Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 18:31 WIB | Kamis, 24 Maret 2022

AS Secara Formal Sebut Genosida oleh Militer Myanmar terhadap Rohingya

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken berbicara setelah melihat pameran "Burma's Path To Genocide" di Museum Peringatan Holocaust, 21 Maret 2022. (Reuters)

WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM-Amerika Serikat secara resmi menetapkan bahwa tentara Myanmar melakukan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam kekerasannya terhadap minoritas Rohingya.

Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengatakan itu pada hari Senin (21/3), dan memperingatkan bahwa selama junta berkuasa tidak ada seorang pun di negara itu yang akan aman.

Mengumumkan keputusan tersebut, yang pertama kali dilaporkan oleh Reuters pada hari Minggu (20/3), Blinken mengatakan serangan terhadap Rohingya “meluas dan sistematis” dan bahwa bukti menunjukkan niat yang jelas untuk menghancurkan minoritas Muslim.

Dalam pidatonya di Museum Peringatan Holocaust AS di Washington DC, diplomat top Amerika itu membacakan kisah tragis dan mengerikan para korban, yang telah ditembak di kepala, diperkosa dan disiksa.

Angkatan bersenjata Myanmar melancarkan operasi militer pada tahun 2017 yang memaksa setidaknya 730.000 dari sebagian besar Muslim Rohingya dari rumah mereka dan ke negara tetangga Bangladesh, di mana mereka menceritakan pembunuhan, pemerkosaan massal dan pembakaran. Pada tahun 2021, militer Myanmar merebut kekuasaan melalui kudeta.

“Sejak kudeta, kami telah melihat militer Burma menggunakan banyak taktik yang sama. Baru sekarang militer menargetkan siapa pun di Burma yang dianggapnya menentang atau merusak aturan represifnya,” kata Blinken. Dia menggunakan nama lama negara itu.

“Bagi mereka yang tidak menyadarinya sebelum kudeta, kekerasan brutal yang dilakukan oleh militer sejak Februari 2021 telah memperjelas bahwa tidak seorang pun di Burma akan aman dari kekejaman selama ia berkuasa,” tambahnya.

Beberapa hari setelah Presiden AS, Joe Biden, menjabat, para jenderal Myanmar yang dipimpin oleh Panglima Tertinggi Min Aung Hlaing merebut kekuasaan pada 1 Februari 2021, setelah menyebutkan ada kecurangan dalam pemilihan umum November 2020 yang dimenangkan oleh partai juara demokrasi Aung San Suu Kyi. Kelompok pemantau pemilu tidak menemukan bukti kecurangan massal.

Angkatan bersenjata menumpas pemberontakan melawan kudeta mereka, menewaskan lebih dari 1.600 orang dan menahan hampir 10.000, termasuk para pemimpin sipil seperti Suu Kyi, menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah kelompok advokasi, dan memicu pemberontakan. (Reuters)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home