng atau tembadau, dikutip dari Wikipedia, adalah hewan yang sekerabat dengan sapi. Satwa asli Asia Tenggara ini ditemukan di Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam. Di Indonesia, banteng ditemukan di Kalimantan, Jawa, dan Bali. Banteng jenis ini juga ditemukan di Australia Utara sejak masa kolonisasi Britania Raya pada tahun 1849, lestari hingga sekarang.

Dikenal tiga anak jenis banteng liar, yakni Bos javanicus javanicus (di Jawa, Madura, dan Bali), Bos javanicus lowi (di Kalimantan, dengan banteng jantan berwarna cokelat bukan hitam), dan Bos javanicus birmanicus (di Indocina). Anak jenis yang terakhir digolongkan “terancam” oleh Badan Konservasi Dunia, IUCN.

Banteng dapat mencapai ukuran tinggi sekitar 1,6 m di bagian pundak dan panjang badan 2,3 m. Berat banteng jantan biasanya sekitar 680 kg - 810 kg, bahkan bisa mencapai berat satu ton, sedangkan betinanya lebih ringan.

Banteng memiliki bagian putih pada kaki bagian bawah dan pantat, punuk putih, serta warna putih di sekitar mata dan moncongnya, walaupun terdapat sedikit dimorfisme seksual pada ciri-ciri tersebut. Banteng jantan memiliki kulit berwarna biru-hitam atau cokelat gelap, dengan tanduk panjang melengkung ke atas, dan punuk di bagian pundak. Sementara, betinanya memiliki kulit cokelat kemerahan, tanduk pendek yang mengarah ke dalam dan tidak berpunuk.

Pakan satwa ini rumput, bambu, buah-buahan, dedaunan, dan ranting muda.

Banteng memiliki kecenderungan berkelompok, dua sampai 30 ekor. Di Indonesia, satwa ini ditemukan di Taman Nasional Ujung Kulon, Taman Nasional Meru Betiri, Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Baluran, serta Taman Nasional Bali Barat.

Petrus Riski, di mongabay,co.id menulis, data Balai Taman Nasional Baluran mengenai populasi banteng jawa hasil sensus sejak 1941 hingga 2012, menyebutkan populasi satwa itu di TN Baluran menurun sejak tahun 2000 hingga kini. Pada periode waktu tahun 1992-2000, populasi banteng jawa yang terlihat di area TN Baluran mencapai 200 hingga 300 ekor. Jumlah itu terus menurun hingga mencapai belasan untuk banteng jawa yang terlihat pada 2006, serta pada tahun 2007 hingga 2012 berkisar 20 hingga 30-an ekor yang terlihat.

Salah satu upaya meningkatkan populasi, seperti dikemukakan pejabat di Taman Nasional Baluran, melalui kandang semi alami yang diadakan untuk pengembangbiakan satwa liar seluas 8.000 meter persegi. Keberadaan kandang semi alami itu diharapkan mampu menarik satwa liar yang berada di luar kandang sehingga dapat diperoleh anakan hasil pembuahan oleh pejantan liar.

Di beberapa daerah di Asia Tenggara dan Australia, banteng telah didomestikasi dan dikenal sebagai sapi bali. Hingga tahun 2009 diperkirakan jumlahnya di Indonesia mencapai sekitar 4,5 juta ekor.

Sapi bali merupakan sumberdaya genetik hewan asli Indonesia, karena kerabat liarnya ada di Indonesia. Salah satu keunggulannya adalah daya adaptasinya terhadap lingkungan yang sangat baik, dan kemampuannnya menggunakan sumber pakan yang terbatas.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home