Loading...
DUNIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 21:26 WIB | Minggu, 20 Oktober 2013

Aung San Suu Kyi: Agar Demokratis Konstitusi Myanmar Harus Diubah Sebelum Pemilu 2015

Pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi berbicara di konferensi Charity and Compassion in Europe di UCL university di Louvain-la-Neuve, Belgia, Sabtu (19/10) (Foto: straitstimes.com)

BRUSSELS, SATUHARAPAN.COM - Pemimpin oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi, Sabtu (19/10) mengatakan pemilu tahun 2015 di negaranya tidak akan demokratis tanpa perubahan-perubahan konstitusinya.

"Konstitusi harus diamendemen," kata peraih hadiah Nobel Perdamaian itu saat bertemu dengan ketua Komisi Eropa Jose Manuel Barroso di Brussels. "Jika konstitusi itu tidak diubah, pemilu 2015 tidak dapat diselenggarakan secara bebas dan jujur."

Myanmar akan menyelenggarakan pemilihan anggota parlemen pada tahu 2015, dengan parlemen baru kemudian akan memilih seorang presiden dan Suu Kyi mengatakan ia ingin mencalonan diri bagi jabatan presiden itu.

Konstitusi Myanmar sekarang, yang disusun semasa bekas rezim militer, menghambat Suu Kyi untuk menjadi presiden karena konstitusi itu melarang siapapun yang suami atau istri dan anak-snaknya berkeluarganegaraan asing memangku jabatan itu.

Dua anak Suu Kyi berkewarganegaraan Inggris karena ayah mereka,pakar Michael Aris (almarhum)adalah warga negara Inggris.

Barroso mengatakan pemilu 2015 "harus dapat dipercaya, transparan dan melibatkan seluruh kelompok masyarakat."

Suu Kyi berada dalam tahanan rumah selama 15 tahun semasa pemerintah militer di Myanmar,sebelum dibebaskan setelah pemilu tahun 2010.

Pemimpin demokrasi itu kini adalah anggota parlemen oposisi ssbagai bagian dari reformasi di bawah pemerintah sipil yang berkuasa tahun 2011.

Dia bertemu dengan para pemimpin Eropa akhir pekan ini sebelum bertolak menuju Luksemburg untuk menerima hadiah hak asasi manusia utama Uni Eropa yang ia peroleh 23 tahun lalu.

Pada satu upacaa di Parlemen Eropa di Strasbourg Selasa, Suu Kyi akhirnya menerima penghargaan Sakharov yang ia peroleh tahun 1990 pada saat memuncaknya tindakan keras militer di Myanmar.

Minggu ini ia menurut rencana akan berunding dengan para menteri luar negeri 28 negara Uni Eropa di Luksembourg. (AFP/Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home